Apa saja komponennya?
Pertama soal data GTK, karena data menjadi masalah utama. Yang lalu, ditjen yang mengurusi PAUD punya data sendiri, dikdas punya, dikmen punya data sendiri. Dulu (datanya) bisa beda-beda, tergantung metodologi dan cara orang menghitungnya. Sekarang semua itu kita satukan. Kita membuat perubahan tata kelola baru yang dimulai dengan entitas tata kelola laksana payung, di tengahnya itu ada data.
Yang paling penting dan jadi titik sentral adalah tata kelola guru, data jumlah guru, rasio guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, dan data pengawas, yang datanya satu rumah. Kalau selama ini, lain tempat ya gimana (datanya) berceceran. Itu sumber segala permasalahan data. Dari situ kita tahu berapa data guru tersertifikasi, sudah dibayar, rasio guru dan siswa, di mana guru sekarang berada. Dengan itu, datanya real time.
Yang kedua, dari data guru, kita punya potret perencanaan kebutuhan GTK. Bagaimana perencanaan guru. Umpama kita butuh 100 guru. Apa dasarnya, untuk jenjang apa, untuk jenis apa, kejuruan atau umum. Itu harus atas dasar data. Kita punya potret di sekolah mana, gurunya apa, jenisnya, pendidikannya apa? Perencanaan kebutuhan itu harus berdasarkan data. Dari situ, (guru) bisa didistribusikan atau malah redistribusi.
Ketiga, masalah pendidikan calon guru. Tak hanya guru, juga calon kepala sekolah dan pengawas. Kalau pendidikan calon guru atau perguruan tinggi penghasil guru harus tahu, berapa kebutuhan, mata pelajaran apa, di daerah mana. Nanti ketika mendidik, kita menghasilkan produksi, mereka harus berdasarkan data.
Keempat, rekrutmen atau penerimaan. Ketika rekrutmen harus diperhatikan penempatannya. Belakangan ini, masih banyak sekolah yang merekrut guru tak sesuai kebutuhan, tapi tak sesuai dengan lulusan, kompetensi, standarnya. Padahal, berdasarkan aturan sejak 30 Desember 2015, guru harus sudah S-1, D-4, atau Pendidikan Profesi Guru (PPG), tapi masalahnya masih banyak, khususnya sekolah swasta yang merekrut guru di bawah standar.