Jumat 29 Jan 2016 19:00 WIB

Bank Makanan dan Kepedulian untuk Berbagi di Masyarakat Inggris

Red: M Akbar
foto bank makanan di inggris
Foto: istimewa
foto bank makanan di inggris

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Konsultan, Sakinah Finance, Colchester-UK)

 

Sekitar 13 juta orang di Inggris dinyatakan hidup di bawah garis kemiskinan. Ironis. Negara yang masuk dalam kategori negara maju dan berpengaruh ini ternyata masih saja bicara soal kelaparan.

Pameo ‘yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin’ sangat nyata di Inggris. Menurut Cooper dkk (2010) fenomena ini adalah buah dari mengakarnya neoliberalisme di Inggris yang menjadi hasil dari kebijakan ekonomi neoliberal oleh iron lady Margaret Thatcher. Thatcher memegang jabatan Perdana Menteri Britania Raya dari 1979-1990.

Siapakah yang miskin itu?

Data Office for National Statistics menunjukkan seseorang masuk kategori miskin atau berpendapatan rendah jika pendapatannya kurang dari £16.000 per tahun atau £1.333 per bulan (sekitar Rp 27 juta per bulan).

Tentu saja melonjaknya kemiskinan ini tidak muncul secara tiba-tiba. Krisis ekonomi Eropa baru-baru ini memberikan dampak bagi Inggris. Bebasnya masyarakat Eropa masuk ke negara ini menjadikan lowongan kerja makin kompetitif.

Tambahan lagi, jika imigran maupun penduduk lokal tergolong kelompok pendapatan rendah maka mereka berhak mendapatkan tunjangan dari pemerintah antara lain berupa bantuan sewa rumah, tunjangan pengangguran (unemployment benefits) dan tunjangan anak-anak.

Mau tidak mau dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin lesu, pemerintah terpaksa memangkas beberapa bantuan untuk kesejahteraan rakyat. Akibatnya keluarga pendapatan rendah kalang kabut untuk menutupi biaya hidupnya termasuk makanan sehari sehari. Ditambah dengan gaya hidup yang makin tinggi akibat godaan  konsumerisme yang makin dahsyat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement