Senin 15 Aug 2016 17:00 WIB

Jatuh Bangun Nahdlatul Wathan

Red:

Pekan lalu, mulai Ahad (7/8) hingga Selasa (9/8), Nahdlatul Wathan sukses menggelar muktamar ke-13. Bertempat di Pondok Pesantren Nurul Haramain, Lombok Barat, perhelatan akbar ini mengangkat tema "Iman Takwa Hubbul Wathan untuk Indonesia Maju dan Berkah." 

Nahdlatul Wathan (NW) berasal dari kata bahasa Arab yang terdiri dari kata nahdlah artinya kebangkitan dan al-wathan bermakna tanah air. Berdiri pada awal abad ke-20, organisasi ini berperan besar dalam memajukan Nusa Tenggara Barat dan sekitarnya.  

Saipul Hamdi dalam Nahdlatul Wathan di Era Reformasi: Agama, Konflik Komunal dan Peta Rekonsiliasi menjelaskan, organisasi NW didirikan oleh putra asli Sasak, yaitu Tuan Guru Zainuddin Abdul Madjid pada 1 Maret 1953 di Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Tuan Guru Haji Zainuddin merupakan salah seorang tokoh sufi yang karismatik.

Nama organisasi ini diambil dari penggalan nama madrasah yang telah didirikan oleh Tuan Guru Zainuddin pada 1937, yaitu Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Madrasah As-Saulatiyyah Makkah dan kembali ke tanah air (Indonesia), pada 1934 M, Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Pondok Pesantren Al-Mujahidin.

Berselang tiga tahun setelah itu, yakni pada 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus 1937 M, beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) yang secara khusus menerima murid dari kalangan laki-laki.

Lalu pada 15 Rabi'ul Akhir 1362 H/21 April 1943 M, beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) yang khusus menerima murid dari kalangan perempuan.

Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama yang berdiri di Pulau Lombok dan merupakan cikal bakal berdirinya semua madrasah yang bernaung di bawah Nahdlatul Wathan.

Mengutip laman resmi NW, pada zaman penjajahan, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan Madrasah NWDI dan NBDI sebagai pusat pergerakan kemerdekaan.

Bersama guru-guru madrasah NWDI dan NBDI, Tuan Guru membentuk gerakan yang diberi nama "Gerakan Al-Mujahidin", yang tujuan utamanya untuk membela tanah air dan merebut kemerdekaan dari rongrongan penjajah di masa itu.

Perkembangan madrasah-madrasah yang merupakan cabang dari NWDI dan NBDI cukup pesat. Pada 1952 M tercatat sebanyak 66 madrasah telah didirikan oleh para alumni NWDI dan NBDI yang tersebar di berbagai daerah.

Untuk lebih memudahkan dalam koordinasi, pembinaan, dan pengembangan madrasah-madrasah cabang tersebut, pada 15 Jumadil Akhir 1372 H/1 Maret 1953 M, Tuan Guru mendirikan organisasi NW yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan dakwah.

Hingga 1997 tercatat sebanyak 647 lembaga pendidikan telah didirikan, mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Begitu pula dengan lembaga sosial dan dakwah yang berada di bawah naungan organisasi NW telah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Data termutakhir 2016 mencatat lebih dari 1.000 madrasah yang berada di bawah naungan NW.

 

Perpecahan

Namun, sayang, NW pernah mengalami perpecahan dan konflik komunal setelah Tuan Guru Zainuddin wafat pada 1997. Sebenarnya, jauh sebelum Tuan Guru Zainuddin wafat, benih-benih perpecahan telah muncul di tubuh NW dan semakin tajam ketika beliau wafat dan diperparah dengan kondisi politik pasca-Reformasi.

Munculnya konflik ini oleh karena dualisme kepemimpinan di tubuh NW yang melibatkan kedua putri beliau, yaitu Ummi Rauhun (RI) dan Ummi Raihanun (R2).

Mereka bersaing memperebutkan posisi sebagai pemimpin NW yang baru menggantikan TGKH Zainuddin yang telah wafat. Konflik mengalami puncak pada muktamar NW ke-10 1998 di Praya, Lombok Tengah.

Saipul Hamdi dalam Nahdlatul Wathan di Era Reformasi: Agama, Konflik Komunal dan Peta Rekonsiliasi menjelaskan, hasil muktamar menunjukkan bahwa salah satu kubu memenangi pemilihan sebagai ketua umum Pengurus Besar (PB) NW untuk lima tahun ke depan.

Kemenangan ini tidak diterima oleh kubu yang lain karena dianggap tidak sah dan melanggar aturan organisasi. Hasil muktamar ke-10 melahirkan pro-kontra di kalangan elite-elite NW sehingga berdampak pada konflik dan kekerasan antara pendukung kedua kubu.

Perpecahan dan konflik semakin tajam antara kedua kubu pasca-Muktamar ke-10 NW. Kekerasan antara masing-masing penduduk tidak bisa dihindari dan memaksa salah satu kubu yang mengklaim sebagai pemenang pada muktamar ke-10 harus pindah dari Desa Pancor (pusat organisasi NW). Mereka pindah ke Desa Kalijaga 1999 dan kemudian pindah lagi ke Desa Anjani pada 2001.

Kubu ini menjadikan Desa Anjani sebagai pusat organisasi untuk menjalankan kegiatan pendidikan, sosial, dan dakwah. Sedangkan, kubu kontra hasil muktamar ke-10 tetap melanjutkan kepemimpinan sebelumnya.

Karena tidak ada ruang untuk menyelesaikan konflik dan perpecahan, kubu ini kemudian melakukan muktamar yang dikenal dengan Mukatamar Reformasi dan kepengurusannya tetap berpusat di Pancor.

Kepengurusan ganda di dalam organisasi NW tidak membuat konflik semakin surut, bahkan terus meluas ke desa-desa yang merupakan basis massa kedua kubu NW. Konflik yang melibatkan keluarga dan elite-elite NW berubah menjadi konflik sosial yang melibatkan jamaah NW secara keseluruhan.

Perpecahan dan konflik internal antarjamaah NW terus mengalami eskalasi. Sepanjang 1998-2002 berbagai tragedi dan peristiwa kemanusiaan terjadi di komunitas NW, seperti pengrusakan dan pembakaran rumah.

Massa kedua kubu tak henti-hentinya saling membalas menyerang. Situasi tidak terkontrol dan sangat mencekam selama periode tersebut. Meskipun kekerasan fisik mulai berkurang sejak tahun 2002, perpecahan NW secara struktural masih terjadi hingga sekarang.

Rekonsiliasi yang terus diupayakan oleh kaum intelektual NW belum menunjukkan hasil yang maksimal. Keterlibatan elite-elite NW dalam kancah politik lokal dan nasional serta afiliasi NW ke partai politik membawa kepada sebuah asumsi tentang adanya faktor politik yang ikut memberikan kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung atas dinamika konflik.ed: nashih nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement