Bagaimana tanggapan Anda soal penggusuran yang saat ini gencar dilakukan pemda?
Penggusuran itu efektif sekali. Jadi, visi dan misi gubernur itu memang ingin Jakarta menjadi kota modern dan tertata rapi. Maka, harus merapikan yang tidak tidak rapi, seperti permukiman di pinggir kali. Mereka dimasukkan ke rumah susun, jadi kita perhatikan juga.
Bagaimana pemprov mengatasi konflik yang kerap terjadi dalam penggusuran?
Konflik memang selalu ada, mulai dari Kampung Pulo hingga di Pasar Ikan kemarin, ada perbedaan pendapat. Tapi, kita respons dengan cara berdialog dan sosialisasi. Selanjutnya ada SP 1, SP 2, sampai SP 3. Jadi tidak langsung, tetapi ada tahapan yang dilalui dengan benar.
Bagaimana pemprov mengatasi dampak sosial akibat penggusuran?
Dampak sosial akan selalu ada, tetapi yang penting itu harus ada adaptasi tempat tinggal baru, tempat sekolah baru bagi anak-anak warga yang digusur. Hal paling terasa sih soal jarak dari lokasi pekerjaan mereka.
Dampak penertiban itu kan identitas yang terkait KTP, anak-anak sekolah. Untuk di Kalijodo sudah seperti itu dan di tempat lain akan kita lakukan terus. Kalau enggak dilakukan, Jakarta yang tertata rapi tak akan terwujud.
Selanjutnya usai digusur, bagaimana nasib wilayah, seperti sekitar Masjid Luar Batang?
Kita targetnya, Masjid Luar Batang menjadi salah satu destinasi wisata di Jakarta. Bagaimana wisatawan di Jakarta itu memahami sejarah masuknya Islam. Itu akan dirapikan, termasuk plaza-plazanya. Dibuatkan juga pencahayaan supaya terang benderang. Kita mau bikin indah dan pengunjung bisa jalan kaki ke Kota Tua. Oleh Rizky Suryarandika, ed: Ferry Kisihandi
Ikuti Whatsapp Channel Republika
