Selasa 30 Sep 2014 12:00 WIB

Jakarta Mulai Sulit Air

Red:
Pedagang air bersih di Jakarta (Ilustrasi)
Foto: Republika
Pedagang air bersih di Jakarta (Ilustrasi)

JAKARTA -- Sejumlah wilayah di ibu kota Jakarta mulai kesulitan air bersih akibat musim kemarau. Sumur yang dijadikan andalan warga untuk memperoleh air telah surut.

Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Achmad Hermanto Dardak mengatakan, saat ini banyak sumur warga yang mengering akibat cuaca panas. 

Penguapan air terlalu cepat. Sehingga, air di dalam sumur jadi cepat mengering. Menurut catatan Kementerian PU daerah di Ibu Kota yang sudah melaporkan terjadi krisis air bersih yakni di Jakarta Utara. "Laporan sumur warga yang sudah kering baru di wilayah Jakut," ujarnya, kepada Republika, Senin (29/9).

Muhammad Dodi (40 tahun) salah seorang warga yang berada di Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, mengakui, sumurnya mulai mengering. Tidak seperti tahun sebelumnya, pompa yang dia gunakan pada musim kemarau ini tak mampu mengangkat air. Padahal, sumurnya telah berkedalaman hingga 20 meter.

"Sementara saya nambah satu pipa. Semoga saja bisa bertahan," ujar bapak empat orang anak ini kepada Republika, kemarin.

Kondisi serupa, kata dia, rata-rata terjadi di daerah tempatnya tinggal.  Karena sumur yang mengering, mesin pompa bekerja jauh lebih lama. Dodi pun harus merogoh uang lebih banyak untuk membayar tagihan listrik.

Di Jakarta Selatan, debit air dilaporkan juga sudah mulai berkurang. M Isa (40 tahun), penjual anggrek dan tanaman hias di Jalan Dharmawangsa Raya, Pulo, Kebayoran Baru, mengaku, tekanan air tanah yang ia gunakan melalui pompa tangan mulai menurun.  "Jadi kecil gitu airnya, tapi belum sampai kekeringan," kata Isa kepada Republika, Senin (29/9).

Penjual lain, Yusuf (40 tahun), mengakui hal yang sama. Meski air masih ada, namun tekanan air yang kecil membuat ia harus menampung air sebanyak dua drum besar sebagai setok atau persediaan. Hal tersebut mulai ia lakukan sejak dua minggu terakhir. "Air mulai dipakai dari pukul 06.00, sekitar pukul 11.00 itu udah mulai kecil airnya. Pukul 17.00 dipompa lagi, nyetok buat besok," kata Yusuf.

Untuk mengantisipasi kekeringan di Ibu Kota, Kementerian PU mengaku telah melakukan sejumlah upaya. Seperti, antisipasi jangka pendek, yakni berkoordinasi dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang ada.  Armada PDAM diharapkan dapat menyediakan air baku bagi masyarakat yang kesulitan.

Sementara antisipasi jangka panjangnya, Kementerian PU telah membangun sejumlah waduk di wilayah penyangga DKI. Seperti, di Banten dan Bogor. Saat ini, proyek pembangunan waduk di Banten sedang dalam proses tender. Sedangkan, yang di Bogor sudah mulai pengerjaan. Namun, belum beres. "Waduk ini, nantinya akan berfungsi juga sebagai pengendali banjir dan penyedia air baku saat kemarau," ujarnya.

Untuk wilayah timur, Kemen PU sedang mendorong supaya kerja sama pipanisasi air dari Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat yang langsung ke Jakarta bisa terealisasi. Saat ini, proyek tersebut masih dalam tahap pembahasan antara Pemprov Jabar dan DKI serta PJT II Jatiluhur.

Kemudian, pihaknya juga telah melakukan normalisasi Sungai Ciliwung. Normalisasi itu dilakukan di sepanjang 19 kilometer di wilayah hulu. Kemudian, 8,5 kilometer di wilayah hilir dari mulai pintu air Manggarai sampai pintu air Kapitol. "Kami juga sedang melakukan penelitian tentang aquifer," ujarnya.

Teknologi ini, digunakan untuk meminimalisasi air hujan yang terbuang percuma. Hermanto menjelaskan, setiap musim hujan 80-90 persen air hujan akan langsung mengalir ke laut.

Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama  mengatakan diperlukan kerja sama dengan wilayah penyangga untuk mengatasi ancaman bencana saat musim kemarau. Dengan demikian, bencana seperti kekeringan dapat diatasi dengan maksimal. "Tentu harus kerja sama dengan wilayah-wilayah penyangga seperti Bogor. Jadi, antisipasi semua bencana pas musim kemarau ini dapat dilakukan maksimal," ujar Basuki di Balai Kota, Senin (29/9).

Di daerah penyangga Jakarta seperti Bekasi, kekeringan juga sudah terjadi di sejumlah daerah. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi mendapat laporan tentang kekeringan di Kecamatan Cibarusa

Kepala Sub Bidang Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Harry Tirto Djatmiko, memastikan, suhu udara di Jakarta masih normal, yakni berkisar antara 34 sampai 37 derajat Celsius. BMKG, kata dia, telah mengumpulkan data selama 30 tahun. "Sampai September 2014, suhu yang pernah terjadi sekitar 34 hingga 37 derajat. Suhu pernah mencapai 38 derajat namun tak sering," jelasnya.

c66/c91/c82 rep: ita winarsih ed: teguh firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement