Kamis 18 Feb 2016 07:00 WIB

Menelusuri Cerita 'Tukang Potret' Pertama di Hindia Belanda

Fotografi/ilustrasi
Foto:
Bioskop Cinemaxx di Maxx Box Lippo Village, Lippo Karawaci.

Sampai 1960-an, studio film belum memproduksi film berwarna. Salah seorang keluarga saya yang menikah pada 1968, filmnya masih hitam-putih.

Entah bagaimana ketika itu ditemukan cairan untuk mewarnai foto. Cairan dalam botol kecil dan tiap botol berwarna merah, hijau, biru, cokelat, dan warna lainnya, bukannya dijual di toko-toko, tapi di kaki lima.

Di kaki lima Kramat dan Senen, dapat kita jumpai pedagang ini sambil mempraktikkan kemahirannya dalam mewarnai foto-foto sesuai selera pemesan. Meskipun tidak sebagus film berwarna saat ini, hasilnya ternyata cukup lumayan.

Padahal, ketika itu foto-foto bintang Hollywood, seperti Elizabeth Taylor, Marilyn Monroe, Rock Hudson, dan Tony Curtis, dijual oleh para pedagang kaki lima sudah berwarna.

Sedangkan, bioskop-bioskop sudah lebih dulu menyajikan film berwarna. Film Indonesia pertama yang berwarna Rodrigo de Vila, produksi Persari yang dibuat di Manila pada 1952.

Film ini dibintangi Rd Muchtar dan Netty Herawati. Kecuali film-film Hollywood, film India dan Malaysia umumnya masih hitam-putih.

Kembali ke studio film, karena memerlukan waktu tiga hari baru foto selesai, sekitar 1960-an afdruk kilat menjamur juga di kaki-kaki lima. Di kaki-kaki lima, dengan menggunakan lampu petromaks yang dimasukkan dalam sebuah lubang dan diberi tirai dari kain, foto dicetak. Selesai dalam sepuluh menit.

Untuk membuat KTP dan paspor, kita tinggal memberikan klise kepada mereka untuk afdruk kilat. Di masa foto digital sekarang, sudah sulit ditemui mereka yang membuka afdruk kilat yang sudah merebak di mana-mana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement