Ahad 19 Jun 2016 07:00 WIB

Pendekar Betawi Bantu Pangeran Diponegoro Lawan Belanda

Pendekar Betawi, Ilustrasi
Foto: IST
Pendekar Betawi, Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Sejak krisis ekonomi, jumlah pengamen di Jakarta makin membengkak. Mereka, yang umumnya para pemuda, mengamen di bus-bus kota, kereta api, lampu merah, restoran, dan dari rumah ke rumah.

Rupanya, yang disebut pengamen sudah ada sejak masa lalu, bahkan pada saat Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen membangun Kota Batavia.

Buktinya, pada 1629, menjelang akhir masa jabatannya yang kedua kalinya sebagai orang nomor satu di Hindia Belanda, Coen telah melarang penduduk Betawi mengamen. "Tidak boleh lagi ada pengamen di Batavia," begitu kira-kira bunyi larangan Coen yang disebarkan secara luas.

Namun, apa pasal 'si Jangkung' (sebutan orang Betawi kepada Jenderal Coen) begitu gusarnya kepada para pengamen, yang mengamen dari rumah ke rumah? Sebab, yang membuat muka orang Belanda merah padam seperti kepiting rebus adalah karena lagu yang dinyanyikannya.

Berani-berani para pengamen ini menyindir kehidupan orang-orang Belanda yang doyan perempuan. Bahkan, sering kali para pengamen ini berani menyebutkan nama-nama mereka.

Namun, tidak diketahui apakah Coen juga kena sindir. Yang jelas, ketika ia banyak dilapori bawahannya, zonder pikir panjang Coen kemudian mengeluarkan larangan mengamen.

"Ini menunjukkan bahwa sejak awal penjajahan terjadi konfrontasi terbuka antara orang Betawi dan penjajah," ujar Drs Ridwan Saidi, budayawan Betawi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement