Rabu 22 Jun 2016 04:56 WIB
Kontroversi Perumus Pancasila

Buku Yamin Mengaburkan Siapa Pengusul Pertama Pancasila (tulisan ke-2)

M Yamin
Foto: Gahetna.nl
M Yamin

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Nasihin Masha 

Buku Yamin Mengaburkan Pengusul Pertama Pancasila Pada 1959, M Yamin menerbitkan buku berjudul Naskah Persiapan UUD 1945 jilid I (815 halaman) – dalam tulisan ini selanjutnya hanya disebut Naskah Persiapan. Pada tahun berikutnya menerbitkan jilid II (848 halaman) dan jilid III (957).

Yamin memang seorang yang sangat produktif. Ia menulis banyak buku. Ia sarjana hukum dan guru besar hukum tata negara. Ia juga seorang sastrawan dan memiliki minat yang sangat besar terhadap sejarah. Imajinasinya tentang keindonesiaan luar biasa. Ia figur kunci Kongres Pemuda yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda.

Ia menulis buku tipis berjudul Sumpah Indonesia Raya, yang berisi tiga sumpah: sumpah di kaki Bukit Siguntang (tahun 683, masa Sriwijaya), sumpah di kaki gunung Penanggungan (1331, masa Majapahit), dan sumpah Indonesia Raya (1928).

Imajinasinya tentang wajah Gajah Mada pernah disentil kolumnis Mahbub Djunaidi. Kita mengenal wajah Gajah Mada yang tak pernah ditemukan kuburnya dan jejak lainnya itu berkat 'jasa' Yamin.

Ia juga menulis buku Tata Negara Majapahit, yang dirancang tujuh jilid (Sapta Parwa), namun hanya bisa diselesaikan empat jilid. Buku ini tak sempat ia selesaikan karena ia wafat, dalam usia 59 tahun, pada 17 Oktober 1962. Ia juga menulis buku berjudul 6.000 Tahun Sang Merah Putih, Gajah Mada, Sejarah Peperangan Dipanegara, dan naskah drama Ken Arok dan Ken Dedes.

Buku Naskah Persiapan adalah buku pertama yang mempublikasikan dokumen sidang BPUPK/PPKI. Penulisan itu bersumber dari dokumen yang di kemudian hari dikenal sebagai Arsip AG Pringgodigdo. Sebagai wakil kepala sekretariat BPUPK, ia menyimpan dokumen-dokumen persidangan. Sidang itu juga menyediakan dua orang stenografer. Selain itu juga ada dokumen dari notulis sidang. Sehingga semua pembicaraan lisan, baik itu pidato

maupun tanggapan dari floor, bisa terekam dengan baik. Bahkan tepuk tangan maupun tertawa juga dicatat.

Ada sejumlah sisi kontroversial dari buku Naskah Persiapan tersebut. Namun yang paling krusial adalah tentang pidato Yamin pada hari pertama, 29 Mei 1945. Dalam buku yang disusunnya sendiri itu, Yamin mencantumkan naskah yang panjang yang disebutnya bersumber dari pidatonya saat itu. Di situ Yamin sudah mengemukakan usulan lima dasar negara dengan urutan: peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.

Uniknya, dalam buku itu pidato Yamin (halaman 87-107) diletakkan sesudah pidato Sukarno (halaman 61-81). Walaupun tetap ditulis bahwa pidato Yamin disampaikan pada 29 Mei dan pidato Sukarno diucapkan pada 1 Juni. Lima dasar usulan Yamin itu mirip dengan usulan Sukarno. Lima dasar usulan Sukarno itu, sesuai urutannya: kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau peri kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan.

Karena buku Yamin itu kita menjadi dikaburkan tentang pengusul pertama Pancasila. Walaupun semua sepakat bahwa nama Pancasila dikemukakan oleh Sukarno pada pidato 1 Juni. Namun isi sila-sila Pancasila antara Yamin dan Sukarno boleh dikatakan sama. Bahkan usulan Yamin lebih dekat dengan rumusan final Pancasila.

Karena itu klaim bahwa Sukarno sebagai penggali Pancasila bisa runtuh jika merujuk pada buku tersebut. Apalagi buku itu diberi kata pengantar oleh Sukarno, dengan tulis tangan pula. Selain itu, hubungan antara Sukarno dan Yamin memang dekat. Ia beberapa kali menjadi menteri di masa Demokrasi Terpimpin.

Saat buku itu terbit ia sedang menjabat sebagai menteri urusan sosial dan budaya. Dan, saat itu tak ada kontroversi sama sekali tentang pidato Yamin. Inilah petikan dari kata pengantar tersebut, yang ejaannya sudah disesuaikan, yang ditulis Bung Karno: “Pembaca dan penelaah buku ini akan menyaksikan bahwa UUD 1945 itu sungguh-sungguh suatu ciptaan nasional, yang dipercik oleh 62 orang putera dan puteri Indonesia...Kumpulan Naskah UUD 1945 ini ialah pula dipergunakan sebagai fondasi bagi amanah Presiden Sekali lagi Res Publica, yang saya ucapkan pada tanggal 22 April 1959 di depan sidang pleno Konstituante di Bandung. Membolak-balik halaman buku sama dengan menggali tambang emas Konstitusi Proklamasi...Karena itu bacalah dan pelajarilah dengan teliti.”

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement