Jumat 09 Dec 2016 17:00 WIB

Marta Gunawan, Owner CV Mutiara Pinang: Berbisnis Pinang tak Kenal Gengsi

Red:

Gengsi hanya menjauhkan hidup dari kemajuan. Gengsi tak akan membuat seseorang menjadi kaya, tapi jika kelak kaya maka orang tersebut sudah pasti mempunyai gengsi. Prinsip inilah yang membuat Marta Gunawan tumbuh menjadi wirausaha muda sukses dengan mendirikan CV Mutiara Pinang dan memasarkan komoditas perkebunan ini hingga ke luar negeri.

Kerja keras tak hanya membuat usahanya besar, tapi juga mengangkat derajat petani pinang di Sumatera. Berikut wawancara wartawan Republika, Mutia Ramadhani, bersama Marta Gunawan, beberapa waktu lalu.

Begitu lulus sarjana Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Negeri Padang (UNP), keluarga berharap Marta berkiprah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai jenjang keilmuannya di perguruan tinggi. Tapi, impian untuk memperbaiki ekonomi keluarga membuat Marta memberanikan diri mencari peluang usaha yang jarang dilirik orang lain, yaitu berbisnis pinang.

"Berani mencoba, kerja keras, berpikir cerdas, dan menjauhkan diri dari sifat gengsi adalah kunci wirausaha sukses," ujarnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai ekspor pinang ke negara-negara di Asia Selatan sangat tinggi, sementara suplai kurang. Marta mendirikan CV Mutiara Pinang pada 2010 dengan bermodalkan Rp 10 juta, sisa bantuan program kemahasiswaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) yang diperolehnya saat masih berstatus mahasiswa.

Kesulitan pertama yang dihadapi putra daerah Nagari Sasak, Pasaman Barat, ini adalah kurangnya pengalaman dalam pemasaran dan perdagangan. Marta terus mencoba berdagang pinang kecil-kecilan, mulai dari mengumpulkan puluhan kilogram (kg) dari kampung ke kampung, hingga jumlahnya mencapai puluhan ton.

Suami dari Febiolin Dwitama ini kemudian mencari banyak informasi untuk merintis ekspor melalui seorang kawan di Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Pada 2012 CV Mutiara Pinang berhasil mengantongi izin dari bea cukai dan terus mengekspor sampai sekarang.

Harga pinang saat pertama kali Marta memulai usaha hanya Rp 2.500 per kg. Seiring meningkatnya permintaan pasar, nilai jual tumbuhan palma ini meroket hingga Rp 15 ribu-Rp 25 ribu per kg. Ini tak pelak ikut meningkatkan pendapatan rumah tangga petani.

Marta menggandeng 10 orang petani besar dan mempekerjakan 40 orang karyawan. Tingginya minat pasar terhadap buah dengan nama latin Areca catechu ini membuat petani binaan CV Mutiara Pinang semakin bersemangat menghasilkannya.

Permintaan pinang untuk pasar Asia Selatan rata-rata 500 kontainer atau sekitar sembilan ribu ton per bulan (satu kontainer sekitar 18 ton). Indonesia baru bisa menyuplai 200-250 kontainer atau 3.600-4.500 ton pinang per bulan. Harga jual pinang di luar negeri mencapai Rp 30 ribu per kg. Ini berarti, peluang pasar masih terbuka lebar.

Pinang di Pulau Sumatera paling banyak dihasilkan di Provinsi Jambi, Aceh, dan Sumatera Barat. Pinang Jambi bahkan menjadi salah satu pinang terbaik di dunia karena kadar airnya rendah, di bawah enam persen. Satu hektare (ha) lahan bisa ditanami 1.600 batang pinang dengan jarak tanam 2,5x2,5 meter.

Pinang dipasarkan ke luar negeri, seperti India, Nepal, Bangladesh, dan Pakistan dalam bentuk pinang utuh dibelah kering, biji pinang tua, juga biji pinang muda. Di Indonesia, permintaan pinang paling banyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua, khususnya pinang iris atau pinang koin.

Masyarakat India dan Pakistan menjadikan pinang untuk bahan baku permen, pengganti rokok, atau dimakan langsung bersama sirih yang dikemas pabrik. Selain budaya nyirih, biji pinang juga potensial untuk bahan baku kosmetik mengingat industri kecantikan di dunia kian berkembang.

Keuntungan yang diperoleh Marta dari mengekspor pinang setiap tahun meningkat 50-100 persen. Sambil berbisnis, pria kelahiran 17 Agustus 1984 ini masih sempat melanjutkan pendidikannya di Magister Manajemen Universitas Andalas.

Marta lahir dari keluarga kurang mampu. Sejak duduk di bangku SMA hingga kuliah, ayah satu anak ini tinggal dari mushala ke mushala. Setiap akhir pekan dan libur sekolah, Marta bekerja sebagai buruh sawit di Pasaman Barat, salah satu kabupaten penghasil kelapa sawit terbesar di Sumatera. Dia menyemprot gulma, menanam sawit, bahkan pernah menerima pekerjaan menggali sumur untuk membiayai sekolah.

Semasa berkuliah, Marta pernah menjadi tukang cuci mobil. Dia juga menerima pekerjaan sampingan membeli bahan-bahan makanan ke pasar setiap harinya untuk sebuah waralaba restoran di Padang. Perjuangan yang dilandasi kesabaran pasti berbuah manis.

Dua sosok yang selalu menjadi inspirasi Marta adalah Chairul Tanjung dan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti. Passion baginya adalah api semangat dalam jiwa yang tak mengenal siang, malam, panas, hujan, dan lelah. "Jangan meremehkan pekerjaan dan profesi apa pun, sekali pun tukang sapu atau pengemis, sebab itu bisa menjadi gerbang kesuksesan untuk kita," kata Marta.      ed: Citra Listya Rini

Biodata

Nama                : Marta Gunawan

Tempat, tanggal lahir        : Sasak, 17 Agustus 1984

Pendidikan            : S-1 Ilmu Administrasi Negara, Universitas Negeri Padang

                  S-2 Manajemen, Universitas Andalas

Alamat kantor            : Jalan Korong Gadang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang

E-mail            : [email protected]

Facebook            : Marta Gunawan

Instagram            :@marta_gunawan

Nomor Telepon        : 0852-6344-0062

Status                 : Menikah

Nama Istri            : Febiolin Dwitama

Nama Anak            : Davania Puty Islami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement