Kamis 06 Nov 2014 21:16 WIB

UMM-IMLA Promosikan Modernisasi Pembelajaran Bahasa Arab

Perwakilan dari King Abdullah bin Abdulaziz International Center for Arabic Language saat memberikan materi perkembangan Bahasa Arab
Foto: dok UMM
Perwakilan dari King Abdullah bin Abdulaziz International Center for Arabic Language saat memberikan materi perkembangan Bahasa Arab

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sepakat menjalin kerja sama dengan Ikatan Pengajar Bahasa Arab se-Indonesia (IMLA) dan King Abdullah bin Abdulaziz International Center for Arabic Language Riyadh-Arab Saudi. Kerja sama dimaksud yakni mempromosikan modernisasi pembalajaran Bahasa Arab.

Sebagai tindaklanjutnya, digelar seminar internasional Bahasa Arab dan Pembelajarannya yang berlangsung Rabu-Kamis (5-6/11) di basement UMM Dome.

Kegiatan yang diikuti lebih dari 300 pengajar bahasa Arab se-Indonesia itu menghadirkan para pakar Bahasa Arab dari Arab Saudi, Mesir, dan Indonesia. Salah satu isu paling menguat dalam seminar ini yaitu perlunya pendekatan modern dalam pembelajaran bahasa Arab agar bahasa ini tidak hanya menjadi bahasa tekstual agama (Islam), namun bisa menjadi bahasa publik yang juga digunakan untuk kepentingan ekonomi, politik dan sosial-budaya.

Syekh dari King Abdullah Center Arab Saudi Dr Majdi bin Muhammad Khawaji menilai, pendekatan morfologi dalam pembelajaran Bahasa Arab yang terlampau bertitik tumpu pada sisi tekstual-gramatikal dipandang kurang memadai untuk saat ini. Dalam memaknai al-Quran misalnya, menurut Majdi, pendekatan morfologi hanya dapat menangkap dimensi tersurat, dan tidak mampu menyentuh esensi yang lebih dalam.

Karena itu, Majdi menawarkan tafsir berbasis sastra agar pemaknaannya lebih komprehensif serta mampu menangkap maksud tersirat ayat-ayat al-Quran. “Dengan metode tafsir sastra, peran bahasa Arab bisa menjadi lebih bermakna,” paparnya seperti siaran pers yang disampaikan UMM kepada ROL, Kamis (6/11).

Terkait peran Bahasa Arab tersebut, pakar Bahasa Arab asal Mesir Dr Ali Abdul Mun'im mengungkapkan, saat ini Bahasa Arab memang masih inferior jika dibandingkan bahasa asing lainnya. Baginya, Bahasa Arab selama ini hanya menjadi bahasa ritual bagi umat Islam, dan belum bisa menjadi bahasa komunikasi dalam urusan bisnis dan pariwisata.

Dalam konteks Indonesia, lanjut Ali, semestinya bahasa Arab sudah bisa menjadi bahasa publik dalam berkomunikasi seperti halnya bahasa Inggris. Untuk itu, Ali menyarankan perlunya manajemen internal di kalangan stakeholders bahasa Arab, khususnya dalam memperluas pengaruh bahasa ini dalam lingkup yang lebih luas.

“Saya kira kita perlu membangun kemitraan yang kuat dengan kalangan pengusaha, pekerja media, dan para pengambil kebijakan agar bahasa Arab bisa lebih dikenal. Misalnya saat ini sudah banyak turis dari Arab yang berkunjung ke Indonesia tapi sedikit sekali guide yang bisa berbahasa Arab. Nah, jika kita punya mitra dengan pengusaha di bidang pariwisata, maka ada ruang bahasa Arab bisa menjadi bahasa pariwisata,” terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement