Kamis 20 Nov 2014 12:00 WIB
Urbana

Sajian Komedi dalam Percampuran Budaya

Red:
Penari (Ilustrasi)
Penari (Ilustrasi)

Banyak cara yang ditempuh para seniman untuk ikut dalam melestarikan budaya. Terlebih lagi, pelestarian budaya tradisional berhadapan dengan perkembangan zaman yang terus bergulir dan melanda kaum muda.

Inovasi seniman terus diaktifkan agar hasil seni budaya bisa diterima masyarakat, contohnya adalah dengan memadukan budaya Indonesia dengan budaya asing. Bentuk inovasi seperti inilah yang ditempuh Didik Hadiprayitno alias Didik 'Nini Thowok'.

Kali ini, seniman tari yang andal ini kembali menampilkan kemampuannya di depan penonton di Auditorium Galeri Indonesia Kaya (GIK), Grand Indonesia Mall, Jakarta, Ahad (16/11). Didik mempersembahkan penampilan yang apik dan unik di mana terdapat percampuran budaya yang terasa di setiap tariannya.

Dengan mengusung tema "Comedy Dance", Didik menampilkan "Tari Pancasari" yang mengadopsi budaya-budaya dari Negeri Cina, India, Barat, dan masih banyak lagi. Dia meramunya dari lima karakter yang dibawakan secara komedi. Selain itu, ada juga tari topeng percampuran budaya Jepang dan Indonesia yang dinamakan "Tari Jepindo".

Pria yang genap berusia 60 tahun pada 13 November menggunakan topeng dan pakaian sesuai karakter tari yang dibawakannya. Meski usianya tidak muda lagi, Didik, masih dapat tampil lentur dan energik. Sehingga, membuat penonton yang telah memadati Auditorium GIK, mengagumi setiap gerakan tari yang dilakukan Didik, sambil membanjirinya dengan tepukan tangan.

Pada pertunjukannya kali ini, Didik menampilkan dua sesi. Pertunjukan pertama ialah tari campuran Jepang dan Indonesia yang ia beri nama Jepindo dan kedua ialah tari Pancasari. Masing-masing sesi itu menampilkan beberapa tarian yang dilakukan secara medley. Hal itu diungkapkan Didik usai pertunjukan.

"Jadi, kalau Jepindo itu gabungan tari Jepang dan Indonesia. Lalu, ada tari Bali serta Jaipongan dengan menggunakan topeng walang kekek. Sedangkan, Koncosari atau Pancasari itu ada tari Jawa Barat yang dipengaruhi unsur Cina, Barat, dan India. Di situ juga diselipkan dengan komedi dalam beberapa gerakan tari saya," terang Didik.

Didik menampilkan tujuh tarian dalam dua sesi dan menggunakan bermacam-macam bentuk topeng. Mulai dari topeng jaipong, kera, robot, nenek tua, hingga topeng dengan bentuk lucu, seperti wajah orang dengan bibir besar.

Pertunjukan dengan durasi sekitar satu jam ini mendapat perhatian tersendiri dari para penonton yang hadir. Hal itu terbukti dengan penuhnya Auditorium GIK. Sesekali, mereka terhibur dengan tingkah laku tarian dan ekspresi yang Didik tunjukkan kepada penonton melalui topeng yang digunakannya.

Usai pertunjukannya, Didik juga mengajak penonton berdiskusi mengenai tarian-tarian yang ia geluti. Antusias penonton pun terlihat ketika Didik membuka sesi tanya jawab. Satu per satu setiap pertanyaan yang dilontarkan penonton dijawab dengan lugas oleh Didik. Sesekali, ia juga membuat suasana kala itu semakin hangat dengan candaaan khasnya.

Usai berdiskusi, masing-masing penonton bergantian menghampiri dan mengajak Didik untuk foto bersama. Tak terkecuali Endah, ibu satu orang putra yang mengaku sudah lama menjadi penggemar berat Didik. "Dulu, saya kuliah di Yogya, sering nonton pentas Mas Didik. Tapi, baru kali ini punya kesempatan untuk foto bareng. Rasanya seneng banget," tuturnya. n c04 ed: dewi mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement