Senin 19 Dec 2016 14:00 WIB

mozaik- Panduan Bertani dari Timur dan Barat

Red:

Tradisi pertanian Islam sangatlah kaya dan semua itu  berhasil didokumentasikan secara tertulis oleh para ahli pertanian Muslim. Berikut karya-karya tersebut:

Literatur Timur

Catatan tertua Arab di bidang pertanian adalah al-Filaha  al-Nabatiyya (Pertanian Nabataean) karya Ibnu Wahshiyya,  yang ditulis atau diterjemahkan pada 291 Hijriyah (904  Masehi). Setelah itu, muncul Al-Filaha al-Rumiyya yang  merupakan buku pertanian Byzantium.

Di Mesir, materi pertanian yang dibuat pada era Ayyubi  adalah Qawanin al-dawawin karya Ibnu Mammati (wafat  pada 606 Hijriyah/1209 Masehi). Pada abad berikutnya, Jamaludin al-Watwat (wafat pada 718 Hijriyah/1318 Masehi)  menulis Mabahij al-Fikar wa-Manahij al-'Ibar) di Kairo.  Volume keempat dari karya al-Watwat ini merupakan buku pertanian  dan tumbuhan.

Pada abad ke 10 Hijriyah/16 Masehi, Riyadh al-Din al- Ghazzi al-'Amiri dari Damaskus menulis banyak buku  seputar pertanian yang sayangnya tak banyak yang bisa  diselamatkan. Namun setelahnya, ada 'Abdul Ghani al- Nabulusi yang membuat  ringkasan buku-buku karya al-'Amiri di bukunya yang  berjudul 'Alam al-Milaha fi 'Ilm al-Filaha.

Secara umum, para penulis karya klasik Arab di bidang  pertanian terbagi dalam beberapa subjek seperti tipe lahan  pertanian dan ragam lahan; pupuk, alat dan praktik panen; irigasi, tumbuhan dan pembibitan; penanaman, perawatan  tanaman buah, budi daya serealia, budi daya kacang- kacangan, sayuran, bunga, umbi, tumbuhan aromatik,  pengawetan buah, dan zooteknologi.

Tak bisa juga dipinggirkan, banyak buku-buku Arab klasik  yang berisi nama-nama tumbuhan, buah, biji-bijian, dan  tanaman pertanian lainnya. Contohnya Nuzhat al-Anam fi  Mahasin al-Sham karya al-Badri yang memuat nama 21  varietas aprikot, 50 varietas anggur, dan enam varietas  mawar di Suriah.

Literatur Barat

Selain literatur Arab klasik, berkembang pula literatur  pertanian di Andalusia, terutama selama abad kelima  hingga enam Hijriyah (abad 11-12 Masehi) di bawah  kepemimpinan para raja kecil (Taifa) dan pendudukan gunernur Dinasti Almoravid.

Pusat literatur ini berada di Cordoba, Toledo, Sevilla,  Granada, dan Almeria. Di Cordoba, Abul Qasim al-Zahrawi  kondang sebagai  penulis buku agronomi yang dilengkapi aneka gambar,  Mukhtasar Kitab al-Filaha.

Sementara di Toledo, ada Ibnu Wafid yang menjadi kepala kebun raya  Jannat al-Sultan (Taman Raja). Ibnu Wafid menulis  seputar agronomi.  Ada pula Muhammad bin Ibrahim Ibnu Bassal yang juga fokus pada agronomi. Ia rutin bepergian dan mencatat  aneka pengetahuan baru seputar tumbuhan dan agronomi  di Timur. Muhammad Ibnu Bassal menulis Diwan al- Filaha.

Muhammad Ibnu Bassal juga menulis buku pertanahan. Ia  mengklasifikasikan 10 tipe tanah beserta kapasitasnya  berdasarkan musim dalam setahun. Ia juga termasuk yang mendorong ide pengembangan teknik pembajakan tanah  untuk meningkatkan kesuburan.

Setelah Toledo jatuh ke tangan Alfonso VI Castile pada  1085 Masehi, Muhammad Ibnu Bassal pindah ke Sevilla dan  tinggal di lingkungan Istana Al-Mu'tamid. Di Sevilla kala itu,  ada pula ahli pertanian seperti Ali Ibnu al-Lunquh dari Toledo  dan Ahmad bin Hajjaj al-Ishbili yang menulis Al Muqni fi  'l-Filaha pada 1073 Masehi.

Menjelang kejatuhan Sevilla ke tangan Castilian pada 646  Hijriyah/1248 Masehi, seorang ahli pertanian hebat, Abu  Zakariyya Yahya Ibnu al-'Awwam menulis Kitab al-Filaha.  Tak banyak diketahui mengenai riwayat hidup Ibnu al-Awwam,  tetapi bukunya adalah satu-satunya buku pertanian yang  disebut Ibnu Khaldun dalam Muqaddima.

Kitab al-Filaha al-Andalusiya karya al-'Awwam terdiri  atas 35 bab. Buku ini tak cuma berisi informasi pertanian, tapi juga  pemeliharaan ternak dan peternakan lebah. Materi yang ia  ambil banyak berasal dari literatur Yunani dan Arab, tapi al-'Awwam memberi tambahan pengetahuan dan hasil  pengalamannya selama di Andalusia.

Karya al-'Awwam terbilang literatur pertanian paling  penting di Andalusia. Karyanya merupakan kompilasi karya  para ahli pertanian pendahulunya. Dengan kerendahan hati,  ia sendiri hanya menulis sedikit di bab akhir yang diberi tanda sebagai karyanya.

Di Granada, penulis dasar-dasar pertanian adalah  Muhammad bin Malik al-Tighnari. Al-Thignari bekerja di  Granada pada 1073-1018. Karyanya yang dikenal adalah  Zuhrat al-Bustan wa-Nuzhat al-Adhhan.

Pada pertengahan abad kedelapan Hijriyah (14 Masehi),  ilmuwan Almeria, Abu Uthman Sa'd bin Abu Ja'far Ahmad  Ibn Luyun al-Tujjbi menulis Kitab Ibda' al-Malaha wa-Inha' al-Rajaha fi Usul  Sina'at al-Filaha. Karya ini memang terbilang karya  amatir, tetapi memuat informasi penting hasil praktik para  petani lokal.

Buku-buku pertanian yang ditulis para ahli di zaman  kejayaan Islam terbilang komprehensif, dari soal  lahan, irigasi hingga tumbuhan. Karya-karya mereka juga  memuat pengetahuan pertanian secara integral termasuk peternakan,  pengolahan pascapanen, manajemen pertanian dan  ekonominya.

Yang menarik, terutama dari Andalusia adalah, para ahli  pertanian tersebut merupakan insan-insan multitalenta. Ibnu Wafid adalah seorang dokter, Ibnu Hajjaj adalah ulama, al-Tighnari dan Ibnu Luyun adalah seniman. Sementara 'Ibnu  Abdun adalah pejabat inspektorat pasar.

Karya-karya mereka yang kemudian diterjemahkan ke  Bahasa Castilian sangat memengaruhi kehidupan Spanyol. Salah satu pengaruh itu tampak dari taman-taman rekreasi dan taman percobaan di Spanyol yang seakan jelmaan  taman-taman dari Timur Tengah.

Kayanya informasi pertanian dari dunia Islam memicu dibuatnya  Kalender Cordoba pada 961 Masehi. Kalender ini memiliki akurasi tinggi. Tiap bulannya, kalender ini mencantumkan daftar kegiatan  pertanian. Misalnya, bulan Maret yang merupakan awal  penanaman tanaman serealia dan masa pencangkokan  tanaman tin.

Bulan Maret juga merupakan saat untuk menanam tebu,  pramusim mawar sebelum mekar dan panen, masa  penanaman mentimun, dan musim kawin burung-burung.  

Di Kalender Cordoba, para ahli juga turut sumbang saran  mengenai teknik terbaik mengolah tanah untuk persiapan  masa tanam, misalnya berapa banyak padi yang harus ditanam di tiap petak lahan, dan  seberapa banyak air yang harus dialirkan.    Oleh Fuji Pratiwi, ed: Wachidah Handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement