Jumat 13 Nov 2015 05:34 WIB

'Negara Hadir untuk Memuliakan Guru'

Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata.
Foto:
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata.

Bagaimana capaian sertifikasi guru?

Sudah 95 persen (saat ini ada 3.015.315 guru dengan rincian 2.294.191 guru tetap berasal dari PNS dan yayasan/swasta dan 721.124 guru tidak tetap), tergantung sudut pandang dulu. Semua guru siap (mengikuti sertifikasi). Program sertifikasi menurut Pasal 8 (UU Nomor 14/2005), calon atau calon guru itu harus S-1, D-4, dan memiliki sertifikat pendidik. Bagi guru yang diangkat sebelum 2005, itu menjadi kewajiban pemerintah dan pemda untuk meningkatkan kualifikasinya dan disertifikasi. Pemerintah berkewajiban menyelesaikan ini selama 10 tahun masa transisi sampai 31 Desember 2015.

Bagi guru yang diangkat setelah UU berlaku, 1 Januari 2006. Memang sistem rekrutmen kita saat itu sampai saat ini masih bermasalah. Hingga masih ada sekolah yang mengangkat guru tak sesuai UU. Sekarang itu jadi kewajiban siapa? Kalau jadi sarjana hukum, pengacara atau notaris, yang biayai siapa? Biaya sendiri! Setiap calon guru yang diangkat setelah UU berlaku, PPG harus sendiri, kan gitu? Perkara nanti pemerintah memiliki program keberpihakan, itu dilakukan karena negara hadir. Tapi tidak wajib.

 

Apakah pemerintah hadir? Pemerintah hadir beri beasiswa untuk orang pinter, tak mampu, itu namanya afirmasi. Tetapi, kewajiban terletak pada individu. Individu ada, masyarakat ada, dunia industri ada, jadi keterlibatan yang disebut kolaborasi. Itu calon guru memang diwajibkan, apalagi setelah masa transisi sudah selesai tahun 2016, jangan dibolak-balik itu. Negara hadir iya, ada program afirmasi, negara harus hadir, kita melaksanakan PPG profesi puluhan ribu untuk guru yang mau ditempatkan di daerah terpencil dengan sistem guru garis depan, siapa bilang pemerintah tak berpihak, tapi kalau semua harus disekolahkan itu belum. Ke depan ya mungkin kita ikhtiarkan.

Bagaimana pelaksanaan UKG tahun ini?

UKG sekarang dilakukan secara online. Jadi, saya ingin jelaskan secara teknis. Saya baru saya mengecek pelaksanaan UKG bersama teman-teman (di Ditjen GTK). Jadi, UKG bagian dari sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas guru kita. Sebagai bagian untuk mengetahui kualitas guru, tentu harus ada alat ukurnya. Sebagai contoh, untuk mengetahui kualitas tubuh kita, ada 10 kelompok paling tidak, untuk dites, apakah otaknya bagus, jantung, hati berfungsi, dan lain sebagainya. Itu kalau kesehatan. Nah, kita harus uji dan cek UKG, salah stau caranya dilakukan untuk mengetahui dan memetakan kemampuan guru. Terus mengapa harus UKG? Kompetensi guru juga diperlukan need assessment untuk ketahui 'obat' yang sesuai.

 

Umpama tes kesehatan, dicek 10 item, kalau kompetensi guru dicek bagus nggak? Jadi, UKG dalam rangka meningkatkan kualitas guru. Contoh kita punya standar kompetensi guru (SKG), kita kembangkan indikator pencapaian kompetensi (IPK), kita siapkan 'obat' yang itu dalam bentuk modul. Nanti kita tes. Misal, satu guru hanya bisa satu modul, guru lain bisa empat modul, sehingga raportnya beda-beda. Hasil tes itu digunakan untuk peningkatan kompetensi di bidang tertentu. Sehingga dengan menggelar tes ulang, rencana peningkatan kompetensi guru menjadi terencana. Dari situ grade bisa diketahui. Individu bisa saja dapat nilai sama, tapi peningkatan mutunya bisa beda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement