Jumat 13 May 2016 14:00 WIB

Memanipulasi Anggaran, Presiden Brasil Dimakzulkan

Red:

BRASILIA -- Langkah presiden perempuan pertama Brasil, Dilma Roussef (68 tahun), terhenti, Kamis (12/5). Ia bahkan akan menghadapi persidangan setelah senat memutuskan memakzulkan dirinya dan memaksanya tak lagi menjalankan tugas-tugas kepresidenan.

''Hari ini, kita mencoba mengatasi situasi dengan menyingkirkan pemerintahan yang tak bertanggung jawab. Kita tak punya alternatif,'' kata Senator Blairo Maggi. Pemakzulan Roussef, bekas ekonom dan mantan kepala staf pada masa presiden Brasil Lula da Silva, adalah klimaks dari krisis politik Brasil beberapa bulan terakhir.

Setelah perdebatan panjang selama 20 jam yang berakhir pada Rabu (11/5) tengah malam, melalui pemungutan suara di parlemen, sebanyak 55 dari 81 senator Brasil sepakat memakzulkan Dilma. Ini merupakan langkah lanjutan yang telah dilakukan kongres pada 17 April lalu.

Saat itu, sebanyak 367 suara berbanding 137 menyepakati agar Roussef dimakzulkan. Roussef dituding memanipulasi keuangan negara untuk menutupi terjadinya defisit anggaran yang kian membengkak menjelang Pemilu Presiden 2014.

Pemilu tersebut membawa kandidat dari Partai Pekerja itu menduduki kursi presiden untuk kedua kalinya. Pertama kali ia terpilih sebagai presiden pada 2011 dan pada 2015 ia memulai periode kedua pemerintahannya.

Pada 2014, Roussef dituduh menggunakan pinjaman berjumlah miliaran dolar AS dari sejumlah bank untuk menambal defisit anggaran dan mendanai program-program sosial. Kini, para senator melalui persidangan akan memutuskan apakah Roussef melanggar hukum atau sebaliknya.

Persidangan atas diri Roussef setelah pemakzulan berlangsung  hingga 180 hari atau berakhir pada September. Roussef sempat meminta Mahkamah Agung untuk menyetop kasus yang menyeretnya ke proses pemakzulan, tapi lembaga peradilan itu menolak permintaan Roussef.

Kasus hampir sama terjadi pada Presiden Fernando Collar Collor de Mello pada 1992. Ia mundur setelah dihadapkan pada persidangan yang digelar senat atas dakwaan korupsi. Ia kemudian kembali ke gelanggang politik dan meraih kursi senat.

Dalam situasi krisis politik seperti sekarang, Roussef dipastikan tak mungkin membuka Olimpiade di Rio de Janeiro pada 5 Agustus mendatang.

Meski sudah dimakzulkan, Roussef berkeras bahwa dia tak melanggar apa pun. ''Saya tak melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan. Pemakzulan ini merupakan sebuah kudeta,'' kata Roussef.

Roussef, yang juga mantan anggota gerilya kelompok Marxis, tak menunggu pemungutan suara untuk keluar dari kantornya. Ia telah mengantisipasi apa yang terjadi di ruang senat. Sejak Rabu petang, ia memerintahkan bawahannya agar foto dan buku-buku miliknya dikemasi.

Jaksa Agung Jose Cardozo, yang gigih membela Roussef, menyatakan para anggota parlemen berlaku keras terhadap perempuan jujur dan tak bersalah. ''Semua pemerintahan sebelumnya melakukan hal yang sama,'' ujar Cardozo.

Selama masa persidangan, Wakil Presiden Michel Temer akan menjalankan tugas-tugas kepresidenan. Temer melantik menteri-menteri baru pada Kamis petang waktu setempat. Ia berjanji membuat kebijakan-kebijakan yang propasar.

Ia meyakini, kebijakan itu mampu membuat defisit anggaran dan inflasi terkendali. Pertumbuhan ekonomi pun akan signifikan. Namun, tugas Temer pun tak ringan. Ia harus mampu mengerek pertumbuhan ekonomi serta menciptakan persatuan di tengah perpecahan.

Saat ini, selain mengalami defisit anggaran, Negeri Samba itu menghadapi tingkat pengangguran yang kian meningkat, rendahnya investasi, serta kontraksi ekonomi. Tahun ini, pertumbuhan ekonomi Brasil diperkirakan hanya mencapai tiga persen.

''Hanya reformasi besar-besaran yang mampu mengelakkan Brasil dari serangkaian krisis,'' ujar Eduardo Giannetti da Fonseca, ekonom dan penulis yang tinggal di Sao Paulo.

Terhentinya langkah Roussef menjadi simbol pula tamatnya kiprah Partai Pekerja yang berhaluan kiri di pemerintahan. Sebelumnya, partai ini telah berhasil menarik orang-orang miskin dari jurang kemelaratan, tetapi satu per satu petingginya justru terlibat kasus korupsi.

Kembang api

Nyala kembang api memenuhi langit hampir di seantero Brasil setelah senat memakzulkan Roussef. Polisi sempat bentrok dengan pengunjuk rasa di Brasilia. Polisi melemparkan gas air mata ke arah massa setelah mereka melempari aparat keamanan dengan batu.

Ketegangan antara pendukung dan penentang pemerintah terjadi di sejumlah kota. Sebagian warga Brasil memang mendukung pemakzulan Roussef. Hal yang mereka khawatirkan adalah berakhirnya peran partai ini di kancah politik Brasil.

Mereka memperkirakan, dalam kondisi Partai Pekerja yang tak lagi di tampuk kekuasaan seperti sekarang,  bisa melemparkan kembali orang-orang miskin ke masa-masa kelam. Mereka selama ini merasa ada perubahan hidup lebih baik. 

''Apakah Dilma telah berbuat kesalahan? Tentu saja. Namun, Partai Pekerja telah berbuat banyak untuk kami, rakyat,'' kata Benedito Polongo (63), petugas kebersihan. Ia menuturkan, sebelum partai ini berkuasa, dia tak memiliki pekerjaan dan rekening bank.     rep: Lida Puspaningtyas/ap/reuters/ap, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement