Jumat 03 Oct 2014 16:00 WIB

Revitalisasi Pasar Setengah Hati

Red:

Jumlah pasar tradisional terus menurun karena tak sanggup bersaing dengan jejaring pusat perbelanjaan modern. Namun, revitalisasi pasar baru menyentuh perbaikan fisik gedung. Padahal, pemasaran pasar tradisional tidak cukup mengandalkan gedung yang megah.

Berdasarkan survei AC Nielsen pada 2013, jumlah pasar tradisional turun dari 13.550 pada 2007 menjadi 9.950 pada 2011. Dalam diskusi bertema "Quo Vadis Pasar Tradisional?" di Jakarta, Kamis (2/10), Ketua Umum Yayasan Danamon Peduli, Restu Pratiwi, menilai penyebab tidak berkembangnya pasar tradisional karena kondisi fisik pasar yang jauh dari bersih.

Selain itu, ciri khas pasar rakyat sebagai penyedia barang dengan harga murah tidak populer. Pasar rakyat yang identik dengan tawar-menawar dinilai sudah tidak menarik. Sebab, pasar modern menawarkan barang dengan harga murah bahkan memberi diskon. 

"Kenyataan ini yang membuat para konsumen melupakan pasar rakyat," ujarnya.Perbaikan atau revitalisasi pasar sebenarnya sudah dilakukan kementerian perdagangan. Tidak hanya perbaikan gedung, kementerian mulai menawarkan pembayaran dengan sistem online (e-payment) serta pemasaran online (e-commerce) di pasar tradisional.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti mengungkapkan, fasilitas e-payment diberikan perbankan untuk usaha kecil dan menengah (UKM) di pasar. "Yang kita lakukan baru beberapa, belum E-commerce, baru untuk pencatatan. Kita berikan fasilitas para pedagang untuk pencatatan eletronik, tapi ini masih sangat awal," ungkapnya.

Dalam tiga tahun terakhir, revitalisasi baru menyentuh 600 pasar tradisional. Dana revitalisasi tersebut mencapai Rp 3 triliun. "Jumlah itu masih jauh jika dibanding jumlah pasar di Indonesia yang mencapai 10 ribu ditambah dua ribu pasar yang belum terdata dengan baik," ujar Bayu.

Tahun ini, Kementerian Perdagangan merevitalisasi 69 pasar dengan anggaran Rp 617 miliar dari APBN. Namun, revitalisasi itu masih terkendala dalam meningkatkan kapasitas pedagang.

"Dan ternyata fisik saja tidak menjamin pasar menjadi baik dan lebih bisa melayani masyarakat," ujarnya.

Dalam revitalisasi pasar tersebut, ada sejumlah aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, pasar harus bersih dan sehat. "Bagaimana mendesain pasar saat musim hujan orang masuk pasar tidak bikin jijik," ujar Bayu. Pasar itu juga perlu mengadopsi green market yang mendaur ulang sampah.

Kedua, lanjutnya, pasar yang sudah dibangun harus bisa terpelihara dan terkelola. Indikatornya bagaimana membuat para pedagang tertib dan disiplin. Pasar juga harus tertib hukum yang terlihat dari pegagang tidak menjual barang ilegal maupun haram.

Aspek lainnya, pasar harus mempromosikan produk dalam negeri, bukan impor. Pasar juga harus menjadi tempat pelestari budaya. Bayu mencontohkan, pasar desain tulisan Jawa di Pasar Beringharjo Yogyakarta tetap dipertahankan

Setelah revitalisasi, bisnis di pasar harus tumbuh dan berkembang. Sehingga, para pedagang sejahtera dan pendapatannya naik.

Namun, selama ini Bayu mengakui pihaknya baru melakukan beberapa hal dalam merevitalisasi pasar. Pertama, fisik dan bangunan. Kedua, pemerintah mencoba mengelola, dengan memberikan pelatihan dan pemahaman kepada pedagang. Ketiga, pedagang diajari membuat pembukuan sederhana.

"Diberikan pembekalan tapi terbatas. Jadi, revitalisasi bukan untuk fisik saja kita masih kurang kapasitas," tambahnya.

rep:c87 ed: nur aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement