Saturday, 11 Syawwal 1445 / 20 April 2024

Saturday, 11 Syawwal 1445 / 20 April 2024

MPR Sebut Amendemen UUD Mendapat Banyak Dukungan

Kamis 21 Jan 2016 16:19 WIB

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Winda Destiana Putri

Hidayat Nur Wahid

Hidayat Nur Wahid

Foto: ROL/Fian Firatmaja

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyatakan, MPR telah mendapat dukungan dari berbagai pihak untuk mengamendemen UUD 1945.

Unsur-unsur, seperti ormas dan kalangan akademisi, dinilai setuju bahwa perlu ada amendemen terhadap UUD.

''Agaknya pada periode ini akan terjadi amendemen kembali terhadap Undang-Undang Dasar. Karena, komponen-komponen inti bangsa ini sudah menyatakan persetujuannya,'' kata Hidayat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/1).

Ormas yang disebut mendukung adalah NU dan Muhammadiyah. Sementara, dari kalangan profesional ada Forum Rektor, begitu juga dengan partai politik, yang menyampaikan persetujuannya.

DPD dan Presiden bahkan disebut-sebut juga setuju untuk menghadirkan kembali yang dulu dinamakan GBHN, atau rencana pembangunan semesta berencana pada zaman Bung Karno.

''Intinya adalah penting adanya satu produk UU yang berbasiskan UUD, yang mempunyai daya ikat yang lebih kuat, yang melampaui periode dua kali dari masa jabatan presiden,'' ucap dia.

Meski saat ini ada rencana pembangunan jangka pendek (RPJP) dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), menurut Hidayat, ia adalah suatu produk UU dari janji kampanye presiden yang terpilih. Sedangkan, UUD membatasi jabatan presiden paling lama hanya dua periode.

''Enggak mungkin negara sebesar Indonesia diprogramkan hanya per 10 tahunan. Sementara, presiden yang baru tak punya kepentingan untuk meneruskan program presiden sebelumnya,'' ujarnya menjelaskan.

Hidayat menuturkan, selain presiden sebagai pemimpin tertinggi negara, ada bupati, wali kota, dan gubernur yang dipilih langsung, yang memiliki program yang dijalankan di mana program tersebut belum tentu berkesinambungan dengan pemerintah pusat.

''Sehingga, supaya Indonesia ini enggak seperti poco-poco, maju mundur, balik kanan kiri lagi. Memang diperlukan suatu produk yang berbasis UUD, tapi yang lebih tinggi dari UU. Jadi, siapa pun presiden, bupati, dan wali kota terikat untuk melaksanalan program GBHN ini,'' ujarnya.

Menurut politisi PKS itu, kalau mengacu pada Pasal 3 UUD 1945, dampaknya menghadirkan amendemen juga terkait kewenangan MPR dan itu terbuka. Sebab, jika ukurannya Pasal 37 ayat 1, harus diajukan 1/3 anggota MPR.

''Faktanya sekarang seluruh parpol sudah setuju, presiden, wapres sudah setuju, ormas setuju, DPD setuju, maka sudah 100 persen,'' katanya menegaskan.

Dengan begitu, lanjut Hidayat, memang lebih baik amendemen diusulkan tahun ini. Karena prosesnya, dari panitia ad hoc, lalu mulai diusulkan GBHN yang prosesnya bisa mencapai dua tahun. Jika 2017 akhir sudah bisa disahkan, dalam kampanye presiden dan sampai pada presiden terpilih nanti sudah ada rujukan, yakni GBHN itu.

Ketua MPR Zulkifli Hasan juga mengakui sudah banyak masukan mengenai amendemen 45, terutama mengenai GBHN. Karena itu, kemarin (20/1) semua fraksi MPR, termasuk pimpinan menggelar rapat. Namun, ia juga mengungkapkan, amendemen UUD itu juga merupakan rekomendasi dari MPR sebelumnya.

Ada beberapa poin yang menurutnya telah diusulkan. Pertama mengenai GBHN, kedua soal adanya utusan golongan di parlemen. Bagian dari itu semua kemudian akan dirumuskan oleh lembaga pengkajian dan akan mengundang kampus-kampus untuk mendiskusikannya.

''Setuju untuk merumuskan, bukan amendemennya. Apakah tata negara tetap seperti atau ada perbaikan kembali. Hampir semua setuju, tapi apa yang akan diubah, nah ini yang dikaji,'' ucap Zulkifli.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler