Rabu 10 Sep 2014 14:00 WIB

Romo Magnis Dukung Gugatan

Red:

JAKARTA -- Tokoh umat Katolik Franz Magnis Suzeno mengatakan, gugatan terkait pernikahan beda agama perlu diangkat.  Menurutnya, negara tak boleh menghalang-halangi pernikahan antara dua insan yang berbeda agama.

Secara pribadi, pastur Katolik yang akrab disapa Romo Magnis itu mendukung pengakuan negara terhadap pernikahan yang dijalankan menurut keyakinan agama yang bersangkutan sesuai yang terkandung dalam UU No 1/1947. Di dalam agama Katolik, menurutnya, perkawinan hanya sah jika dilakukan dengan aturan Katolik.

Oleh karena itu, menurutnya, Katolik setuju dengan undang-undang tentang perkawinan yang berlaku di Indonesia. Bahwa, menikah hanya sah jika dilakukan menurut aturan agamanya masing-masing.

Namun demikian, tuturnya, negara tidak boleh secara ekslusif melarang pernikahan beda agama. Negara tidak boleh menutup kemungkinan orang yang tidak mau menikah secara sah menurut agama. Misalnya, tuturnya, ketika seseorang ingin menikah dengan orang yang berbeda agama.

Dalam hal ini, Romo mengatakan, negara harus menyediakan kemungkinan tersebut. Artinya, memungkinkan mengesahkan pernikahan beda agama. "Negara tidak berhak tidak menyediakan kemungkinan itu. Seakan, menikah lintas agama itu secara moral tidak benar," tutur Romo Magnis kepada Republika, Selasa (9/9).

Menurutnya, banyak orang menderita karena kemungkinan untuk menikah dengan orang berbeda agama tidak dizinkan negara. Ia berpendapat, jaminan kebahagiaan sebuah pasangan memang adanya kesatuan dalam keyakinan. "Saya sebagai pastur Katolik tidak bisa memaksa orang mutlak menikah dengan sesama Katolik. Kita tidak hidup dalam lingkungan tertutup dengan agama masing-masing," kata dia.

Sebelumnya, empat alumni dan seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) yang mengajukan uji materi UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka mempersoalkan Pasal 2 Ayat 1 undang-undang tersebut. Pasal itu berbunyi, "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."

Di pihak lain, guru besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Jimly Asshidiqqie menilai, UU Perkawinan tentang pernikahan pasangan beda agama sudah jelas. Menurutnya, secara implisit UU Perkawinan mendidik warga negara sebaiknya menikah dengan pasangan yang keyakinannya sama untuk menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis.

"Karena, yang mulia dari satu keluarga itu jika satu agama. Kalau mau pindah agama boleh, tapi intinya satu keluarga dijalankan satu agama untuk menjamin keharmonisan," ujar Jimly, kemarin. Pernikahan antara pasangan beda agama, menurut Jimly, sah-sah saja selama tidak dilangsungkan di Indonesia.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan, tidak elok jika memaksakan orang lain mengikuti pola pikir tentang suatu hal. Jika memandang pernikahan antara pasangan beda agama bisa dilegalkan, menurutnya, harus mencari jalan keluar sendiri. "Nah, kalau ada yang tidak setuju (nikah beda agama), dia cari jalan keluar di tempat lain," kata Jimly. rep:c73/ira sasmita ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement