REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecepatan jangkauan media sosial tidak dipungkiri menghadirkan dampak positif dan negatif. Karena itu, umat Islam diminta untuk menyerap konten yang beredar di internet secara bijak dan hati-hati. Hal itu disampaikan penulis novel-novel best seller, Asma Nadia.
Termasuk dalam hal dakwah via media sosial. Asma berharap, orang-orang tak mudah reaktif dengan dakwah yang disebar secara sepotong-potong.
Menurut dia, adanya persebaran informasi yang sengaja dipotong-potong cukup menggelisahkan. Pasalnya, informasi yang dilepas dari konteks sesungguhnya tidak akan memberikan penjelasan utuh. Dengan begitu, rentan muncul kesalahpahaman.
“Yang dikhawatirkan itu, yang sepotong-potong itu kita sharing. Itu tidak akan terbendung. Kadang, jempol ini bereaksi lebih cepat daripada akal kita mencerna,” tutur Asma Nadia saat berbincang dengan Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Dia mencontohkan, ceramah para ustaz yang dipotong-potong. Menurut Asma, publik seyogianya dapat mencerna informasi yang ditayangkan suatu konten terlebih dahulu. Jangan langsung reakti. Dengan begitu, seseorang akan diyakinkan dulu untuk memahami makna konten demikian, baru kemudian memutuskan apakah menyebarkan atau tidak konten tersebut.
Konten ceramah seorang ustaz pun, lanjut Asma, perlu dipahami terlebih dahulu konteksnya. "Jangan sampai kita enggak dapet asbabun nuzul-nya, cuma dengar sepotong kemudian kita reaktif. Jadi, seseorang itu harus mencerna dulu. Apa pun harus dicerna dulu. Apalagi, sebelum kita share, kita harus sudah cek dan ricek, bahwa itu valid dan utuh,” papar Asma.
Ia juga berpesan agar masyarakat bisa menyerap hal positif dari informasi yang didapatkan, khususnya dalam mengakses dakwah online. Jika ada ustadz yang mengungkapkan kekeliruan dan berbeda dari ustaz/ustazah lainnya, agar berpikiran positif, serta jangan malah menyalahkan sang pendakwah.