Senin 01 Aug 2016 08:00 WIB
Musik Metal Vs Orde Baru

Setiawan Djodi: Metallica, Kantata Takwa, dan Islam Suara Revolusioner

Setiawan Djody
Foto:
Setiawan Djodi saat berbincang dengan wartawan Republika

16. Menarik bagaimana Kantata Takwa mencoba merebut Islam untuk menyuarakan perubahan, mengingat saat dekade 1980-an hubungan pemerintah dan Islam sedang tidak harmonis karena kasus Talangsari dan Tanjung Priok. Bagaimana tanggapan Anda?

(Melalui Kantata) saya ingin mengembalikan (meluruskan) tuduhan-tuduhan yang tidak sesuai kepada Islam. Semua bisa diperbaiki. Tidak seolah-olah Islam seperti itu (radikal).

Ya karena agama Islam buat saya lahir memang untuk memberi kepastian hukum. Kalau orang nyolong, dipotong tangannya. Nabi Muhammad karena hidup pada zaman jahiliyah, beliau mengajarkan kepada umatnya harus menjadi pemimpin.

17. Amerika, Jepang, Korea Selatan telah berhasil memanfaatkan pop culture seperti musik sebagai medium kebangkitan. Apakah Indonesia bisa melakukan itu?

Ya, saya berharap kepada pemerintah, kepada Presiden Jokowi. Dia presiden pertama setelah Bung Karno yang memakai bahasa revolusi mental. Ayo kita konsolidasikan itu. Dari individu revolusi mental menjadi kolektivitas revolusi mental, merevolusi  daya pikir untuk menghadirkan human resources value yang baru. Manusia Indonesia yang baru.

Semua kodrat seni bisa membentuk suatu nilai tambah untuk menyuarakan paham human need nature. Setiap hari saya berdoa. Karena doa itu ada nilai. Maka perjuangan Kantata Takwa melalui devotion itu berdoa.

18. Kualitas musik sekarang jauh sekali dibandingkan pada era Swami dan Kantata lahir. Apakah kita masih bisa berharap perubahan dari musik?

Masih, bahkan lebih mudah karena terakomodasi dengan kemajuan teknologi yang sangat revolusioner. Cari saja deh di Youtube Kantata Takwa, Kantata Barrock, semua bisa melihat message-nya.

19. Apa tidak terpikir untuk melakukan gerakan pembaruan dalam musik?

Oh, iya, terpikir. Cuma saya dasarnya harus berdasarkan fakta kejujuran yang terjadi di masyarakat. Harus selektif. Kalau tidak tahu, jangan banyak omong. Sekali buat, wah. Itu benar-benar lho. Kalau you bikin video, yang simple saja deh, enggak mesti art working, asalkan jujur, meledak videonya. Jadi ini perlu (kejujuran).

Saya sekarang lagi mikir, ada lagu Kantata yang mesti kita revitalisasi dengan pandangan baru, mungkin message-nya tetap. Misalkan lagu “Rajawali” atau “Petualang”. Alhamdulillah, semalam baru ngobrol sama Yocky. Kita pun bilang sama Yocky, “Yock, kalau perlu bikinkan cover version (versi baru) "Kesaksian". Sama liriknya, tapi rhythm-nya beda, supaya orang tidak bosan.”

20. Jarang kita punya musisi yang tahu ekonomi, tahu politik, seperti Anda?

Ya saya ini masih belajar terus. Saya itu sebetulnya kepingin dibilang orang autodidak. Saya tidak pernah lulus mahasiswa.

21. Kapan Kantata gelar konser lagi?

Tahun depan sudah ada sepakat, namun saya memang belum ngomong ke kawan-kawan semuanya. Mungkin tahun depan bisa anniversary, ya, hanya Kantata Takwa. Tapi saya harus bicara dulu pada teman-teman saya, apakah masih siap. Mungkin kalau mereka ada yang takut karena keamanan teror bom, ya bikin saja sendiri, siarkan ke TV, lalu dibedah sekalian saya kira malah jutaan orang yang nonton. Iya, kan? Rekaman yang baik jadi tidak perlu fisik lagi (konser). Saya tidak takut bikin konser, enggak tahu masih ada yang nonton, nggak? (Sekitar) 100 atau 1.000 penonton masihlah, ya. Musik kan tidak bisa tua. Yang tua kan musisinya. Makanya, jangan panggil saya "om". Saya ingin buktikan. Hehehe.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement