Ahad 17 Jan 2016 13:00 WIB

Beda Umur, Beda Cara Bicara

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Beda Umur, Beda Cara Bicara

Penjelasan kepada anak, menurut psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani, disesuaikan dengan umurnya. Berikut sarannya 

Anak usia balita 

Anak balita, menurut perempuan yang akrab disapa Nina ini, masih bersifat egosentris. Pemahaman mereka masih yang terkait dengan dirinya sendiri sehingga belum terlalu memahami apa yang ada di luar mereka.

Tapi, balita memahami orang tuanya terlihat tegang, sangat mudah marah, atau terlihat ketakutan. Bagi anak yang masih disusui, dia akan merasakan asinya tidak lancer sehingga mereka menjadi rewel.

Mereka tak perlu penjelasan apa pun. Tapi yang terpenting adalah memberikan rasa nyaman dan aman.

Rasa itu bisa diberikan lewat gerakan tubuh, desah napas, dan intonasi ayah bunda saat geram atau takut. 

"Teknik-teknik itu untuk menenangkan anak-anak balita itu, usahakan mereka sesama mungkin dengan kesehariannya," jelasnya.

Anak usia 4-6 tahun 

Biasanya anak empat tahun ke atas lebih peduli dengan lingkungan sekitarnya. Jadi mereka bisa mende - ngar dari orang lain mengenai berita tersebut. Nah, kepada mereka orang tua perlu menjelaskan mengenai terorisme dan kekerasan lainnya.

Pemahaman anak berusia empat lima tahun sangat ter ba tas. Saat anak ketakutan, tanya kan apa yang membuat dia takut. \"Ka mu dengar tidak berita tadi? Tahu dari mana? Apa yang kamu rasakan?\" ujar nya. Ajukan pertanyaannya dengan into nasi suara tenang, nada suara rendah.

Trik bertanya, ajukan satu per ta - nyaan, tunggu anak jawab dulu. Orang tua bisa menjelaskan dengan bahasa anak. Contohnya, \"Bom itu seperti pe - tasan, jadi dia tiba-tiba meledak, mele - d ak tapi jauh lebih besar, dan bisa ke na banyak orang,\" ujarnya.

Anak usia SD 

Untuk anak yang lebih besar lagi, dahulukanlah bertanya lebih dulu. Apa yang kamu rasakan? Apa yang kamu ketahui? Mungkin saja dia menonton.

Nah jadi dari situ, apa yang sudah diketahui anak, ayah bunda dengarkan sehingga tahu pemaha m an nya seperti apa. Orang tua tidak boleh mempersalah kan anak. Tapi sebaiknya de - ngarkan dulu kemu dian jelaskan se - suai dengan tingkat pemahamannya.

Kalau kita sudah tahu apa yang dia pikirkan, maka kita akan bisa mengo reksi kalau-kalau ada pola pikir dia yang salah. Pola pikir salah biasanya itu, misalnya,Pengebomnya bisa ke sini? Itu di bom terus ya?\" misalnya.

Apalagi televisi kerap mena yang kan hal yang sama berulang-ulang, anak memahami kejadiannya ber  ulang-ulang. "Itu lebih menakutkan ba gi anak. Nah, supaya anak tidak terlalu takut, setop dulu TV-nya, karena pemahaman anak berbeda,

katanya. 

Selain itu, orang tua penting meyakinkan anak bahwa dia aman. Salah satu caranya, meyakinkan ayah ibunya berusaha keras menjaganya. Katakanlah bahwa polisi, pemerintah juga ber usaha keras mengamankan rakyatnya.

Anak usia SMP dan SMA 

Nina menyarankan agar orang tua mengajak anak remajanya menonton dan diskusi bersama.

Jelaskan pada nya kejadiannya kaya dengan mencari gambar televisi yang membuat kabur gambar korban maupun peristiwanya. 

 
Dengan mengajak mengobrol dan berdiskusi, bisa meminimalkan kecemasannya. Cara bicara orang tua juga harus tenang dengan gerak tubuh yang tenang.

Pemikiran anak usia SMP dan SMA lebih kompleks. Orang tua bisa menjelaskan lebih banyak misalnya iya itu ada beberapa orang pelaku, malah ada yang bom bunuh diri. 

Mereka akan bertanya ngapain sih bunuh diri? Orang tua bisa menjelaskan, \"Iya ada paham-paham tertentu yang seperti itu, tapi itu bukan paham yang berlandaskan agama, bahwa kita kan percaya bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan.

Kalau pem bi caraan cukup panjang ayah bunda bi sa mengajukan pertanyaan kepada mereka. `\'Menurut kamu apa yang kita lakukan untuk hindarkan diri? katanya, `Nah, itu termasuk memun culkan referensi dalam diri dia ketika mengalami hal seperti itu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement