Jumat 28 Oct 2016 15:00 WIB

Memaknai Sumpah Pemuda di Era Digital

Red:

"Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia."

Begitulah bunyi Sumpah Pemuda yang berkumandang 28 Oktober 1928 silam. Sumpah Pemuda sekaligus menjadi momen tonggak utama berdirinya negara Indonesia.

Tidak terasa, 78 tahun sudah Sumpah Pemuda berikrar. Dulu, pemuda dan pemudi Indonesia tertatih-tatih menegakkan kemerdekaan. Mengeluarkan darah berjuang merebut kembali Tanah Air dari tangan penjajah, bahkan rela berkorban nyawa.

Anak muda Indonesia pun kini hidup di era digital, di masa tak ada lagi sekat antara ruang dan waktu. Dengan berbagai perubahan yang terjadi, apakah Sumpah Pemuda masih melekat di tengah generasi digital?

***

Hadi Wenas

CEO Mataharimall

"Saya bergetar mendengar akan diwawancara soal Sumpah Pemuda," ungkap Chief Executive Officer (CEO) Mataharimall.com Hadi Wenas. Bagi Hadi, Sumpah Pemuda memiliki makna sangat besar.

Mungkin di era teknologi persatuan menjadi lebih mudah ditemui. Yang sering terjadi, perbedaan pendapat kadang kala justru menimbulkan perpecahan.

Generasi muda, menurut Hadi, harus kembali lagi mengingat janji para pemuda di masa dulu. Sebab, isi dari sumpah akan terus mengingatkan anak muda untuk bersatu dan berkontribusi terhadap negara.

Bahkan, di era digital, makna Sumpah Pemuda jauh lebih penting dari sebelumnya. Perkembangan teknologi justru membantu anak muda lebih mudah berkontribusi terhadap negara.

Banyak cara bisa dilakukan dengan teknologi, seperti meluncurkan solusi dalam memperbaiki kualitas hidup sehari-hari. Atau menciptakan terobosan baru yang dapat mengakselerasi produktivitas.

Sebagai pemilik salah satu e-commerce besar di Indonesia, Hadi juga kerap diundang sebagai pembicara di dalam dan luar negeri. Pengalamannya di industri digital memang memberikan banyak kesempatan mengharumkan nama bangsa.

Itu sebabnya Hadi selalu membuat tagar #IndonesiaBangga dalam setiap kesempatan hadir sebagai pembicara. "Indonesia mampu menjadi negara yang berdaulat," ujar Hadi.

Mataharimall merupakan perusahaan dagang daring dengan pemilik, pemimpin, dan manajemen dari orang lokal, bahkan didukung penuh para talenta lokal. Perusahaan memang tetap terbuka dengan dukungan pihak asing, tetapi tidak berarti bergantung secara penuh.

Menurut Hadi, rasa nasionalisme memang diperlukan, tetapi jangan sampai tidak rasional. Misalnya, prinsip pemikiran terbuka perlu ada beriringan dengan kerja keras. Bila Indonesia memang kalah canggih dengan negara lain, tak ada salahnya harus lebih giat dalam menghasilkan karya.

Apabila Sumpah Pemuda dilakukan pada era digital, ketiga sumpah yang dilakukan, menurut Hadi, masih tetap relevan. Bagi generasi muda, bisa memulai perjuangan dengan menggunakan teknologi untuk belajar dan berkarya sejak dini. "Kita beruntung hidup di masa sekarang, kesempatan mewujudkan cita-cita jadi lebih mudah dengan bantuan teknologi," jelas Hadi.

Arip Tirta

CEO Urbanindo.com

Dari sudut pandang seorang technopreneur Arip Tirta, Sumpah Pemuda bermakna penting dalam membangun negara. "Pemuda dan pemudi merupakan tulang punggung negara, kewajiban kita membangun negara," ungkapnya.

Perkembangan teknologi harus dimanfaatkan secara tepat oleh para generasi muda bangsa. Selama 15 tahun tinggal di Silicon Valley, Amerika Serikat (AS), Arip melihat teknologi tidak hanya mengubah cara hidup masyarakat.

Saat memulai platform Urbanindo pada 2011 lalu, Arip bahkan sengaja memilih nama PT Teknologi Kreasi Anak Bangsa. Harapannya, perusahaan bisa dibangun dan dikembangkan oleh anak Indonesia dan untuk Indonesia.

Arip menjelaskan, perusahaan tidak hanya memiliki 100 karyawan talenta dalam negeri. Namun, perusahaan bahkan mampu mendominasi serta bersaing dengan perusahaan asing atau perusahaan lain yang sudah dibeli negara lain.

Bentuk cinta Tanah Air juga dibuktikan Arip dengan membantu banyak technopreneur muda Indonesia. Saat ini, ia aktif memberikan pemahaman tentang usaha rintisan, model bisnis, dan pendanaan pada empat usaha rintisan lokal, yakni Salestock, Goers, Infokes, dan Kakatu.

Arip memberikan pemahaman kepada generasi muda bangsa pelaku usaha rintisan secara rutin. Ia hanya berharap di kemudian hari para technopreneur/ tersebut bisa memperkuat ekosistem dan membagi ilmunya ke sesama technopreneur lain. Tujuannya, tentu membuat teknologi usaha rintisan lokal semakin kuat dan matang.

"Saya percaya, dengan memberikan kembali ilmu yang saya punya akan terus tersampaikan ke generasi berikutnya," kata Arip.

Bila Sumpah Pemuda dilakukan pada era digital, Arip merasa bunyinya akan tetap sama. Sebab, tiga janji tersebut sudah sangat mewakili bangsa dan negara.

Generasi muda sekarang, menurut Arip, hidup di era sangat unik dan menguntungkan. Ledakan teknologi kian dahsyat terhadap kemunculan beragam usaha rintisan.

Suka atau tidak, kata dia, pemuda dan pemudi Indonesia harus terjun langsung membuat perusahaan teknologi. Bangunlah perusahaan dengan cara dan budaya bangsa sendiri.

Irwanto Widyatri

Developer Game Tebak Gambar Group

Hari Sumpah Pemuda juga menjadi perayaan penting bagi seorang developer game. Irwanto Widyatri selaku developer game Tebak Gambar Group memaknai Sumpah Pemuda sebagai pengingat bagi generasi muda untuk mempererat persatuan.

Melalui produk usaha rintisan, salah satunya game, akan ikut juga mengembangkan perekonomian di Indonesia. "Kami rutin membuat kampanye digital melalui perayaan hari besar nasional," ujar Irwanto.

Beberapa waktu lalu Tebak Gambar juga membuat permainan khusus perayaan Hari Kemerdekaan RI. Tujuan pembuatan permainan adalah untuk memperingati hari besar nasional.

Namun, selain itu, ada pula harapan untuk membuat generasi muda mengingat kembali sejarah nasional. Dalam industri game, tim Tebak Gambar juga selalu membawa visi dan misi guna menggerakkan kreativitas para pelaku game lokal.

Menjalin kerja sama dengan pihak luar boleh saja, tetapi harus lebih terkonsep dan efektif, misalnya dengan melakukan riset pasar terlebih dahulu secara mendalam. Menurut Irwanto, bentuk "penjajahan digital" memang tak bisa dihindari. Misalnya, gempuran produk asing dalam bentuk teknologi masuk ke Indonesia tanpa henti.

Sebagai generasi penerus bangsa, kita tentu tidak bisa diam saja. "Kalau ada yang mencoba mengambil hak kita, lawan dengan karya," jelas Irwanto.

Menurut dia, bila ada yang mencoba membuat pertahanan kita sebagai bangsa goyah, pukul dengan semangat. Ketika ada yang mencoba menghancurkan masa depan, maka kita bisa membunuh para penjajah dengan kerja keras.       Oleh Nora Azizah, ed: Setyanavidita Livikacansera 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement