Bencana Akibat Reklamasi Jadi Beban Pemerintah Mendatang

Senin , 19 Sep 2016, 17:33 WIB
Suasana pulau C dan D Reklamasi di pantai Utara Jakarta, Rabu (11/5)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Suasana pulau C dan D Reklamasi di pantai Utara Jakarta, Rabu (11/5)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR Hermanto mengatakan, negara akan mengeluarkan anggaran secara periodik untuk membiayai bencana lingkungan yang akan timbul dikemudian hari akibat kebijakan melanjutkan kembali proyek reklamasi Teluk Jakarta khususnya pulau G. Ini akan menjadi beban Pemerintah mendatang.

"Anggaran itu setidaknya dikeluarkan untuk banjir yang lebih besar di Jakarta, merestorasi ekosistem laut yang rusak dan memfasilitasi nelayan yang dirugikan karena berkurangnya akses dan lahan tangkap," kata dia melalui siaran pers, Senin (19/9).

Hermanto menanggapi langkah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, Luhut Binsar Panjaitan yang akan melanjutkan kembali proyek reklamasi Teluk Jakarta khususnya pulau G. Menurut dia, jika negara mengeluarkan anggaran, lanjutnya, itu berarti  yang dipakai adalah uang rakyat. Jika rakyat tidak rela uangnya dipakai untuk membiayai bencana akibat ulah korporat maka rakyat harus menentang kebijakan reklamasi.

Kerusakan lingkungan dan bencana banjir yang lebih besar akan menyengsarakan warga Jakarta dalam jangka panjang. Dan negara akan terus mengeluarkan anggaran untuk menanggulangi dampak dari kerusakan lingkungan dan bencana banjir tersebut. "Rakyat dan negara dirugikan, sementara korporat yang mendapatkan untung. Nilai propertinya di pulau reklamasi semakin lama semakin meningkat," kata dia.

Hermanto meminta Luhut agar menghormati lembaga yudikatif. Majelis Hakim PTUN 31 Mei 2016 lalu mengabulkan gugatan nelayan dan mencabut keputusan Gubernur Daerah Provinsi Ibu kota DKI Jakarta Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi Pulau G. "Kalau ijin pelaksanaan reklamasi sudah dicabut, namun jalan terus, maka reklamasi itu ilegal," ucap legislator dapil Sumatera Barat ini.

Sumber : pemberitaan DPR