Rabu 10 Sep 2014 12:00 WIB

Haji Berbekal Takwa

Red:

Oleh: Dr.H.Ahmad Kusyairi Suhail,Lc,MA -- Kloter demi kloter jamaah haji Indonesia dari total 170.405 orang sudah mulai diberangkatkan ke Tanah Suci. Jutaan kaum Muslimin dengan beragam suku, bangsa, etnis, bahasa, adat, dan kultur dari berbagai penjuru dunia akan segera memadati Al Haramain Asy Syarifain, dua kota suci, Makkah dan Madinah.

Semuanya datang dengan satu misi, menunaikan ibadah haji. Mereka memiliki satu obsesi, meraih haji yang mabrur sebab Nabi SAW bersabda, "Haji yang mabrur, tidak ada balasan baginya kecuali surga" (HR Bukhari no.1683, Muslim no.1349).

Meski beragam bekal telah disiapkan dengan baik guna menunaikan rukun Islam yang kelima ini, yang harus selalu diingat oleh para jamaah haji bahwa Allah SWT menegaskan, sesungguhnya bekal utama dan terbaik meraih haji mabrur, yakni takwa. Hal ini sebagaimana firman-Nya, "Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal" (QS al-Baqarah [22]: 197).

Bahkan, sampai diulang dua kali kata "takwa" dalam ayat ini sebagai bentuk penguatan pentingnya bekal takwa dalam haji. Bekal takwa inilah yang selalu menyadarkan jamaah haji bahwa kepergiannya ke Tanah Suci merupakan ritual suci, bukan sekadar rekreasi sehingga selalu menyesuaikan penampilannya sebagai Wafdu’r Rahman (tamu Allah), bukan wisatawan.

Sebab, dahulu Imam Syuraih pernah berkata, "Jamaah haji sejati itu sedikit, sementara orang-orang yang (rekreasi) naik kendaraan itu banyak (Al Haj wa’l Hujjaaj, Dr Zaid Ar Rumaani, hal 35). Takwa pula yang menuntun seseorang dalam melaksanakan ibadah mulia ini, selalu melandasinya dengan niat suci dan hati yang bersih, semata-mata ingin meraih ridha Ilahi, Allah SWT sehingga terhindar dari penyakit riya (pamer) dan sum’ah (pencitraan).

Takwa yang hakiki melahirkan sifat mujahadah (kesungguhan) dalam beragam sisi. Ia dapat memotivasi jamaah haji untuk bersungguh-sungguh dalam meningkatkan wawasan tentang manasik haji sehingga sesuai dengan praktik haji Nabi SAW. Selain itu, membuat setiap jamaah bersungguh-sungguh dalam menunaikan semua bentuk kegiatan ritual ibadah yang menunjang kemabruran hajinya.

Di samping itu, menjadikan tamu Allah memanfaatkan secara maksimal keberadaannya di tempat mulia, pada waktu mulia, dan dalam keadaan mulia untuk mendekatkan diri kehadirat Ilahi. Termasuk, dapat menyemangati jamaah haji untuk meninggalkan semua hal negatif yang bisa menodai kemabruran hajinya, khususnya rafats (bersetubuh dan permulaan-permulaannya, seperti bercumbu), fusuq (berbuat fasik), dan jidal (berbantah-bantahan), seperti dalam QS al-Baqarah [2]: 197).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement