Senin 16 Nov 2015 14:00 WIB

Seni Jalanan di Ruang Pameran

Red:

Seni dari jalanan. Itulah kata-kata yang terlontar dari salah satu pengunjung Ruang Pamer A Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, ketika menyaksikan pameran bertajuk "Bebas tapi Sopan" yang diselenggarakan kelompok seniman Visual Jalanan.

Dalam pameran akhir pekan lalu itu, Visual Jalanan menghadirkan ragam pemandangan yang biasa terpampang di jalanan Ibu Kota. Mulai dari coretan-coretan mural, graffiti, hingga warna-warni spanduk menu warung pecel lele pinggir jalan.

Pada pameran ini, Visual Jalanan juga melibatkan beberapa seniman yang dikenal publik berkat karya-karya street art-nya. Seperti The Popo, Tutu, Anggun Priambodo, dan Bujangan Urban. Selain mereka, terdapat 10 seniman lain yang berpartisipasi dan menyumbangkan karyanya.

Seluruh karya tersebut dikurasi oleh Andang Kelana dan Abi Rama, selaku perwakilan dari Visual Jalanan. Menurut mereka, pameran tersebut tidak hanya berbicara soal street art. Tapi, lebih dari itu, keduanya ingin membangkitkan kesadaran publik tentang ragam visual yang terdapat di jalanan.

Andang menuturkan, Visual Jalanan merupakan bagian dari komunitas Forum Lenteng (Forlen). Fokus Forlen, lanjut dia, menyediakan referensi pengetahuan berbasis media. "Media ini banyak macamnya, film, video, fotografi, teks, dan lain-lain," ujarnya kepada Republika.

Pada Maret 2012, Forlen menginisiasi lahirnya Visual Jalanan. Pada awalnya, kata Andang, Visual Jalanan sama sekali tidak menyinggung permasalahan seni jalanan atau biasa disebut street art. Mereka hanya mencoba menangkap geliat produksi visual yang dilakukan oleh para seniman maupun warga, dengan motivasi dan caranya masing-masing .

Aktivitas ini yang kemudian direkam oleh Visual Jalanan, lalu diterbitkan dalam sebuah jurnal online miliknya. Publik yang memiliki ketertarikan terhadap pengetahuan tentang seni di jalanan pun dapat mengaksesnya sebagai bahan informasi.

Lalu pada 2013, Visual Jalanan mulai melibatkan publik dalam proses penyebaran informasi tentang produksi visual di jalanan. Yakni, dengan membuat akun media sosial Instagram. Masyarakat yang berniat membagi temuan visual unik di jalanan pun dapat leluasa menyebarkannya. Yaitu, dengan cara mengunggahnya, kemudian menyematkan tagar "visualjalanan".

Andang mengungkapkan, hingga Oktober 2015, terdapat lebih dari 10 ribu foto yang diunggah publik dengan tagar visual jalanan. Sebagai apresiasi, Andang dan Abi mengkurasi, kemudian memilih sekitar 300 foto di antaranya, lalu memajangnya dalam pameran "Bebas tapi Sopan".

Terkait pameran itu sendiri, Abi mengungkapkan, tema "Bebas tapi Sopan" hendak memperlihatkan pertarungan pesan yang ada di jalanan. Misalnya, bagaimana seni mural pada tembok yang kerap dihilangkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dengan cara menimpanya dengan cat. Kejadian itu pun selalu berulang karena cukup banyak seniman jalanan yang menyalurkan idenya di tembok-tembok tepi jalan.

Abi menjelaskan, Satpol PP memang memiliki kewenangan untuk melakukan hal itu. Terlebih, ketika Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, sempat menerbitkan Surat Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1/2013 tentang larangan mencoret, melukis, menulis, pada sarana umum. Pelakunya pun akan dijerat sanksi pidana ringan. "Sebenarnya kami main kuat-kuatan saja sih sama mereka (Satpol PP). Kalau karyanya ditimpa, silakan, kami bikin lagi nanti. Bebas, tapi tetap sopan," tutur Abi, yang juga biasa menyalurkan ekspresi seninya di tembok-tembok jalanan Ibu Kota.

Pada pameran ini, salah satu artis yang juga mempraktikkan street art di tembok sebagai tempat berkarya adalah Anggun Priambodo. Pada karyanya, Anggun mencoret-coret sebidang tembok di Ruang Pamer A Galeri Nasional, dengan berderet-deret kata dan kalimat.

Tapi, kata dan kalimat tersebut memang bernuansa kritik. Karena, di antara kata dan kalimat yang saling mengimpit, Anggun secara tegas dan jelas menulis "Riau-Lah Pikirin!!!". Menurut Abi, coretan tersebut adalah bentuk kritik Anggun terhadap pemerintah yang lamban menangani permasalahan kabut asap di Riau, juga kota-kota lainnya.

Andang menilai memang belum banyak masyarakat yang sadar atau peduli terhadap keberadaan seni di jalanan. Menurutnya, kalangan pelajar, terutama pada jenjang SMP dan SMA, lebih menyadari keberadaan street art.

Padahal, menurut Andang, terdapat banyak hal yang bisa dikaji dari sebuah seni visual jalanan. Karena coretan-coretan di jalanan, lanjutnya, tidak lahir tanpa motif atau pesan yang hendak disampaikan kreatornya. "Jadi kami bisa bedah dari sisi visual, kreativitas, kritik sosial, dan lainnya," kata dia.

Kendati menggagas pameran "Bebas tapi Sopan", Andang dan Abi mengaku tidak memiliki tujuan khusus. Keduanya hanya ingin memperlihatkan bahwa ada banyak bentuk seni visual di sekeliling masyarakat, tapi tak disadari keberadaannya.

Pameran "Bebas tapi Sopan" adalah pameran pertama yang diselenggarakan oleh Visual Jalanan. Walaupun perdana, Andang dan Abi cukup senang hati bisa menggelarnya di Galeri Nasional Indonesia.

Karena, menurut Andang, Galeri Nasional Indonesia cukup ketat menyeleksi seniman-seniman yang hendak berpameran di sana. "Ini pertama kali juga pameran street art diadakan di Galeri Nasional. Kami datangin anak-anak muda ke sini. Mereka bebas mau foto-foto, terserah," ujar Andang.

Dila Pradita (22 tahun), salah satu pengunjung pameran "Bebas tapi Sopan" cukup terkesan dengan karya-karya street art yang ditampilkan. "Seni dari jalanan. Ternyata memang ada dan berbaur sama kehidupan dan keseharian kita," ucapnya.

Pameran street art ini nantinya akan diselenggarakan rutin setiap tahun. Andang dan Abi akan memulainya pada 2017 mendatang, dan berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Mereka juga berencana tidak menggelar pameran berikutnya di Jakarta, atau kota-kota urban lainnya, seperti Bandung dan Yogyakarta. Tetapi, di luar Pulau Jawa, bahkan mungkin daerah pelosok.  c23 ed: Endro Yuwanto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement