Ahad 13 Mar 2016 14:25 WIB

Bilik Redaksi

Red: operator

Hafizhakumullah 

Salah satu karya seni Islam yang masih tetap hidup dan terus lestari adalah seni kaligrafi. Seni ini masuk pada bagian seni visual. Dalam buku Ensiklopedi Islamdijelaskan, istilah kaligrafi dalam peradaban Islam dikenal dengan khathyang artinya tulisan atau garis dan istilah khathini dituju - kan untuk tulisan yang indah (al-kitabah alijamilah atau al khatt al-jamil).

Di dunia Islam kaligrafi sering disebut sebagai "seni-seni Islam" (the art of Islamic) yang artinya suatu kualifikasi dan penilaian yang menggambarkan ke dalam makna yang esensinya berasal dari keseluruhan nilai dan konsep keimanan. 

Kaligrafi Islam adalah tulisan heiroglif Mesir (Kanaan, Semit) lalu pecah menjadi khattFeniq (Fenisia)

yang terpecah lagi menjadi Arami (Aram) dan Musnad (kitab yang memuat segala macam hadis). Kajian tentang asal-usul kaligrafi dan eksis- tensinya dalam peradaban manusia, tak terkecuali peradaban Islam, menjadi tema utama edisi kali ini. 

Kiprah KH Abdullah Umar Al- Hafidz ?ini memajukan pendidikan tidak hanya dikenal masyarakat Tanah Air, akan tetapi juga dikenal hingga mancanegara. Selama kurang lebih dari 50 tahun ia membaktikan diri untuk mencetak para kader penghafal Alquran yang andal.

Melalui Pondok Pesantren Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur'an yang ia dirikan, tokoh kelahiran 16 Februari 1929 ini mengajak umat menghafal Alquran. Seperti lembaga pendidikan Alquran lainnya, meski santrinya baru ada sekitar 20 orang yang mondok. 

Namun, tidak membuat sistem pengajaran asal-asalan. Metode pengajaran menggunakan kombinasi dua sistem tradisional, yaitu halaqah (kolektif) dan sorogan(individual). 

Unsur kesederhanaan dan keikhlasan kiai selaku pengasuh dan pembimbing santri menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pesantren. Ini pula yang diterapkan oleh Kiai Abdullah. Bagaimanakan kisah perjuanganya memasyarakat Alquran dan mengajak umat untuk dekat dengan masjid? Simak cerita lengkapnya dalam rubrik "Mujaddid."

Sedangkan, pada rubrik "Arsitektur", keindahan Museum Seni Islam (Museum of Islamic Art), Doha, Qatar, menjadi inspirasi menarik. Perpaduan unsur tradisional dan modern tampak begitu kental Kedua unsur itu memberikan peran untuk menunjukan bahwa museum ini benar- benar tempat penyimpanan karya seni yang memiliki estetika tinggi. 

Hal itu selaras dengan tujuan pembangunan museum yang didirikan untuk menyimpan dan memamerkan koleksi karya seni yang terkumpul sejak akhir 1980-an, termasuk manuskrip, tekstil, dan keramik. 

Sisi tradisionalitas dan modernitas abad ke-21 itu terpancar dari desainnya. Ciri khas arsitektur Islam tradisional ini bisa dilihat dari warna krem dan adanya lengkungan setengah lingkaran. 

Pada rubrik "Dunia Islam", redaksi mencoba menggali fenomena Islomofobia yang melanda Amerika Serikat. Meski ada gejala penurunan, terjadi eskalasi. Islamofobia di negara asal Paman Sam ini meningkat pascaperistiwa 9/11. Target Islamofobia itu menyasar umat Islam, tak terkecuali Muslimah. 

"Diskriminasi yang dialami perempuan umumnya adalah keru dung atau jilbab yang masih di kaitkan dengan fanatisme dan bahkan terorime,"

ungkap Komisioner Hak Asasi Manusia (HAM) Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Siti Ruhaini Dzuhayatin kepada Republika, beberapa waktu lalu. 

Insiden penyerangan Charlie Hebdodan keberadan kelompok ekstremis Islam turut menyumbang eskalasi diskriminasi di negara tersebut. Ini antara lain tampak jelas dari sikap yang ditunjukkan oleh bakal calon presiden dari Partai Republika, Donald Trump, yang mendeskreditkan Islam. 

Pada pengujung edisi, perjalanan Hernita Elisabet Siregar menjemput hidayah Islam menarik untuk diangkat dalam rubrik "Oase". Cobaan hidup yang datang menerpanya secara bertubi-tubi membuat ia frustasi.

Pada 2014 perempuan berusia 23 tahun itu harus berhenti dari pekerjaannya karena kontrak kerja yang tidak diperpanjang. Ini tak elak membuat ekonominya goyah. Padahal, pada saat yang sama ia harus membiayai kuliah. 

Elisabet berkuliah dengan penghasilannya sendiri. Sehingga, ia memutuskan untuk bekerja sambil berkuliah. Saat bekerja, ia memiliki penghasilan yang cukup untuk membiayai kuliahnya. Hanya saja, karena gaya hidup yang ia dijalani, uang hasil kerjanya hanya dihabiskan untuk foya- foya. Lantas, bagaimanakah lika-liku Elisabeth menapaki jalan terjal menuju Islam? Simak penuturannya dalam penutup edisi kali ini. Semoga bermanfaat. Hadanallahu wa iyyakum ajma'in.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement