Senin 19 Sep 2016 17:00 WIB

Mozaik- Sang Jawara Humor Nasruddin Khodja

Red:

Sebagian besar penduduk Bumi mungkin sudah pernah mendengar atau membaca kisah-kisah humor sufinya. Namun, banyak dari mereka tidak ''ngeh'' bahwa cerita itu bersumber dari seorang tokoh Muslim bernama Nasruddin Khodja.

Nasruddin Khodja yang dikenal pula sebagai Mullah Nasruddin atau Nasruddin merupakan seorang cendekiawan yang sangat dikenal, baik oleh Muslim maupun non-Muslim. Beberapa sumber sejarah menyebut, dia hidup pada abad ke-13 di Anatolia, Turki.

Khodja dikenal dengan leluconnya yang tersebar hingga berbagai belahan dunia. Tak sekadar mengundang tawa, leluconnya juga penuh makna filosofis dan memacu orang untuk berpikir. Leluconnya tak jarang mengandung satire yang ditujukan kepada pemerintah saat itu.

Di masa hidupnya, Khodja sangat terkenal di wilayah Timur Tengah. Karya-karyanya dapat dilihat pada sebuah naskah yang ditulis pada abad ke-15 (1480). Anekdot lain dari Khodja tertulis dalam buku cerita berbahasa Turki berjudul Leta'if. Namun, dalam buku yang ditulis pada 1531 ini tak ada identitas penulis sebenarnya yang berkaitan dengan Nasruddin Khodja.

Pada abad selanjutnya, seorang mufti dari Sivrihisar, Husyein Efendi, menulis buku berjudul Mecmua i Maarif. Dalam buku ini tertulis, Khodja lahir pada 1208 di Desa Hortu, wilayah Sivrihisar, Turki, dan wafat pada 1284 di Aksehir, Turki.

Khodja menempuh pendidikan di Sivrihisar dan Konya. Dia belajar fikih, kemudian bertemu dengan Maulana Jalaludin Rumi di Konya. Darinya, Khodja belajar tasawuf. Selain Rumi, Khodja juga berguru kepada Sayyid Mahmud Hayrani.

Pada suatu masa, Khodja hijrah ke Aksehir dan menikah. Di kota ini, ia menjadi seorang imam dan hakim. Di kota ini pula, kisah-kisah humornya makin berkembang dan dikenal oleh setiap lapisan masyarakat. Humornya tak hanya bernilai tinggi, tetapi juga memiliki komentar cerdas.

Ada dua fakta yang berbeda mengenai keberadaan Khodja. Dokumen milik Sayyid Mahmud Hayrani menyebut Khodja hidup pada 1257, sementara dokumen milik Sultan Haji Ibrahim menyebut Khodja hidup antara 1266-1267.

Namun, berdasarkan bukti-bukti yang ada, ia diyakini hidup pada abad ke-13. Makamnya berada di Kota Aksehir, dekat Konya, Turki. Sebuah batu makam di permakaman Maulana Jalaludin Rumi tertulis Nasruddin putri Fatima. Dia meninggal pada 1326. Apa yang tertulis pada batu makam itu memperkuat dugaan bahwa Khodja hidup pada akhir abad ke-13 di sekitar Konya.

Tak hanya di Timur Tengah, cerita-cerita lucunya juga tersebar dari Turki, Afrika, dan sepanjang Jalur Sutra yang membentang dari Cina, India, hingga Eropa. Selama 700 tahun, kisah-kisah humornya tersebar di berbagai wilayah dan membuat banyak orang terhibur.

Khodja dikenal dengan berbagai nama. Di Turki, dia dikenal sebagai Nasreddin Hoca, masyarakat Kazakhstan mengenalnya sebagai Koja Nasreddin, di Yunani dipanggil sebagai Hoja Nasreddin, sementara di Azerbaijan, Afghanistan, Iran, dan Timur Tengah Khodja dikenal sebagai Juha. Bahkan, UNESCO pun mengapresiasi karya-karya Khodja dengan menjadikan tahun 1996 sebagai Nasreddin Hoca Year.

Humor-humor ala Khodja kemudian berkembang menjadi bagian dari sastra. Di Turki, leluconnya masuk dalam jenis prosa. Tak hanya tersebar di berbagai negara, karya Khodja juga diterjemahkan ke berbagai bahasa, di antaranya bahasa Albania, Arab, Azeri, Bengali, Bosnia, Hindi, Pashto, Persia, Serbia, Urdu, Kroasia, Kaukasia, dan Cina.

Karena penerjemahan itu, karya Khodja pun mengalami penambahan narasi, khususnya versi bahasa Arab dan Persia, tetapi masih mengikuti tradisi Turki. Karya Khodja semakin populer pada masa Kesultanan Turki Utsmani.

Humor satire Khodja tidak dianggap sebagai pelanggaran di masa kontemporer. Karyanya dianggap sebagai rasa humor yang dinyatakan secara langsung dan terbuka. Saat itu belum ada aturan baku sastra terkait isi dan bentuk. Kala itu, hanya dengan mendengar nama Khodja saja sudah membuat orang Turki terpingkal-terpingkal.

Modifikasi

Cerita Khodja pun semakin berkembang dan mengalami modifikasi baik karakter, narasi dan temanya. Humor-humor ciptaan Khodja kemudian disesuaikan dengan budaya di setiap daerah.

Di wilayah Asia dan Afrika, humor-humor itu menyebar dengan cara berbeda. Anekdot Khodja menyebar melalui warung kopi dan tenda karavan. Memasuki era modern, radio ikut menyebarluaskan lelucon Khodja.

Ada lelucon yang berisikan pesan moral, ada pula yang mengandung mistik. Namun, ada pula leluconnnya yang bernuansa satire untuk melawan penguasa tirani di masa itu.

Di wilayah Timur Tengah, Khodja merupakan simbol komedi sarkastis, ironis, dan satire. Perasaan dan semangat untuk memberontak yang ada di benak masyarakat dia tuangkan dalam banyak humornya.

Selain mengandung kritik moral dan sosial terhadap egoisme penguasa, sejumlah karya Khodja juga mengandung nilai-nilai tasawuf, bahkan digunakan sebagai materi untuk mengajar oleh para pengikut tarekat sufi.     rep: Ratna Ajeng Tejomukti, ed: Wachidah Handasah

***

Ulama yang Sederhana

Kisah-kisah humor Nasruddin Khodja sudah dikenal di seluruh dunia. Di Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat, film tentang Khodja telah diproduksi. Di Beijing sebuah buku cerita rakyat ditulis dengan bahasa Cina dan Inggris.

Bahkan sebuah laporan konferensi energi alam tentang batu karang disusun menggunakan kisah-kisah sang Mullah untuk menggambarkan fenomena ilmiah yang sulit dipahami dengan istilah teknis. Kesimpulan logikanya pun digunakan pesantren di Timur Tengah sebagai bahan ajar.

Konon, Nasruddin Khodja mirip Abu Nawas. Hanya saja, perbedaan besar antara keduanya adalah Abu Nawas merupakan penyair yang kurang taat beragama. Dia dikenal sebagai pemabuk dan suka berfoya-foya. Abu Nawas baru mendalami agama pada masa tua.

Di balik kepiawaiannya menulis kisah-kisah humor, Khodja adalah seorang ulama, guru agama, dan hakim yang sederhana, bahkan hidup dalam kemiskinan.

Karya Khodja bersifat universal dan menggambarkan manusia apa adanya lengkap dengan kelemahannya. Melalui humor-humornya, ia kerap menyindir penguasa yang lalim, hakim, koruptor, ketamakan, kekikiran, bahkan diri sendirinya pun menjadi objek humor.

Meski banyak orang menyukai humor Khodja, Pemerintah Mesir menganggap humor Khodja sebagai ancaman. Di bawah tekanan asing, Pemerintah Mesir pernah melarang pertunjukan drama kisah Nasruddin Khoda berjudul ''Paku Nasruddin''.

Kisah drama ini ternyata menyindir Pemerintah Inggris dan Prancis terkait masalah Terusan Suez. Pertunjukan ini sedianya dipentaskan di Gedung Teater Nasional Mesir pada 1950. Namun, setelah melalui sensor ketat, drama tersebut akhirnya dipentaskan setahun kemudian dan mendapat sambutan luar biasa.   ed: Wachidah Handasah

***

Sebuah Karya Khodja

Pernah membaca atau mendengar cerita humor karya Nasruddin Khodja? Jika belum, cobalah simak salah satu humornya yang berjudul ''Kamu tak Bisa Menyenangkan Semua Orang''  di bawah ini.

Khodja berjalan dengan anaknya ke sebuah desa. Mereka mengendarai keledai. Lalu, bertemulah mereka dengan dua wanita di jalan dan kedua wanita itu pun berkata pada Khodja dan anaknya. "Anak muda yang kuat naik keledai sementara ayahnya yang sudah tua justru berjalan kaki. Tega sekali,'' kata sang wanita.

Sang anak pun mengajak ayahnya untuk naik keledai, dan anaknya lalu turun menuntun keledai yang ditunggangi Khodja. Datanglah dua orang tua, lalu berkata pada Khodja dan anaknya. "Hai, Orang Tua, tulang Anda sudah tua dan layu, selangkah lagi Anda dikubur. Tapi anak muda ini haruskah berjalan dan menjadi layu?"

Khodja kemudian menarik anaknya dan menunggangi keledai itu berdua. Mereka kemudian berjalan di bawah terik matahari hingga bertemu dengan sekelompok orang yang sedang berkerumun di jalan. Kelompok orang itu berkomentar kepada Khodja dan anaknya, "Kejam sekali, kasihan hewan itu. Terlalu berat untuk menanggung beban dua orang. Binatang itu pasti akan mati. Lihatlah siapa yang naik, dan ternyata Khodja."

Khodja dan anaknya pun kemudian turun dan sama-sama menuntun keledai itu. Namun, ada dua orang berkomentar kembali dan menghina Khodja sebagai orang yang bodoh karena membiarkan keledai berjalan tanpa beban dan hanya dituntun tanpa memberikan manfaat.

Khodja pun bicara pada anaknya, lihatlah kapan kita akan lepas dari lidah orang lain. Akan selalu ada seseorang tidak senang dengan perbuatan Anda. Jadi bekerjalah hanya untuk menyenangkan Allah.   ed: Wachidah Handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement