Jumat 01 Jul 2016 13:00 WIB

Tulus Abadi, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia: Kasus Vaksin Palsu Kelalaian Pemerintah

Red:

Republika/Tahta Aidilla  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagaimana YLKI memandang polemik temuan vaksin palsu ini secara keseluruhan?

Kondisi yang ada sekarang menunjukkan lalainya pemerintah sebagai pembuat regulasi dan pelaku pengawasan. Peredaran vaksin palsu yang berlangsung selama 13 tahun itu fatal. Ditambah lagi, dengan tertangkapnya salah satu bidan yang masih aktif berpraktik dan terlibat peredaran vaksin palsu.

Pemerintah terlihat hanya melakukan pengawasan di hilir, yakni lewat Dinas Kesehatan. Padahal, Dinas Kesehatan tidak melakukannya secara intensif. Pemerintah bersikeras menjelaskan pengawasan vaksin sudah dioptimalkan. Persoalan vaksin palsu karena kejahatan. Kenyataannya, memang pengawasan harus dibenahi.

Idealnya, sistem pengawasan seperti apa yang mestinya diterapkan pemerintah?

Mengintensifkan peran regulator dan pengawas. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai regulator sebetulnya tidak usah ragu menyiapkan aturan penindakan terhadap pelanggaran dalam distribusi vaksin. Berikan aturan yang mendukung kinerja BPOM sebagai pengawas.

Selama ini, BPOM hanya mengawasi. Mereka pun tak punya tim khusus layaknya intelligent market untuk mengawasi peredaran produk farmasi atau makanan. Saat akan menindak pun tidak bisa karena bukan tupoksinya. Sementara, aparat kepolisian yang melakukan penindakan hanya memberi hukuman percobaan kepada oknum pelaku. BPOM sebagai pengawas harus dikuatkan fungsinya.

Jadi, menurut YLKI, wacana RUU BPOM sebagaimana yang dibahas DPR pada pekan lalu penting diwujudkan?

Perlu. Dulu BPOM pernah akan dibuatkan RUU. Namun, karena terjadi gesekan tupoksi dengan Kemenkes, RUU tidak jadi dilanjutkan. Jika memang ada wacana seperti itu lagi, kami mendukung. Sebab, ini penting untuk memberikan kepastian kepada masyarakat sebagai konsumen makanan dan produk farmasi.

Alternatifnya, jika dikhawatirkan akan tumpang tindih kewenangan, berikan kesempatan kepada BPOM untuk memperkuat tim pengawasan di lapangan. Seperti yang saya katakan tadi, intelligent market.

Sementara, Kemenkes dan jajarannya yang membuat regulasi dan mengawasi dari hulu. Intinya, pengawasan harus efektif sejak dari hulu ke hilir oleh Kemenkes, BPOM, dan aparat kepolisian. Tidak boleh lemah salah satu atau tumpang tindih.

Terkait rumah sakit, klinik, dan fasilitas pelayanan kesehatan yang kini sudah terlibat peredaran vaksin palsu, sanksi apa yang seharusnya dikenakan kepada mereka?

Pertama, tentu publikasi kepada publik secara transparan. Jangan membuat publik berspekulasi sendiri karena banyak orang tua yang waswas akibat kalau anaknya pernah mendapat vaksinasi palsu. Kemenkes perlu sampaikan rumah sakit dan klinik mana saja yang terlibat.

Kedua, ambil tindakan tegas dengan pemberian sanksi cabut izin praktik dokter, bidan, atau operasional rumah sakit dan klinik yang mendistribusikan vaksin palsu. Kedua langkah ini harus diterapkan untuk pengawasan peredaran vaksin ke depannya. Selain memberi efek jera, masyarakat pun akhirnya punya kepastian terhadap sistem peredaran vaksin. Oleh Dian Erika Nugraheny ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement