Selasa 11 Aug 2015 14:36 WIB

Wali Kota Jaksel Dicopot

Red:

JAKARTA — Wali Kota Jakarta Selatan Syamsuddin Noor dicopot dari jabatannya. Hal ini dilakukan karena yang bersangkutan dinilai kurang tegas dalam membenahi pedagang kaki lima (PKL) di wilayahnya.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan Syamsuddin tidak tegas dalam membuat kebijakan terkait penataan dan penertiban kota. Ahok mencontohkan instruksi yang pernah diberikan Pemerintah Provinsi DKI bahwa jajaran lurah di Kotamadya Jakarta Selatan harus turun ke lapangan bersama Satpol PP guna mengatasi masalah pedagang kaki lima (PKL).

Ahok mengatakan, Syamsudin Noor malah mengabaikan instruksi itu. Ia tak ingin para lurah kelelahan dengan turut serta bersama Satpol PP menertibkan para pedagang kaki lima. "Karena berapa kali saya minta tindak lurah-lurah soal PKL nggak diturutin. Orangnya terlalu baik," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (10/8).

Ia menyebut Wali Kota Jaksel terlalu baik untuk membenahi Ibu Kota yang penuh persoalan. Orang seperti ini dinilainya kurang pantas memegang posisi wali kota yang dinilainya membutuhkan ketegasan dan mau bekerja serta tidak segan-segan melaksanakan tugas.

Syamsuddin juga tidak tegas untuk menindak oknum-oknum nakal yang harus dibereskan dalam kepemimpinannya. Padahal, ia sudah menginstruksikan agar Syamsuddin menindak tegas para PKL.

Syamsuddin akan dijadikan staf. Di bawah kepemimpinannya, Ahok menginginkan orang yang berani menegakkan aturan untuk pembenahan Jakarta yang lebih baik. "Saya juga enggak bisa menolong orang baik di Jakarta. Kalau mereka ditolong terus, Jakarta enggak bisa dibenahi," ungkapnya.

Seharusnya Syamsuddin diberhentikan berbarengan dengan pelantikan beberapa pejabat eselon II pada, Jumat (7/8) lalu. Namun, hal itu tidak dilakukan karena belum ada surat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Jabatan wali kota Jaksel sedianya akan digantikan oleh wakilnya, yakni Tri Kurniadi. Rencananya, Jumat (14/8) mendatang Tri akan dilantik oleh Ahok.

Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1532 Tahun 2015 berisikan pemberhentian, pemindahan, dan pengangkatan pimpinan tinggi pratama. Di dalam keputusan tersebut terdapat 11 pejabat eselon II yang dilantik. Di dalamnya tertulis juga nama Tri sebagai wali kota Jakarta Selatan.

Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Jakarta Hendri Satrio menjelaskan, apa yang dilakukan Ahok memang terkesan baik di mata publik, namun ini belum tentu berdampak positif bagi pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. "Mereka akhirnya ketakutan. Kerja akhirnya tidak maksimal," ujar Hendri.

Hal ini dinilainya berdampak juga bagi penyerapan anggaran. DKI selama ini lemah dalam hal penyerapan anggaran. Hal ini bisa jadi merupakan efek dari sikap Ahok yang terlalu mudah memecat pejabat di lingkungan kerjanya.

Dampak lainnya, kinerja mereka belum tentu maksimal. Mereka tidak bisa bermanuver dalam melaksanakan tugas. Prinsip yang dibangun adalah asal bapak senang (ABS). "Pekerjaan nantinya hanya disesuaikan dengan pesanan. Akan banyak hal nantinya akan terabaikan," kata Hendri memaparkan.

Pihaknya menyesalkan sikap Ahok yang seperti ini. Seharusnya, ada pertimbangan lebih lanjut, seperti memberikan peringatan pertama dan kedua. Atau bisa juga memberikan teguran keras. Pemecatan atau pencopotan dari jabatan baru dilakukan apabila pejabat tidak juga mengindahkan peringatan yang sudah diberikan.

Gubernur seharusnya mampu melakukan pembinaan PNS di lingkungan kerjanya dengan baik. Salah satunya dengan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.

Pencopotan juga akan berdampak pada kinerja satuan kerja karena nantinya akan ada penyesuaian lagi yang membutuhkan waktu. Pembangunan bisa terhambat.  c26 ed: Erdy Nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement