Kamis 25 Feb 2016 08:29 WIB

Pidana Denda Alternatif yang Humanistis

Peluncuran buku karya Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH., MH
Foto: Dok: UMJ
Peluncuran buku karya Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH., MH

REPUBLIKA.CO.ID, Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH., MH yang merupakan pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) kembali melucurkan buku terbarunya berjudul Pidana Denda: Dinamikanya dalam Hukum Pidana dan Praktek Peradilan.

Buku setebal 456 halaman ini diluncurkan pertama kali saat pengukuhan Syaiful Bakhri sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Hukum Pidana UMJ, awal Februari lalu di Kampus UMJ. Buku ini merupakan buku ke-20 yang ditulis oleh Rektor UMJ ini.

Buku ini merupakan pengembangan dari gagasan-gagasan tentang pemberlakuan pidana denda, yang dapat ditelusuri dari perkembangan stelsel pemidanaan yang telah mengalami lompatan penting untuk memberikan sumbangan bagi ilmu hukum pidana, ternyata “pidana denda menjadi harapan baru” sebagai pidana yang mulai diperhitungkan, karena secara filosofis dan bahkan politis, akan lebih diterima sebagai stelsel yang memenuhi harapan kemanusiaan.

Pidana denda merupakan jenis pidana yang telah lama dikenal dalam masyarakat manapun di dunia, bahkan sejak zaman primitif. Pada zaman kerajaan Majapahit, pidana denda juga sudah dikenal yaitu berupa ganti kerugian. Pada masa lalu pidana penjara belum dianggap perlu, karena itulah pidana denda menjadi pidana utama selain pidana mati.

Tetapi dalam perkambangannya ternyata pidana penjara mendapatkan perhatian dalam formulasi pemidanaan. Walaupun pidana penjara cukup memuaskan dari segi penderitaan karena ada unsur pembalasan, tetapi sangat merugikan keuangan negara. Negara harus mengeluarkan anggaran yang besar untuk memulihkan kemanusiaan dalam sistem pemasyarakatan.

Perkembangan pidana denda sebagai sanksi yang modern dan humanistis telah mendapatkan perhatian dunia. Penerapan sanksi penjara mulai mencapai titik jenuh karena tidak mengurangi kejahatan, dan bahkan semakin bertambah. Sementara pemidanaan dengan system penjara tidak memberikan solusi yang memuaskan.

Pidana denda sebagai suatu bentuk hukuman diterapkan dengan membayar sejumlah uang kepada Negara yang ditetapkan oleh putusan pengadilan. Mulanya pidana denda  hanya berkaitan dengan perkara perdata. Sejalan dengan perkembangan zaman, denda menjadi suatu konsep hukum pidana.

Dalam KUHP kedudukan pidana denda sangat ringan, karenanya membuat penegak hukum enggan untuk menerapkannya. Di sini terlihat betapa KUHP di Indonesia sangat ketinggalan zaman dalam segala seginya. Pembuat undang-undang terkesan kurang perhatian untuk mengikuti perkembangan dalam masyarakat bahkan merealisasikannya ke dalam KUHP untuk diperbaiki tanpa menunggu hukum pidana yang baru.

Pidana denda dengan perkembangan yang sangat maju diterapkan di berbagai Negara, dan telah bersesuaian dengan system pemidanaan menurut hukum Islam. Pidana bukan hanya sekedar memenuhi tatanan kepastian, tetapi lebih jauh untuk keadilan, kemanfaatan dan untuk “suatu capaian masyarakat yang adil dan beradab”. Karenanya pidana denda sebagai stelsel pidana yang tua di dunia merupakan jawaban tujuan mulia kemanusiaan yang berkeadilan dan humanistis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement