Jumat 27 Nov 2015 07:00 WIB

Menelusuri Batavia Lama

Pasan dan Benteng Batavia Abad ke-17
Foto: Arsip Nasional
Pasan dan Benteng Batavia Abad ke-17

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Menyambut HUT ke-488 kota Jakarta, kami mengajak pembaca untuk menelusuri kota tua Jakarta. Kota ini mulai dibangun sejak awal abad ke-17 dan bernama: Batavia. Bagian kota yang didirikan VOC itu punya sejarah berbagai masa.

Dari mulai dibangun, peperangan, perombakan, dan tidak ketinggalan korupsi gila-gilaan yang membangkrutkan VOC. Meski pernah dibanggakan sebagai Queen of the East, tapi pada 1780 sebagian besar daerah sekitar Batavia berubah jadi gua reruntuhan. Tidak terlihat lagi sisa-sisa kemakmuran dan masa kejayaan 20-30 tahun sebelumnya.

Kita mulai dari Museum Sejarah DKI Jakarta, bagian kota Jakarta yang sampai 1809 dikelilingi tembok kota. Gedung yang pernah dikagumi oleh Ratu Inggris Elizabeth dan Ratu Belanda Beatrix ketika berkunjung ke Jakarta ini dulunyua merupakanh Balai Kota (Stadhuis).

Dulu, halaman depannya bernama Staadhuispllein. Menjadi pusat keramaian dan sekaligus menyeramkan, karena tempat para pidana di pancung dan hukum gantung. Hukuman mati jenis ini terakhir kali dilakukan 1896 terhadap perampok Tjoen Boen Tjong.

Di depan museum terdapat Tigersgrach atau kanal (parit) macan. Kini menjadi Jalan Pos Kota. Belanda ketika mendirikan Batavia banyak membangun kanal seperti di negaranya. Terdapat puluhan kanal yang sekaligus dijadikan sebagai tempat MCK (mandi, cuci dan kakus). Tapi sebelum pukul sembilan malam penduduk dilarang membuang tinja di sungai dan kanal.

Sebelum menelusuri Kali Besar, sebaiknya dari museum kita berbalik ke arah belakang. Tepatnya di depan stasiun kereta api BEOS terdapat bekas gedung De Javasche Bank. Setelah kemerdekaan jadi Bank Indonesia (BI). Kini Museum Bahari. Pada abad ke-18 gedung yang masih tampak megah ini adalah rumah sakit di luar kota.

Ada sebuah lagi rumah sakit yang dibangun masyarakat Tionghoa di dalam kota. Leonard Blusse, dalam Persekutuan Aneh menuturkan, rata-rata setiap empat orang pasien mati di rumah sakit dalam kota, dan di luar kota tiap 14 pasien. Maklum pengobatan ketika itu jauh terbelakang. Sampai tukang cukur sekaligus berprofesi sebagai ahli bedah.

Memasuki kawasan Kali Besar kita akan mendapati puluhan gedung bersejarah. Di antaranaya berusia lebih dari satu abad. Di ujung Kali Besar yang pada masa Belanda bernama Buitenkaimaan Straat kira-kira di tempat inilah pernah berdiri Keraton Jayakarta, ketika kota ini direbut oleh Fatahillah 22 Juni 1527 dengan mengusir armada Portugis.

Karena Sunda Kalapa, sebagai salah satu pusat perdagangan rempah-rempah, banyak didatangi armada dari Portugis, Belanda dan Inggris. Begitu mahalnya komoditi ini sampai ada yang mengatakan, "segenggam rempah-rempah nilainya sama segenggam emas."

Di bagian belakang jalan tol lingkar luar Ancol-Bandara terdapat Jalan Gedung Panjang yang di masa Belanda bernama Javaansche Straat, di kawasan Pasar Ikan. Tempat Kampung Cina pertama sebelum mereka pindah ke Glodok akibat pemberontakan 1740. Di dekatnya terdapat Museum Bahari yang pada masa VOC sebagai gudang rempah-rempah.

Pernah diberitakan di sini akan didirikan Museum Rempah-rempah. Banyak wisatawan asing, khususnya dari Belanda, yang mendatangi Museum Bahari untuk menyaksikan kejayaan nenek moyangnya. Di depannya terdapat Menara Syahbandar yang kini mengalami kemiringan akibat lalu lalangnya kontainer dari pelabuhan Tanjung Priok dan Sunda

Kalapa.

 

Berbelok ke arah kiri dari pelabuhan Sunda Kalapa, kita akan memasuki benteng pertama (kastil) VOC ketika menaklukkan Batavia (1619). Tidak terlihat sedikitpun bekas-bekasnya. Di tempat inilah VOC mendirikan kubu pertahanan. Dari benteng yang luasnya hanya beberapa km ini, VOC meluaskan kekuasaannya ke Nusantara. Kastil pertama VOC ini terletak di Jalan Tongkol dan bersambung ke Jalan Cengkeh (Prinsenstraat).Prinsenstraat adalah kota paling indah di Batavia pada abad ke-17 dan 18.

Di sini para meneer dan mevrouw tinggal di gedung-gedung pinggir kanal dinaungi pepohonan rindang. Sementara para sinyo dan noni di malam terang bulan berperahu saat pacaran sambil memetik gitar. Yang tertinggal sekarang hanya kekumuhan.

Kini Jl Cengkeh digunakan untuk para pedagang kaki lima dan yang tertinggal adalah gedung-gedung tua yang sudah hancur. Berdekatan Jalan Cengkeh terdapat Jl Kopi yang oleh Belanda dinamakan Utrechstraat. Jalan-jalan ini merupakan jalan bersejarah, yang pada awal masa VOC menjadi sumbu menghubungkan kastil Batavia - Amsterdampoort (Benteng Amsterdam) - Stadhuisplein dan Stadhuis dengan bangunan-bangunannya yang

monomental.

 

Menyusuri kota tua kita akan mendapati tempat-tempat ibadah yang telah berusia ratusan tahun. Di Kampung Luar Batang, kelurahan Penjaringan, terdapat masjid yang dibangun tahun 1739 oleh Habib Husein bin Abubakar Alaydrus. Di dekatnya terdapat Masjid Kampung Bandan yang menurut keterangan lebih tua dari Masjid Luar Batang. Pendirinya Sayid Alqudsi, seorang Arab dari Magribi (Afrika Utara).

Di Marunda, Cilincing kita perlu mengunjungi dua buah masjid tua, yakni Masjid Al-Alam Cilincing dan Masjid Al-Alam Marunda. Yang belakangan ini didirikan pada abad ke-17 oleh pasukan Sultan Agung (Mataram) ketika mengepung Batavia (1628-1629). Di sini kita masih akan mendapati sisa peninggalan masa lalu, tiang utama yang berjumlah empat buah.

Jangan ketinggalan untuk mendatangi 'rumah si Pitung' di Marunda, berdekatan Masjid Al-Alam. Di sebut rumah si Pitung mengacu pada tempat korban perampokan jagoan dari Betawi itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement