Rabu 16 Nov 2016 16:00 WIB

Peningkatan Layanan Haji

Red:

Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin merilis hasil survei terhadap layanan haji pada musim haji 2016. Sur vei yang dilakukan BPS selama musim haji tersebut untuk mengukur, apakah jamaah haji merasa ter layani dengan baik oleh pemerintah.

Dari data yang dirilis BPS berdasarkan jenis layanan, petugas kloter mendapat penilaian kepuasaan tertinggi dan trans portasi mendapat apresiasi terendah. Kepala BPS Su hariyanto menje laskan, total sampel jamaah adalah 18.500 orang, yang dicuplik dari jamaah pemberangkatan gelombang satu, dua, dan jamaah yang sakit. Secara keseluruhan, hasil survei BPS menunjukkan, Indeks Kepuasan Jamaah Haji Indonesia (IKJHI) 2016 sebesar 83,83 persen, yang berarti memuaskan atau di atas standar. Angka itu membaik dari IKJHI 2015 sebesar 82,67 persen.

Kita mengapresiasi upaya pemerintah untuk terus meningkatkan pelayanan terhadap jamaah. Sebagai negara dengan jum lah jamaah terbesar yang berangkat ke Tanah Suci, tentu saja Indonsia selalu menjadi tolak ukur bagi negara-negara lain. Baik itu dari segi pelayanan maupun perilaku jamaah haji selama di Makkah ataupun Madinah.

Mengurus jamaah yang berjumlah di atas 150 ribu orang me mang bukan pekerjaan mudah. Namun, hal itu bukan juga menjadi alasan bagi pemerintah untuk memberikan layanan ter baik bagi jamaah. Sebab, pelaksanaan haji bukanlah yang per tama kali dilakukan. Pemerintah sudah berkali-kali membe rangkatkan jamaah haji ke Tanah Suci.

Justru kalau pemerintah tidak bisa meningkatkan pelayanan kepada jamaah akan menjadi pertanyaan besar. Sebab, itu artinya pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama tidak belajar dari kelemahan-kelamahan tahun-tahun sebelumnya. Kasus korupsi yang berkaitan dengan haji sudah seharusnya men jadi cambuk bagi pemerintah untuk berbuat lebih baik. Apa lagi, pengawasan ketat yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi juga terus dilakukan.

Jika pemerintah (Kementerian Agama) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat melenyapkan unsur korupsi, ko lusi, dan nepotisme (KKN), kepuasaan jamaah haji dipastikan akan terus meningkat. Sebab, sebelum ini KKN menjadi borok yang menyebabkan layanan haji belum maksimal. KKN muncul dari pemilihan pemondokan dan perusahaan katering yang menyediakan makanan selama di Tanah Suci.

Kita berharap kasus KKN tidak terulang lagi di tubuh Kemenag yang mengurus jamaah haji. Dalam beberapa tahun ter akhir, aroma KKN memang tidak lagi tercium. Mudah-mudahan tidak mencuatnya kasus KKN dalam pelaksanaan haji be nar adanya karena memang tidak ada lagi petugas yang nakal. Bukan berarti, aparat hukum tidak mencium KKN yang ter jadi di tubuh penyelenggara haji.

Pelayanan haji yang juga perlu ditingkatkan adalah dalam hal kuota. Kuota haji yang hanya berjumlah 10 persen dari jum lah umat Islam di negeri kita dirasakan kurang. Karena de ngan kebijakan tersebut, daftar tunggu jamaah haji di atas 10 tahun. Belum lagi pemugaran Masjidil Haram selama lebih dari tiga tahun lalu juga ikut memberi andil panjangnya daftar tunggu jamaah haji Indonesia.

Apabila Pemerintah Indonesia dapat meningkatkan jumlah kuota, daftar tunggu jamaah akan lebih pendek. Pemerintah In donesia harus terus melobi Pemerintah Arab Saudi. Negara kita bisa memberi argumen, beberapa negara dengan jumlah pen duduk Muslim minoritas, kuota hajinya tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Kuota tersebut seharusnya bisa di manfaat kan Indonesia supaya rentang tunggu calon jamaah kita se makin pendek.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement