REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan masalah gizi mikro dengan prevalensi tertinggi di dunia pada hampir semua kelompok usia, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis. Kelompok yang paling rentan terjadi anemia adalah anak usia prasekolah, gadis remaja, ibu hamil dan ibu menyusui.
Program yang sudah dilakukan untuk mengurangi masalah AGB di Indonesia pada remaja baru berupa program pendidikan gizi. Fortifikasi merupakan salah satu strategi untuk memperbaiki gizi masyarakat khususnya yang kekurangan zat besi bagi remaja dengan biaya yang relatif murah.
Selain itu, makanan lokal yang diperkaya oleh zat besi dan gizi mikro dapat menurunkan prevalensi anemia, meningkatkan status besi bayi, serta mencegah kehilangan besi pada anak usia 6-12 bulan di negara berkembang. Demikian siaran pers IPB yang diterima Republika, Selasa (13/1).
Untuk mengurangi risiko AGB pada remaja putri, peneliti dari Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (Fema IPB) M Mifthah Faridh Chairil dan Lilik Kustiyah, membuat formula flakes yang berasal dari umbi Garut, yang telah dipublikasikan dalam Jurnal Gizi dan Pangan pada Juli 2014.
Pati garut merupakan salah satu olahan utama umbi garut yang memiliki karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Pati garut memiliki kandungan lemak dan protein yang rendah serta kandungan fosfor dan zat besi yang lebih tinggi dibanding tepung terigu.
Flakes berbasis pati garut dengan menggabung isolat protein kedelai. Hal tersebut dilakukan agar vegetarian dapat turut menikmati flakes . Produk ini diharapkan dapat mencukupi kebutuhan protein remaja untuk makanan selingan. Kecukupan protein yang diperoleh dari makanan selingan berada pada kisaran 15 persen dari kebutuhan protein dalam sehari.