Rabu 18 Mar 2015 11:34 WIB

Waspada, Parkinson Juga Serang Anak Muda

Parkinson
Parkinson

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ahli syaraf dari RSUP Dr Kariadi Semarang Prof Dr Amin Husni mengatakan penyakit parkinson tak hanya menyerang pada usia diatas 40 tahun tetapi juga menyerang pada usia 20 tahun.

"Saat ini, penyakit ini juga menyerang pada usia 20 tahunan. Untuk itu perlu diwaspadai," ujar Amin usai acara seminar "Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya" di RS Siloam Kebon Jeruk, Jakarta, Rabu (18/3).

Parkinson merupakan penyakit gangguan susunan syaraf. Penyakit tersebut terjadi karena otak kekurangan zat dopamin. Amin menjelaskan dopamin penting untuk mengantarkan sinyal berupa impuls listrik di sepanjang jalur syaraf motorik yang bertujuan menggerakkan otot-otot pada tubuh.

"Gejala utama penyakit ini adalah TRAP, yang tak lain tremor (gemetar), rigidity (kaku pada sendi), akinesia (gerakan motorik melambat), dan postural instability (ketidakseimbangan tubuh)," jelas dia.

Meskipun demikian, pada beberapa tanda awal penyakit tersebut yakni hilangnya indera penciuman, sulit tidur, susah buang air besar, kurangnya ekspresi wajah, nyeri pada leher, lambat saat menulis, perubahan suara, lengan tidak berayun bebas, berkeringat, dan perubahan suara dan suasana hati.

"Parkinson merupakan penyakit kronik progresif. Ada lima tahap perkembangan penyakit itu," terang dia.

Terdapat lima tahap perkembangan penyakit tersebut yakni gejala unilateral, gejala bilateral, kemudian jarang jatuh, cenderung jatuh, dan pada tahap akut hanya bisa berbaring atau duduk di kursi roda. "Konon kalau penyakit ini dibiarkan, 15 tahun akan meninggal," tegas dia.

Dokter spesialis syaraf dari RS Siloam Kebon Jeruk, Dr Frandy Susatia SpS, mengatakan penyakit itu menyerang sekitar satu dari 250 orang berusia di atas 40 tahun dan prevelensi meningkat menjadi satu dari 100 orang pada usia di atas 65 tahun. "Hingga saat ini, penyakit ini tidak bisa sembuh," kata Frandy.

Meski demikian, ada metode untuk menangani penyakit ini yakni operasi stimulasi otak dalam, yang mana pasien hanya diberikan anestesi lokal dan dibiarkan dalam keadaan sadar. "Hal itu bertujuan agar selama proses operasi, pasien dapat berkomunikasi dan dievaluasi oleh tim dokter sampai pada tahap pasien dapat bergerak dan berkomunikasi dengan baik dan nyaman," jelas Frandy.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement