Selasa 20 Sep 2016 12:23 WIB
Karate

Merasa Dicurangi, Karate DKI Jakarta Ancam Mundur dari PON XIX

Rep: Anggoro Pramudya/ Red: Israr Itah
Karateka Jakarta Caesar George Isac (Biru) saat bertanding melawan Karateka Jawa Timur Umar Syarief pada final Kumite Individual Putra +84 Kg Senior PON XIX Jabar di Sabuga ITB, Minggu (18/9). (Republika/ Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Karateka Jakarta Caesar George Isac (Biru) saat bertanding melawan Karateka Jawa Timur Umar Syarief pada final Kumite Individual Putra +84 Kg Senior PON XIX Jabar di Sabuga ITB, Minggu (18/9). (Republika/ Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Beberapa cabang olahraga (cabor) di Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 mengancam mundur. Setelah memilih walk-out di cabor judo dari kelas kata beregu putra-putri, kontingen DKI lagi-lagi mengancam tidak akan ikut pada pertandingan karate yang digelar di Sasana Budaya Ganesa (Sabuga), Tamansari, Bandung pada Selasa (19/9).

Berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (20/9) Ketua Pengurus Provinsi Federasi Olahraga Karate Indonesia (Forki) Dody Rahmadi Amar melancarkan protes keras terkait penyedian wasit dan juri yang bertugas dalam pertandingan dengan menggunakan sistem teknologi komputer.

Keterangan tersebut dipertegas dengan mengancam bahwa DKI Jakarta akan walkout dari PPN XIX Jabar jika panitia penyelenggara dan Panitia Besar (PB PON) mengabaikan surat protes yang dilayangkan kepada mereka.

Kebijakan PB Federasi Olahraga Karate-do Indonesia (PB Forki) atas aturan sepihak di gelaran PON yang meliputi penerapan drawing berbasis komputerisasi serta pemberian wild card pada pengprov dianggap merugikan beberapa pengprov lain.

"Kebijakan yang diambil oleh PB Forki jelas 'kabur' dari hasil Rakornas PB Forki 2015 yang menyebut adanya batas umur dan pengundian manual untuk PON kali ini," kata Dody.

Dengan adanya kebijakan baru pada 2015, maka turunnya atlet yang berusia di atas 30 tahun dinilai merusak proses regenerasi atlet-atlet junior. DKI tampaknya merujuk pada karateka asal Jawa Timur Umar Syarief yang masih tampil dan mengalahkan karateka DKI George Isac pada final kumite individual putra +84 Kg. Padahal Umar sudah menginjak usia 40 tahun.

Sedangkan undian elektronik mengesampingkan asas keadilan karena saat diujicoba pada KSAD Cup beberapa waktu lalu hasilnya berantakan, sehingga membuat undian manual adalah pilihan paling baik.

Dalam surat resmi yang ditembuskan kepada Keua Umum PB FORKI, Ketua Umum PB PON, Gubernur DKI Jakarta, Ketua Umum KONI Pusat dan Ketua Umum FORKI DKI Jakarta, terdapat tiga poin penting. Pertama, meminta mengganti sistem penyediaan pengundian wasit dan juri.

Kedua, memohon anggota dewan wasit dari Jabar untuk tidak ditempatkan pada Tatami Manajer (TM). Kemudian meminta agar pada saat alet DKI bertandingan para wasit dari tuan rumah tidak menggunakan wasit tuan rumah supaya tidak menimbulkan ketidakobyektifan saat pertandingan berlangsung.

Lebih lanjut, Dody mengatakan bahwa sejumlah Pengprov Forki lain juga mengajukan keberatan serupa, seperti Maluku, Sulawesi Selatan, Papua, dan Banten.

"Kami kesal. Kami merasa dicurangi sejak awal, bahkan sejak Pra PON. Hal ini seperti sudah disetting semua oleh tuan rumah. Karena itu jika belum ada tangapan dari panpel maupun PB PON, maka kami akan walk-out dari gelaran tersebut," tegasnya.

Sebelumnya, tim kontingen judo DKI Jakarta juga mengundurkan diri dari PON XIX. Tim judo DKI mundur pada hari terakhir yang mempertandingkan nomor beregu putra dan putri di GOR Saparua, Bandung, Senin (19/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement