Rabu 13 Jul 2016 08:54 WIB

Waspada Stress Usai Libur Lebaran

 Usai libur lebaran, kemacetan lalu lintas kembali terjadi di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Senin (27/7).   (Republika/Wihdan)
Usai libur lebaran, kemacetan lalu lintas kembali terjadi di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Senin (27/7). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, BREBES -- Menghabiskan waktu bersama keluarga dan orang-orang terdekat selama libur Lebaran kemarin tentu merupakan hal yang menyenangkan. Hanya saja, usai liburan, jangan sampai terjebak dengan beragam permasalahan yang dapat memicu depresi berkepanjangan.

"Lebaran adalah ritual tahunan, bukan perayaan wajib. Namun, uniknya semua orang senantiasa berjuang mati-matian untuk dapat berlebaran di kampung halaman," ujar dokter Dito Anurogo, Rabu.

Ibarat pesta, kata dokter digital (online) itu, Lebaran memang pantas dirayakan meskipun semua orang tahu bahwa pesta pasti berakhir. Akan tetapi, "pesta pora" itu pun seketika menjelma "bencana" bila berjuta problematik menghadang di depan mata, terutama pascamudik Lebaran.

Ia menyebutkan sejumlah permasalahan, antara lain, kehabisan tiket pulang, merasakan macet yang luar biasa, cucian yang menumpuk, banyak tugas kantor yang belum terselesaikan, dan belum bukanya toko atau swalayan di dekat rumah.

Penulis 18 buku tentang kesehatan itu menegaskan bahwa depresi merupakan penyakit multifaktorial yang melibatkan faktor-faktor biologis (termasuk genetika dan biologi molekuler), sosial, dan psikologis.

"Semua faktor ini berkontribusi terhadap perkembangan, derajat keparahan, dan lama tidaknya episode depresif. Selama periode depresi, umumnya penderita melaporkan gejala-gejala pada aspek biopsikososial," ujar dokter yang sedang studi S-2 Ilmu Kedokteran Dasar & Biomedis Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta itu.

Gangguan pada aspek biologis, lanjut Dito, terlihat dari gangguan tidur, perubahan selera makan, dan disharmoni seksualitas bagi yang telah menikah.

Menyinggung gangguan pada aspek psikologis, menurut dia, terdeteksi dari gangguan konsentrasi, mendadak menjadi pelupa, mudah lelah, mudah menyalahkan orang lain, sering berpikir negatif atau berpikir buruk, muncul ide untuk bunuh diri, serta merasa tidak berguna lagi dan masa depan suram.

Oleh karena itu, Dito menekankan perlunya penderita depresi segera berkonsultasi kepada dokter atau psikiater terdekat. Dokter atau psikiater akan melakukan anamnesis (wawancara terstruktur, komprehensif, dan mendetail), pemeriksaan fisik dan psikiatris, pemeriksaan penunjang sesuai indikasi, dan memberikan tata laksana yang sesuai.

(Baca: Awas, 6 Kombinasi Makanan dan Obat Ini Berbahaya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement