Kamis 18 Feb 2016 07:00 WIB

Menelusuri Cerita 'Tukang Potret' Pertama di Hindia Belanda

Fotografi/ilustrasi
Foto:
Kamera GoPro Hero 3+.

Pada awal abad ke-20, terjadi kemajuan teknologi kamera yang dibuat lebih ringan dan tidak perlu diangkut-angkut lagi saat foto di luar studio. Kalau pada awalnya hanya warga Belanda yang memiliki studio-studio film, kemudian warga Cina ikut nimbrung. Lebih-lebih setelah medio 1920-an, kamera makin ringan dan harganya makin murah.

Minat berfoto masyarakat makin meningkat. Hampir tiap kegiatan penting dan yang pasti saat perkawinan diabadikan dalam foto, termasuk di kampung-kampung sebagai kenangan berharga bagi anak cucu.

Begitu maraknya studio film menjelang Perang Dunia II, hingga studio ini terdapat hampir di seluruh penjuru Kota Jakarta. Apalagi setelah kemerdekaan, banyak pribumi yang berkecimpung meski masih didominasi keturunan Cina.

Studio terkenal adalah Centia Foto Studio di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, dan Tan's Studio di Pasar Baru. Masing-masing milik Belanda dan Cina.

Di Jalan Kramat Raya saja ketika itu terdapat lima studio film, belum lagi di Senen yang letaknya bersebelahan. Yang terkenal King dan Futura.

Untuk berfoto di studio harganya tidak mahal. Ketika pelajar, saya dapat berfoto dari hasil uang jajan sekolah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement