Sabtu 27 Sep 2014 13:30 WIB

Rupiah Masih Alami Tekanan

Red: operator

Rupiah melemah karena adanya arus modal keluar dan sentimen politik voting RUU Pilkada.

JAKARTA -Bank Indonesia (BI) menilai faktor-faktor eksternal, salah satunya normalisasi kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve (the Fed), masih menjadi penyebab tertekannya rupiah belakangan ini. Nilai tukar rupiah dalam kurs tengah BI pada Jumat (26/9) melemah ke angka Rp 12.007 per dolar AS.

Padahal, selama seminggu terakhir, rupiah tercatat di kisaran Rp 11.80011.900 per dolar AS.Menurut Direktur Eksekutif Departemen Statistik dan Moneter BI Doddy Zulverdi, pelemahan nilai tukar wajar terjadi di suatu negara yang likuiditasnya turun terkena dampak normalisasi kebijakan the Fed. Namun, lanjut dia, perbaikan fundamental ekonomi di dalam negeri harus terus ditingkatkan agar lebih memiliki daya tahan terhadap gejolak ekonomi global. "Yang paling bisa mengatasi sebenarnya adalah bagaimana transaksi berjalan kita, ekspor bisa kita buat lebih meningkat," ujarnya kepada pers di gedung BI, Jakarta, Jumat (26/9).

Para investor melihat Amerika Serikat (AS) akan meningkatkan suku bunga sehingga return investasi di AS lebih menarik. The Fed pun telah memproyeksikan bahwa Fed Fund Rate akan mencapai 1,125 persen pada Juni dan 1,375 persen pada akhir tahun depan. Sedangkan, pada akhir 2017, suku bunga AS akan berada pada 3,75 persen.

Doddy menuturkan, normalisasi kebijakan ekonomi di AS merupakan refleksi dari membaiknya ekonomi di ne gara tersebut. Ia meyakini, jika nanti perbaikan ekonomi AS sudah signifikan, akan berdampak terhadap kinerja ekspor di Tanah Air.

"Ekspor negara-negara lain yang kita ikut memberi input-nya atau kita mengekspor ke sana. Sehingga, kita akan kena secondary impactdari perubahan mereka itu, tentu akan berdam pak baik bagi ekspor kita. Jadi, ini bagian dari siklus lah," papar Doddy.

Doddy menambahkan, melemahnya rupiah memang disebabkan adanya arus modal keluar, selain karena arus modal masuk ke Indonesia yang tidak sederas biasanya. Ia berharap, pada tahun depan, nilai tukar akan lebih baik dibandingkan kondisi saat ini. "Begitu perbaikan Amerika sudah signifikan, perbaikan akan muncul dan mudah-mudahan sesuai prediksi pada tahun depan nilai tukar akan membaik," ujar Doddy.

Ekonom Agustinus Prasetyantoko mengatakan, pelemahan rupiah disebabkan sentimen politik. "Sentimen politik berpengaruh negatif," ujar Pra setyantoko dalam pesan singkatnya kepada Republika.

Sentimen politik yang dimaksud adalah proses dan hasil voting RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di DPR. Hasil voting menetapkan pilkada dipilih melalui DPRD.

Ia mengatakan, karena pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan oleh sentimen, bukan fundamental, rupiah akan menguat jika ada sentimen positif. Ia mencontohkan, sentimen positif tersebut, di antaranya, Mahkamah Konstitusi yang menyambut judicial review. rep:Satya Festiani ed: nidia zuraya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement