Selasa 09 Sep 2014 15:00 WIB

Daud, Sang Penakluk Askar Bandara

Red:

Oleh: Zaky Al Hamzah(wartawan Republika) -- "Keangkeran" askar-askar atau petugas keamanan di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Arab Saudi, sudah menjadi perbincangan setiap jamaah haji atau calon haji yang hendak mendarat di bandara ini. Sama dengan petugas askar di Bandara Madinah, kompleks Masjidil Haram, dan Masjid Nabawi, askar setempat selalu dipersonifikasikan sebagai petugas yang garang tetapi tegas. Tidak ada kompromi kepada para jamah calon haji maupun warga mukimin (orang Indonesia yang menetap di Arab Saudi). Penilaian terhadap mereka lebih banyak bernada keras, tanpa kompromi, dan sejenisnya. Penilaian serupa juga terjadi pada sosok-sosok askar di kompleks Bandara Jeddah.

Namun, sekeras-kerasnya sikap manusia, sosok askar pun bisa diluluhkan. Nah, bicara soal luluh-meluluhkan hati si askar ini, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia Tahun 2014 memiliki sosok penakluk hati para askar bandara. Sosok ini adalah Daud Abdul Rahman Malawat. Dalam tujuh tahun terakhir, sosok ini menjadi andalan bagi para petugas PPIH ketika ada kasus penyitaan paspor milik jamaah calon haji asal Indonesia.

Siapa dia? Daud lahir di Jeddah, Arab Saudi, pada 10 Desember 1981. Ia adalah anak keempat dari sepuluh bersaudara dari pasangan (alm) Abdurrahman Abduwahid dan Arfiah Husein Malawat. Kedua orang tua Daud berasal dari Indonesia yang lama merantau ke Jeddah sebagai karyawan di salah satu perusahaan katering di Makkah untuk jamaah haji. Paman Daud pun masih tinggal di Indonesia. Sejak lahir, remaja, dan pemuda, Daud mengenyam pendidikan di Arab Saudi. "Teman-teman saya adalah warga Arab, jadi saya sangat mengerti karakter budaya mereka," katanya kepada saya.

Ketika lulus sekolah setingkat SMA, Daud memutuskan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta pada 2001. Meski ke Indonesia, Daud sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia. Sehingga, ada kejadian yang membuat Daud menangis dan memutuskan kembali ke Arab Saudi.

Kejadian itu adalah saat pamannya menanyakan dalam bahasa Indonesia; "Daud, apakah kamu sudah makan?'' Daud yang sudah lama berkecimpung di Arab Saudi dan tidak bergaul dengan tata bahasa Indonesia tidak menjawab pertanyaan pamannya. Mulutnya kelu. Air mata Daud langsung mengalir. Tanpa menghiraukan keheranan pamannya, Daud langsung masuk kamar dan menelepon bapaknya di Arab Saudi. "Bapak, paman bicara apa? Saya tidak tahu maksudnya," kata Daud, mengenang kisah itu.

Perbincangan beda bahasa itu membuat Daud ingin kembali ke Arab Saudi, tetapi pamannya mencegah dan memintanya tinggal beberapa pekan. Daud akhirnya mampu bertahan hingga enam bulan. Daud memutuskan kembali ke Arab Saudi dan menjadi pegawai Muassasah Asia Tenggara, yang bertanggung jawab mengatur kuota jamaah haji, melayani jamaah haji di Asia Tenggara.

Masih tetap tak bisa berbahasa Indonesia, di tahun pertama sebagai pegawai Muasassah Asia Tenggara, Daud melayani jamaah haji asal Malaysia. Di sini, Daud mulai berinteraksi dengan bahasa Melayu. Tahun berikutnya, hingga 10 tahun, Daud menjadi pegawai Muassasah Asia Tenggara sehingga interaksi dengan jamaah haji yang berbahasa Melayu—termasuk bahasa Indonesia—semakin kental. Kosakata bahasa Indonesia terus bertambah meski belum fasih berdialog dengan bahasa Indonesia.

Lantas, apa istimewanya Daud? Dia adalah penakluk hati askar. Sikap askar dalam bertugas itu sangat tegas, tak pandang bulu. Kalau dianggap salah sesuai aturan bandara, si askar akan menindak dengan tegas. Kasus-kasus besar di bandara adalah hilangnya paspor atau identitas lain. Bila petugas lain sudah menyerah, maka Daud yang turun tangan. Daud mengisahkan, sejak 2009 hingga sekarang, dirinya telah menangani tiga kasus yang orang lain menganggapnya kasus besar.

Kasus pertama, ada jamaah yang kehilangan paspor saat sebelum di ruang periksa imigrasi. Jamaah menangis karena teman-temannya sudah keluar, sementara dia sendiri adalah warga dari pelosok desa. Daud kemudian turun tangan dan menyatakan kepada askar bandara agar jamaah perempuan ini diizinkan keluar dulu dari ruang periksa imigrasi tapi tetap disertakan dengan surat pernyataan dideportasi. "Seharusnya surat itu untuk deportasi ke Indonesia, tapi saya katakan jamaah itu akan beribadah haji, kemudian balik ke Indonesia," katanya. Askar bandara akhirnya luluh dan menyetujui pendapat Daud. 

Kasus kedua agak serupa, dialami jamaah perempuan agak tua. Setelah dilobi dengan pendekatan kasus pertama, si askar tetap ngotot tidak bisa menyetujui atau memproses ibu tersebut keluar dari bandara. Daud berpikir keras. Akhirnya muncul ilham dari Allah SWT. Dengan pendekatan budaya Arab Saudi, Daud mengajak si askar berbicara ke sana-kemari, basa basi. Kemudian mengatakan bahwa meski di bandara terdapat aturan yang tegas, namun tetap ada pengecualian. Nah, kepada si askar, Daud menjelaskan bahwa perempuan itu adalah ibunya, si askar juga punya ibu. Kasihan kalau seorang ibu terlunta-lunta sendirian di bandara, sementara muhrimnya sudah beribadah di Madinah atau Makkah. Si askar akhirnya luluh.

Kasus ketiga,iIni terjadi saat gelombang kedua kedatangan jamaah haji. Dia jamaah pria, ditahan karena kasus sama. Akal Daud berpikir keras dan akhirnya menemukan solusi lain. Dia katakan kepada si askar bahwa bapak itu merupakan tamu Allah SWT dalam berhaji, bukan tenaga kerja, dan juga bukan tamu kerajaan. Kebetulan bapak ini sudah mengenakan pakaian ihram. "Saya katakan kepada askar, Anda tidak berhak melarang tamu Allah untuk beribadah haji. Bisa dosa," tutur Daud. Hati si askar pun akhirnya luluh dan bersedia melepaskan bapak itu dari ruangan imigrasi. Bapak ini lantas berterima kasih kepada Daud. "Sebuah kebahagiaan bisa melihat wajah-wajah mereka yang berseri saat lepas dari ruangan imigrasi dan pemeriksaan para askar," ungkap Daud.

Ada kejadian lain yang juga membuat Daud merasa bangga menjadi pelayan jamaah haji. Yakni, menangani jamaah yang stres berat setelah turun dari pesawat. Orang ini menggigit petugas PPIH setiap hendak mendekat. Dengan kemampuan "menaklukkan" hati orang, Daud mampu meluluhkan orang ini, bahkan ia meminta Daud ikut serta berangkat ke Madinah untuk beribadah di Masjid Nabawi. "Saya antar di dalam bus, dan saat dia sudah duduk, saya cepat-cepat keluar dan mengunci pintu bus," katanya.

Kejadian lainnya adalah menangani jamaah pria yang terkena stroke. Dengan penuh belas kasih, Daud memandikan jamaah ini di dalam kamar mandi. Daud berharap, kelak ada petugas-petugas PPIH yang memiliki kemampuan seperti dirinya, salah satunya kemampuan meluluhkan hati para askar bandara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement