Rabu 02 Dec 2015 08:52 WIB

Guru adalah Profesi yang Profesional (Bagian 2-Habis)

Dr Efrini MEd (kanan)
Foto: Dok Al-Iman
Dr Efrini MEd (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Ahli Yayasan Perguruan Al-Iman Dr Efirini MEd mengatakan,  berdasarkan data menunjukkan bahwa jumlah guru yang lebih dari tiga  juta sangatlah bervariasi kualitasnya. Karenanya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan uji kompetensi guru sebagai quality mapping dan continues development sehingga guru terus meningkat kualitasnya.

 

Secara faktual, Efrini menambahkan,  sebagian guru menganggap profesi guru masih lambat perubahannya. Kondisi tersebut yang menjadikan motivasi untuk semua pihak menjadi guru sebagai lokomotif perabadan bangsa. “Guru sebagai garda terdepan untuk melakukan “inisiator of Change” sehingga peran guru sebagai yang digugu dan ditiru menjadi keharusan,” papar Efrini.

    

Menurut Efrini, perhatian dan penghargaan bagi guru menjadi bagian yang penting untuk memotivasi dan menempatkan posisi guru sangat terhormat. “Guru harus diberikan hak dan penghargaan yang layak, sehingga menjadi peran sentral dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Sebab, proses pembelajaran di sekolah sangatlah bergantung pada kualitas guru,” ujarnya.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Sumarna Surapranata sangat berkomitmen untuk mengembangkan profesi guru sebagai profesi yang profesional. “Ditjen GTK memberikan layanan program yang menjadikan guru bermutu,” kata Sumarna.

Sumarna menambahkan, pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru harus dilakukan secara terencana dan berkesinambungan sehingga menghasilkan kegiatan-kegiatan yang meningkatkan produktivitas guru Indonesia.

 

Berdasarkan hasil penelitian Dr Efrini MEd dengan judul “Evaluasi program pengembangan keprofesian berkelanjutan”, dapat disimpulkan bahwa implementasi program pengembangan keprofesian berkelanjutan belum berjalan secara efektif dan efisien. Secara kriteria evaluasi kecukupan dan ketepatan implementasi program masih minim.

 

Beberapa komponen dalam implementasi program belum adanya keseuaian (congruency) antara tujuan yang diharapkan (intended) dan kondisi fakta yang sesungguhnya terjadi (observation).

Secara kemungkinan yang terjadi (contingency) antara masukan  (antecedent), proses (transaction), dan hasil (outcomes) menunjukkan bahwa keterkaitan efektivitas implementasi program pada tahapan antecedent memiliki kontinensi dengan tahapan transaction dan juga terhadap outcomes.

    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement