Rabu 30 Sep 2015 13:00 WIB

Pabrik Mebel Relokasi ke Vietnam

Red:

JAKARTA — Daya saing industri di Tanah Air yang dinilai rendah membuat pabrik mebel asing memutuskan untuk merelokasi perusahaannya ke Vietnam.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) Abdul Sobur mengatakan, salah satu perusahaan mebel besar di Sidoarjo, Jawa Timur, telah memutuskan untuk memindahkan pabriknya ke Vietnam. Perusahaan tersebut saat ini sudah mulai berkemas dan akan pindah pada awal 2016.

"Ini perusahaan asing asal Taiwan yang sudah tiga tahun beroperasi di Indonesia, salah satu alasan mereka pindah, yakni karena faktor perburuhan dan UMR," ujar Abdul di Jakarta, Selasa (29/9).

Abdul menjelaskan, upah minimum regional (UMR) di Indonesia melonjak sampai 150 persen dalam kurun waktu tiga tahun. Kondisi ini dinilai pengusaha sangat memberatkan. Apalagi, perusahaan asal Taiwan tersebut memiliki sekitar 3.000 karyawan. Perusahaan itu memutuskan pindah setelah membandingkan kebijakan, upah buruh, dan fasilitas yang lebih efisien di Vietnam.

"Vietnam lebih efisien sekitar 35 persen dari Indonesia, termasuk man hour kita juga beda 20 persen," kata Abdul.

Selain itu, upah pekerja di Vietnam lebih murah, yakni hanya 120 dolar AS per bulan. Sedangkan, upah pekerja di Indonesia sekitar 250 dolar AS per bulan. Abdul mengatakan, dengan jumlah karyawan yang banyak, memindahkan pabrik ke Vietnam merupakan langkah yang efisien.

Menurut Abdul, tahun ini sudah ada enam perusahaan mebel milik asing yang memindahkan pabriknya ke Vietnam. Hal ini dinilai akan menimbulkan potensi pemutusan hubungan karyawan dalam jumlah besar.

Abdul menjelaskan, Amkri menargetkan pertumbuhan industri mebel dan kerajinan bisa mencapai 5 miliar dolar AS dalam jangka waktu lima tahun. Untuk mencapai target tersebut, industri mebel harus tumbuh sekitar 15 persen per tahun.

Meski demikian, target ini dinilai akan sulit tercapai apabila investor asing skala besar memilih untuk relokasi. Selain itu, pertumbuhan ekspor nasional yang dicanangkan bisa mencapai 2 miliar dolar AS pada tahun ini juga akan terganggu.

Abdul menjelaskan, perusahaan asal Taiwan yang akan relokasi tersebut merupakan salah satu pengekspor besar di Jawa Timur dengan pangsa pasar ekspor ke Amerika Serikat. Menurutnya, Jawa Timur merupakan penyumbang ekspor mebel dan kerajinan nasional terbesar, yakni sekitar 600 juta dolar AS, sedangkan Jawa Tengah menyumbang ekspor 500 juta dolar AS, dan sisanya Jawa Barat.

"Untuk mengembalikan investor asing ke Indonesia bukan hanya perbaikan desain, melainkan juga daya saing diperbaiki supaya harganya kompetitif," kata Abdul.

Sementara itu, Ketua Umum Amkri Rudi Halim mengatakan, ada beberapa hambatan ekspor mebel dan kerajinan, di antaranya aturan regulasi wajib sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK), penyelundupan bahan baku rotan mentah, harga bahan baku kayu terutama kayu jati tinggi, kenaikan UMR, dan besarnya biaya bongkar muat di pelabuhan. Menurutnya, hambatan tersebut dapat menurunkan daya saing industri mebel dan kerajinan Indonesia di pasar internasional.

Salah satu hambatan yang paling mendesak untuk diperbaiki, yakni kewajiban SVLK. Hal ini karena industri mebel dan kerajinan merupakan produk hilir sehingga tidak perlu diberlakukan SVLK. Selain itu, besaran UMR harus ditetapkan di tingkat pusat dan disentralisasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Nus Nuzulia Ishak mengatakan, industri mebel dan kerajinan nasional merupakan bantalan ekonomi yang kuat saat krisis ekonomi seperti saat ini. Industri ini telah menjadi jalan keluar dalam penyerapan tenaga kerja.

Nus menjelaskan, industri mebel dan kerajinan tetap eksis dan menghasilkan devisa di saat industri lain terkena imbas krisis karena didukung konten lokal yang cukup besar. Selain itu, iklim investasi yang kondusif diharapkan pertumbuhan ekspor produk mebel dan kerajinan nasional dapat terus meningkat dalam lima tahun ke depan.

"Ketersediaan bahan baku hasil hutan yang melimpah, sumber daya manusia yang terampil dalam jumlah besar, dan revitalisasi teknologi dalam industri furnitur dan komponen furnitur di Indonesia harus mampu meningkatkan kinerja sektor mebel dan kerajinan," kata Nus, di Jakarta, Selasa (29/9).

Menurut Nus, Kementerian Perdagangan terus berupaya mendorong ekspor mebel nasional dengan mendukung pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2016 dan  Interior and Decoration Expo (InterDex) 2016 yang diselenggarakan secara paralel.

IFEX 2016 akan diselenggarakan pada 11-14 Maret 2016 di Jakarta International Expo. Sedangkan, InterDex 2016 yang lebih menyasar pembeli lokal akan diselenggarakan pada 12-20 Maret 2015 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD Tangerang. Pameran ini diikuti peserta dari mancanegara, seperti Tiongkok, Taiwan, Belgia, Prancis, Amerika Serikat, Italia, Singapura, Afrika Selatan, Malaysia, Belanda, dan Austria.ed: nur aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement