Selasa 10 May 2016 16:00 WIB

Fahira Fahmi Idris, Ketua Umum Gerakan Nasional Antimiras: Kepolisian tak Perlu Tunggu Perda Miras

Red:

Yasin Habibi/Republika   

 

 

 

 

 

 

 

 

Menurut Anda, bagaimana pengendalian minuman beralkohol di Indonesia?

Kalau saya melihat negara ini belum serius. Negara lain sudah ada tahapan mengurangi konsumsi minuman beralkohol. Mereka punya aturannya.

Mengapa pengendaliannya masih minim?

Banyaknya pihak yang berkepentingan pada penjualan miras. Yang membuat aparat sulit bergerak. Tapi, ini masalah kemauan saja, dari Kapolda, Kapolres, sampai Kapolsek untuk memerangi peredaran minol di daerah. Kalau dengan niat disertai bukti minol dapat membunuh generasi muda, harus ada kesepahaman bersama untuk memberantasnya.

Apakah perlu dilakukan razia rutin oleh aparat?

Aparat memang kesulitan, mereka merasa belum ada payung hukumnya. Saat ini, kita sudah punya Permendag Nomor 6 Tahun 2015, isinya melarang peredaran minol di lingkungan perumahan, sekolah, rumah ibadah, dan terminal stasiun serta jangkauan anak-anak. Kalau ada niat dari kepolisian, bergeraknya dari Permendag saja, mereka melakukan razia dasar hukumnya ada. Tapi, ini jarang diikuti oleh kepolisian. Memang, ada beberapa daerah yang melakukan itu, tapi memang belum merata.

Apakah perlu Kapolri mengeluarkan perintah giat razia rutin minol?

Betul, saya setuju sekali, terutama kalau untuk daerah. Untuk daerah Bengkulu dan seluruh wilayah di Indonesia harusnya ada razia miras, berangkatnya dari Permendag itu dulu saja.

Itu meminimalisasi peredarannya tidak menjangkau anak-anak. Meskipun, seharusnya kepala daerah menyadari kemudian mewujudkannya dalam perda, seperti di Bandung, bahkan di Papua juga sudah memiliki. Mereka melarang distribusi konsumsi dan pembuatan miras.

Contoh lagi Cianjur, sudah punya perda miras, tapi masih sekadar tulisan, belum implementasi yang masif. Ada peraturan pun kadang masih ada yang nakal. Jadi, betul-betul harus koordinasi dengan aparat. Kalau tidak ada koordinasi antara pemerintah dan aparat, akan sulit sekali.

Pemerintah Daerah dan Kepolisian kecolongan atas kasus Yuyun?

Betul sekali. Kejadian ini harus jadi momentum kita semua karena kejahatan seksual pada anak masih belum dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa, masih kejahatan biasa, dan Presiden belum menyatakan perang pada kejahatan seksual.

Untuk kasus YY, saya mendesak seluruh pemerintah daerah untuk mengeluarkan peraturan gubernur atau peraturan bupati. Lebih cantiknya kalau ada perda, tapi kalau perda memang lama tarik-menariknya. Minimal, ada peraturan dari pemerintah daerah terlebih dahulu. Seperti dulu pernah ada di daerah bupatinya langsung mengeluarkan Perbub melarang minol, terutama minol oplosan.   Oleh Eko Supriyadi, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement