Kamis 25 Aug 2016 15:00 WIB

Ferdiansyah, Wakil Ketua DPR Komisi X: Harus Fokus pada Cabang Olahraga Unggulan

Red:

Melihat hasil Olimpiade 2016, bagaimana semestinya persiapan menuju berbagai gelaran olahraga internasional mendatang?

Jadi, yang pertama dibutuhkan ketegasan dari pemerintah untuk menetapkan cabang-cabang olahraga dan nomor yang dipertandingkan di Sea Games, Asian Games, dan Olimpiade kalau kita ingin berbicara prestasi. Artinya, yang kami sampaikan harus fokus pada cabang dan nomor yang memang bisa dikalkulasi dapat medali.

Yang kedua, pemerintah juga harus membuat unit cost yang diperlukan untuk setiap cabang olahraga atau nomor yang diperkirakan mendapat medali. Nah, berbeda antara Sea Games, Asian Games, dan Olimpiade. Secara logikanya Olimpiade pasti paling besar biayanya, Asian Games paling kecil, dan Sea Games, ya, lebih kecil lagi. Mengapa ini kami utarakan? Supaya tidak salah-menyalahkan di antara para pelaku olahraga.

Apa maksudnya dengan saling menyalahkan ini?

Pemerintah juga harus tegas supaya jangan banyak lagi terjadi dualisme kepengurusan cabang olahraga. Ini jangan sampai makin banyak. Kalau makin banyak, ya makin sulit untuk pembinaan prestasi.

Oleh karena itu, kembali lagi diminta ketegasan.

Menpora supaya mencegah agar tidak lagi terjadi dualisme di cabang-cabang olahraga. Kaitannya dengan pembinaan prestasi, pemerintah juga harus mulai melihat kembali dengan waktu yang sempit dan harus disadari apa yang dilakukan sekarang berbuahnya empat atau lima tahun mendatang.

Bagaimana soal metode perekrutan atlet ke depannya?

Makanya, harus didirikan kembali sumber rekrutmen calon atlet dari pendidikan dan masyarakat. Masyarakat ini yang kami anggap kurang adalah dari keluarga.

Dulu kita pernah dengar atlet John D Item dari keluarga Item, Elvira Nasution dari keluarga Radja Nasution. Menurut kami, pemerintah tidak coba memantau kelompok keluarga yang memang sangat concern dalam dunia olahraga. Regenerasi bisa diperoleh dari situ.

Yang juga harus menjadi perhatian dari pemerintah adalah fokus pembinaan yang berjenjang. Satu, memang dia nanti dari SMP, SMU itu harus dipantau. Yang sekarang terjadi itu kesannya sporadis.

Selain itu, yang juga harus dijaga adalah kontinuitas pertandingan. Masyarakat melalui klub-klub olahraga. Misalnya, Tontowi Ahmad berasal dari klub PB Djarum, ya pemerintah harus memberi penghargaan ke klubnya juga. Jangan kita larut hanya atletnya. Kan ini satu kesatuan.

Apakah acuan atlet yang layak masuk pelatnas berdasarkan prestasi yang diraih di level internasional sudah dinilai tepat?

Ya, maka itu dalam menilai kepantasan seorang atlet untuk masuk pelatnas harus tim yang objektif. Di sini juga harus jangan terlalu banyak campur tangan orang-orang yang tidak punya kompetensi. Karena, nanti ada saling menitip atlet.

Ada kritik terkait langkah yang harus diambil Satlak Prima dan pemerintah dalam persiapan atlet menuju gelaran mendatang?

Jadi, intinya perlu koordinasi dan komunikasi yang lebih baik di antara pemerintah, KOI, KONI, dan Satlak Prima, dan induk cabang olahraga supaya dalam pelaksanaan pelatnas ini tidak terjadi yang tidak dinginkan.

Menurut Anda, bagaimana solusi terbaik untuk atlet-atlet Indonesia nanti menuju tiga gelaran internasional ini?

Solusi terbaiknya, ya, pembinaan prestasi dapat dipantau dari usia muda. Makanya, tadi saya bicara, komunikasi antara cabang induk olahraga, KOI, KONI, dan pemerintah harus baik. Caranya pembinaan prestasi dari awal dimulai dari tingkat pelajar sampai nanti jadi atlet.      Oleh Noer Qomariah Kusumawardhani, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement