Selasa 16 Sep 2014 14:30 WIB

Karpet Merah Investor Asing

Red:

Oleh: Nur Aini -- Penjualan Bank Mutiara tinggal selangkah lagi menuju titik akhir.  Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan perusahaan investasi asal Jepang, J Trust Co Ltd, sebagai calon pemenang tender untuk mengakuisisi  Bank Mutiara yang dulu bernama Bank Century itu.

J Trust dipilih sebagai calon pemenang tender dari enam investor yang  mengikuti uji tuntas LPS pada Juni-Juli 2014. Perusahaan yang memiliki  rentang bisnis dari bidang finansial hingga hiburan itu berhasil  menyingkirkan dua calon investor dari Tanah Air. Iming-iming Rp 3  triliun yang disediakan PT Bank Rakyat Indonesia untuk mengakuisisi Bank  Mutiara ternyata masih kalah menarik dari tawaran J Trust.

Dana yang disiapkan BRI untuk pertumbuhan anorganik perusahaan itu  memang jauh dari biaya penyelamatan Bank Mutiara oleh LPS Rp 6,7  triliun. Padahal, harga jual Bank Mutiara yang ditetapkan LPS minimal  setara dengan penyertaan modal tersebut. Namun, harga jual yang  ditetapkan ternyata LPS harus menunggu hingga enam tahun untuk  menentukan pemenang calon pemilik Bank Mutiara.

Kepemilikan investor asing di Bank Mutiara kini tinggal menunggu keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). J Trust akan mengikuti fit and proper test OJK sebelum resmi dinyatakan sebagai pemilik Bank Mutiara. Jika lolos, perusahaan yang sudah mencatatkan diri di bursa saham Tokyo itu bisa memiliki hingga 99,9 persen saham di Bank Mutiara pada pekan ketiga November 2014.

Dalam pernyataan resminya, J Trust memilih Indonesia karena potensi  pasar perbankan yang didukung besarnya populasi. Perusahaan itu ingin  melebarkan sayapnya ke pasar ritel di Tanah Air.

Dimenangkannya J Trust sebagai calon pemilik Bank Mutiara mengingatkan  kembali publik pada kepemilikan asing di perbankan Tanah Air. Bank  Indonesia sebenarnya sudah memiliki perisai untuk membatasi dominasi  investor asing di perbankan nasional lewat PBI No 14 Tahun 2012.  Peraturan mengenai kepemilikan saham bank umum tersebut mengatur syarat  investor asing yang ingin memiliki saham bank lebih dari 40 persen.

Akan tetapi, kepemilikan investor asing di Bank Mutiara dikecualikan  dalam PBI. Investor asing bisa mencaplok hampir keseluruhan saham Bank  Mutiara. Status Bank Mutiara sebagai bank hasil penyelamatan LPS menjadi  alasan pengecualian tersebut.

Terkait pengaturan investor asing dalam industri perbankan, otoritas  Indonesia belum berani seketat sejumlah negara tetangga. Di Singapura,  misalnya, hanya untuk memiliki layanan penuh perbankan (qualifying full  bank/ QFB), setiap perusahaan wajib berbadan hukum Singapura. Dengan  aturan itu, otoritas moneter Singapura (MAS) ingin menjadikan perbankan  lokal menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri.

Setelah Bank Mutiara diserahkan ke investor asing, perbankan nasional  harus bersiap untuk bersaing di pasar ritel. Dengan besarnya modal  investor asing, perbankan nasional bisa jadi kalah bertarung di kandang  sendiri. Sebelum itu terjadi, otoritas moneter sepertinya perlu menilik  kembali asas resiprokal dalam aturan perbankan. Apakah aturan perbankan  Tanah Air sudah setara dengan perlakuan otoritas moneter asing untuk  perbankan nasional yang ingin berekspansi di pasar luar negeri? Atau,  aturan itu justru memberi karpet merah bagi investor asing untuk masuk  ke industri perbankan nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement