Ahad 06 Nov 2016 16:57 WIB

Menyusuri Hutan Pelawan

Red: Firman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Salah satu wisata alam di Kabupaten Bangka Tengah adalah Hutan Pelawan di Desa Namang yang letaknya di daratan Pulau Bangka. Hutan dengan luas 300 hektare ini berstatus hutan keanekaragaman hayati dengan komposisi 47 hektare dijadikan taman wisata dan sisanya  hutan adat. 

Untuk taman wisata, pemerintah daerah setempat sudah membangun jogging track dan jembatan yang terbuat dari kayu. Dengan cat warna merah, jembatan ini terlihat kontras dengan hutan dan pepohonan yang berwarna hijau. Di beberapa titiknya ada rumah panggung kecil yang juga terbuat dari kayu. 

Menurut Robby Romadona, kasubbid Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bangka Tengah, hutan ini memiliki flora dan fauna endemik lokal. Untuk flora, terdapat pohon pelawan yang dijadikan nama hutan ini. Pohon pelawan adalah pohon dengan batang yang tidak terlalu besar dan memiliki warna merah. Pohon ini biasa digunakan untuk bahan-bahan bangunan. 

Selain itu, ada pohon rempudung, nyatoh, dan juga jamur pelawan. Jamur pelawan dibudidayakan oleh masyarakat setempat dan panen setahun. Karena hanya panen setahun sekali itu, harganya juga menjadi mahal. Bisa Rp 2,5 juta untuk satu kilogramnya, kata Robby.

Jamur ini mahal karena rasanya enak. Bahkan, sejumlah warga menyebut rasanya seperti tetelan atau lemak sapi. 

Di hutan ini juga ada budidaya madu dan lebah. Madu yang dihasilkan adalah madu pahit dan paling rendah kadar airnya. 

Untuk fauna, di hutan ini ratusan jenis burung. Yang terkenal adalah burung rajaudang. Selain itu ada hewan Tarsius bangkanus atau tarsius bangka, yakni hewan primata kecil seukuran telapak tangan yang termasuk hewan langka di dunia. ed: Nina Chaerani

 

Berburu Foto Tarsius

Bang, ada tarsius sekarang di Hutan Pelawan. Begitu bunyi pesan singkat yang diterima oleh Syahputra, pemerhati lingkungan di Kabupaten Bangka Tengah dari seorang warga.

Langsung saja Syahputra meluncur ke hutan Pelawan di Desa Namang.  Pria yang bekerja sebagai PNS di Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bangka Tengah ini pun berburu foto tarsius di hutan tersebut.

Kisah itu diceritakan oleh Syahputra di Hutan Pelawan, Bangka Tengah. Dia memang sangat antusias dengan tarsius di Pulau Bangka. Latar pendidikannya di Fakultas Kehutanan UGM mendukungnya untuk mengetahui banyak hal tentang tarsius.

Selama empat tahun terakhir, Syahputra baru berhasil menemui tarsius sebanyak tiga kali. Dua di antaranya di Hutan Pelawan, Bangka Tengah. Dan ketiganya itu selalu berhasil dia foto. Anehnya, dia tak pernah berhasil menemui tarsius jika sedang sengaja mencarinya di hutan. Pertemuannya selalu saat dia sedang di luar hutan. Ya, seperti kasus tadi itu, ada seorang warga yang melihat tarsius di hutan lalu saya diberi tahu dan akhirnya saya ke sana untuk foto-foto, kata Syahputra. 

Di Hutan Pelawan dia mengambil fotonya saat malam hari. Sebagaimana diketahui, tarsius adalah hewan nokturnal yang bergerak di malam hari. Pada siang hari tarsius tidur dan sulit mengambil gambarnya karena dia bersembunyi di balik dedaunan. Apalagi tubuh primata ini hanya segenggam kepalan tangan. 

Ada beberapa hal yang membuat sulitnya menemukan tarsius. Pertama, satu ekor tarsius membutuhkan daerah teritorial seluas 2-3 hektare. Jika musim kawin, satu daerah bisa memiliki satu pasang tarsius. Tetapi, setelah musim kawin berlalu yang jantan pergi lagi mencari daerah baru. Itulah sulitnya mencari tarsius di alam liar, kata Syahputra.

Penyebab sulit lainnya adalah karena pengaruh habitat. Tarsius tidak mau hidup di hutan yang pohonnya besar-besar. Mereka cenderung memilih hutan yang memiliki pohon-pohon kecil sebagai tempat tidur mereka seperti di hutan Pelawan ini.

Karena itu, jika hutan pelawan saat ini memiliki luas 300 hektare, diperkirakan ada 150 hektare tarsius yang berada di hutan ini. Namun, jumlah itu juga belum pasti Karena belum ada penelitian mengenai jumlah tarsius di Hutan Pelawan ini. Hal tersebut karena penelitian tarsius memiliki banyak kendala, yakni sulitnya menemukan tarsius dan eksplorasi hutan yang biayanya tidak sedikit. 

Tarsius yang ada di Pulau Bangka, termasuk di hutan Pelawan ini, bernama Tarsius bangkanus. Ini adalah satu dari tiga jenis tarsius yang ada di dunia, yakni Tarsius tersier di Sulawesi, dan satu jenis lagi di Filipina. ed: Nina Chaerani

 

Tips Berburu Foto Tarsius

Bukan hanya Syahputra yang hobi berburu foto tarsius di hutan Pelawan, Kabupaten Bangka Tengah. Banyak pemburu foto yang ingin mengabadikan primata terkecil di dunia dan sangat langka itu di sana. 

Menurut Syahputra, salah fotografer itu adalah rekannya yang berasal dari Hong Kong belum lama ini. Beruntung, dia berhasil mengabadikan tarsius di sana. 

Karena itu, Syahputra mengatakan Hutan Pelawan bisa menjadi destinasi wisata bagi para fotografer yang mencintai tema alam. Namun, karena sulitnya mengambil gambar tarsius, perlu ada tips dan trik. Syahputra memberi saran kepada para fotografer tersebut. Di antaranya yaitu:

1.       Senter

Senter diperlukan karena untuk menemukan tarsius biasanya di malam hari. 

2.       Warga lokal

Warga lokal banyak yang berprofesi sebagai pemburu benapun, atau hewan sejenis kelinci di Hutan Pelawan. Sehingga, mereka kerap bertemu dengan tarsius dan mengetahui jejak-jejaknya di hutan.

Lempah Kuning Nanas Kepala Mayong

Kabupaten Bangka Tengah memiliki masakan khas bernama lempah kuning nanas kepala mayong. Makanan ini seperti gulai tetapi tanpa memakai santan.

Rasanya asam, manis, dan juga pedas. Makanan ini menjadi segar karena terdapat potongan nanas kecil-kecil. Harganya paling rendah Rp 60 ribu per porsi dengan tambahan nasi dan lalap-lalapan.

Lempah kuning nanas kepala mayong ini bisa didapatkan di beberapa rumah makan di Bangka Tengah. Salah satunya Warung Yuli di Jalan Raya Desa Dul. 

Pemilik Warung Yuli, Arian Danil (48 tahun), bahan dasar masakan ini adalah ikan mayong segar. Sedangkan, untuk bumbu kuahnya adalah air, kunyit, bawang merah, bawang putih, kemiri, laos, lengkuas, nanas, dan cabai kecil. Tetapi jangan asal dicampur, yang masak harus tahu takarannya per bumbunya. Kalau tidak, nanti rasanya amis, kata Arian, Jumat (21/10).

Restoran ini kerap dikunjungi oleh pejabat-pejabat, baik tingkat provinsi maupun pusat yang sedang berkunjung ke Bangka Tengah. Selain itu, artis-artis dari Jakarta juga kerap menyambangi restoran ini. Kemarin ada ustaz terkenal dari Jakarta yang mantan artis itu, Harry Moekti, makan di sini, kata Arian.  ed: Nina Chaerani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement