Selasa 26 Aug 2014 12:00 WIB
jalan-jalan

Wajah Tua, Wajah Muda Seoul

Red:

Seoul adalah perpaduan epik antara sejarah dan modernitas. Seoul seakan tempat yang tepat untuk merenungkan peradaban manusia. 

Menyusuri kota modern Seoul di awal tahun  mengingatkan saya pada Soekarno. Suatu hari, presiden pertama Indonesia itu berkata, bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya.

Dalam leaflet, booklet perjalanan yang saya temukan di ibu kota semenanjung Korea itu dijelaskan, awalnya, Seoul adalah ibu kota Dinasti Joseon. Ibu kota Dinasti Joseon dipindahkan dari Gaegyeong ke Seoul (saat itu bernama Hanyang) pada 28Oktober 1394. Raja pun memerintahkan para pekerja untuk membangun tembok melingkar, supaya warga terlindungi dari binatang buas dan para pencuri.

 

 

 

 

 

 

 

Foto:dok Calvine Mulyanto

 

Sejak menjadi pusat dinasti dengan masa kekuasaan terlama sepanjang sejarah Korea, Seoul mengalami kemajuan pesat. Akhir abad ke-19, Seoul mulai membuka diri terhadap dunia internasional. Seiring masuknya kebudayaan asing, Seoul mulai berkembang dan menunjukkan jati diri sebagai kotakosmopolitan.

Di tahun 1899, mobil-mobil berada di jalanan Seoul. Tiga tahun setelahnya, jaringan telepon tersambung di Seoul. Meski sempat dijajah Jepang dan didera Perang Korea, Seoul bangkit kembali.

Kini, Seoul menjadi pusat perusahaan-perusahaan berskala dunia seperti Samsung, Hyundai, dan KIA. Seoul kini sudah menjadi salah satu kota metropolitan dunia.

Jalan-jalan saya di kota itu menunjukkan, Seoul tetap mempertahankan unsur-unsur tradisionalnya. Selama di Seoul, saya tidak hanya menemukan satu sisi Negeri Ginseng, melainkan dua sisi yang rasanya tidak pernah dapat bersatu. Sisi modern dan tradisional berjalan berdampingan di ibu kota Korea Selatan itu. 

***

Peninggalan Dinasti Terakhir Korea           

Gyeongbokgung adalah harapan saya sejak dari Tanah Air. Istana ini   terletak di Seoul bagian utara. Gyeongbokgung Palace atau sering disebut Gyeongbokgung saja adalah salah satu dari five grand palaces. Empat istana lainnya adalah Changdeokgung, Changgyeonggung, Gyeonghuigung, dan Deoksugung. Gung sendiri berarti istana dan gyeongbok bermakna greatly blessed by heaven.

Gyeongbokgung dibangun pada masa Dinasti Joseon, dinasti yang berkuasa di Semenanjung Korea dari Juli 1392 hingga Oktober 1897. Joseon pun menjadi dinasti terakhir di daratan Korea. Kekaisaran Korea Raya, negara berbentuk kekaisaran, mengambil alih kekuasaan Joseon pada Oktober 1897. G

yeongbokgung didirikan oleh Taejo of Joseon (terlahirdengan nama Yi Seong-gye), raja pertama Dinasti Joseon. Yi Seong-gye sebelumnya merupakan jenderal Dinasti Goryeo. Namun, Yi Seong-gye memberontak dan menggulingkan Dinasti Goryeo. 

Terdapat tiga ruangan besar dalam kompleks Gyeongbokgung, yakni ruangan untuk raja dan ratu beristirahat, ruangan pesta, serta ruang pertemuan untuk para duta besar dan pejabat.  Di ruang peristirahatan raja dan ratu, terdapat yongmaru (yong artinya naga), semacam bubungan atap berbentuk kepala naga warna putih. Raja dianggap naga, sedangkan yongmaru sendiri merupakan suatu perwujudan naga.

Sewaktu raja tidur, tidak boleh terdapat yongmaru di atap ruang peristirahatan raja. Semacam suatu pantangan, jika terdapat sesuatu yang lebih tinggi dari pada kepala raja.

Uniknya, ketika salah satu di antara raja dan ratu sedang tidak di istana, ruangan dan kamar tidur raja dan ratu dipisah. Bila raja berada di istana, raja dan ratu melewatkan waktu bersama di satu ruangan di sisi kanan Gyeongbokgung.  Sayangnya, Gyeongbokgung sempat dibakar saat pendudukan Jepang pada 1864 dan 1910.

Kekejian Jepang saat itu tidak lepas dari kebiadaban yang dialami Maharani Myeongsong, yang dibunuh mata-mata Jepang. Dia terbunuh karena dianggap menghalangi usaha Jepang untuk memperluas jajahan. Sekarang, Maharani Myeongsong dianggap sebagai pahlawan, karena menolak campur tangan asing.

Beruntunglah, Gyeongbokgung telah dibangun ulang. Gyeongbokgung sekarang menyerupai 40 persen istana kebanggaan Dinasti Joseon saat masa-masa kejayaannya. Restorasi Gyeongbokgung berjalan sejak 1990 dan masih berlangsung sampai saat ini. Sekalipun saat itu musim dingin, para pengunjung tidak kaku melangkah. Pelancong-pelancong yang mengenakan jaket tebal antusias mengamati sekeliling.

Saya sibuk memotret beragam bangunan berarsitektur Tiongkok. Tinggi setiap istana berkisar antara empat dan enam meter. Setiap istana, mengikuti gaya arsitektur tradisional, rata-rata hanya dua atau tiga tingkat. Dengan Gunung Bugak (Bugaksan) yang mengelilingi Gyeongbokgung, istana kerajaan ini didirikan mengikuti feng shui.

Feng shui erat dengan kebudayaan Tiongkok. Pada masa Dinasti Joseon, bangsa Korea banyak mengadopsi kultur Negeri Tirai Bambu.  Menurut Mimi Seol, pemandu kami yang menetap di Seoul, dua jam di Gyeongbokgung tidaklah cukup. Istana-istana yang bertahan lama tidak termakan usia, berhasil mengajak saya merenung. Sejaya apakah bangsa Korea di masa lampau?

Saya berjalan ke pintu keluar dan menjumpai hamparan pelataran, seakan menjadi pemandangan di masa silam. Di sekitar Gyeongbokgung, juga terdapat The National Folk Museum of Korea. Para pengunjung yang tertarik dengan sejarah dan kebudayaan dapat mempelajari adat pernikahan, rumah tradisional, serta artefak-artefak ala Korea. Tidak dikenakan biaya tambahan untuk menyambangi museum ini.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

***

Gembok Cinta dan Lift Supercepat           

Barangkali, orang Indonesia mengenal Korea Selatan karena drama percintaannya.  FullHouse dan Boys Before Flowers adalah di antara yang populer. Percintaan tidak dapat terlepas dari Seoul. Deretan gembok cinta, yang menjadi simbol romansa, terletak di N Seoul Tower.             

Namsan Tower, nama pertama ketika NSeoul Tower diresmikan pada Oktober 1980, merupakan menara 236,7 meter dan menjadi objek tertinggi seantero Seoul. Nam berarti selatan, sedangkan san berarti gunung. Mungkin, nama Namsan terinspirasi oleh Gunung Namsan di Gyeongju, Korea Selatan. Tiga puluh tahun kemudian, nama Namsan Tower berubah menjadi N Seoul Tower, dan nama tersebut bertahan sampai sekarang.            

Namsan Tower juga menjadi antena transmisi berbagai stasiun radio dan televisi Korea Selatan. Sebanyak 48 persen populasi nasional menikmati siaran televisi maupun radio melalui menara transmisi ini.            

Saya berjalan mengikuti Mimi ke dekat loket karcis, untuk mengamati deretan gembok cinta. Saya sempat terkaget setelah selesai mengamati beberapa baris gembok. Ternyata, masih ada deretan lain yang memanjang hingga bagian belakang. Dari hitungan kasar, terdapat ribuan gembok yang memenuhi lobi N Tower ini.             

Gembok cinta dipopulerkan drama Korea Selatan yang berjudul We Are Married. Drama tersebut ditayangkan stasiun televisi MBS. Lovepadlock menjadi bagian salah satu adegannya. Tepatnya ketika Alex dan Shinae, juga Nikun dan Victoria mengunjungi N Tower. Konon, Korea Times menyebutkan bahwa ide gembok cinta berasal dari sepasang kekasih, yang terinspirasi dengan gembok cinta di Menara Tokyo.            

Gembok cinta melambangkan komitmen antara dua sejoli, yang menandakan cinta sepanjang hayat. Menurut Mimi, setelah sepasang kekasih mengunci gembok, kunci dibuang ke sungai agar gembok tidak dibuka lagi. Namun, telah dituliskan dalam aturan untuk menaruh kunci pada kotak yang tersedia. Para pengunjung dapat membeli gembok di toko suvenir di N Tower. Gembok dapat ditulisi nama dan pesan dalam bahasa apa pun. Gembok lalu dikunci di sudut-sudut lobi bersama gembok-gembok lainnya.            

Setelah puas memandangi gembok cinta, saya berjalan ke menara observasi yang mengarah kepada puncak N Tower. Saya diajak masuk ke lift dan diminta petugas untuk mendongak, agar tidak menunggu kapan lift sampai ke atas. Hanya memakan setengah menit untuk sampaike lantai 63, puncak N Seoul Tower.  Sesampai di lantai teratas, saya menyaksikan panorama Seoul dari kaca. Saya juga mengitari puncak, lalu menemukan deretan nama kota dan jarak yang ditempuh untuk mencapainya dari Seoul.

Setelah puas mengamati lantai observatorium, saya dan rombongan kembali turun dengan lift. Lift ternyata lebih cepat lima detik dibanding saat naik.             

 

 

 

 

 

 

 

 

 

***

Surga Belanja

Seoul memiliki berbagai tempat menarik untuk wisata belanja, seperti Itaewon dan Namdaemun. Salah satu tempat lainnya adalah Dongdaemun Shopping Complex. Kompleks perbelanjaan seluas 16.529 meter persegi ini memiliki lebih dari lima ribu toko. Toko-toko pakaian, kosmetik, dan aksesoris mudah ditemukan. 

Di Dongdaemun, saya berikut rombongan dibimbing Mimi menuju satu kios suvenir khas Korea Selatan. Piring bermotif Korea Selatan dan pembatas buku mudah didapatkan. Anehnya, saya menjumpai penjaga kios etnis Korea yang fasih berbahasa Indonesia.  Tidak hanya itu, pada malam hari, sebagai acara terakhir di Korea Selatan, saya melesat ke Myeong-dong.

Myeong-dong adalah distrik seluas 0,99 kilometer persegi yang terletak di antara Chungmuro, Euljiro, dan Namdaemun-ro. Distrik ini berada di hadapan Shinsegae Mall. Dalam Hangul, Myeong-dong diartikan sebagai "kota terang". Di malam hari, Myeong-dong seakan menjelma menjadi distrik perbelanjaan yang tidak boleh dilewatkan. Dari 2011 hingga 2013, Myeong-dong disebut sebagai shopping street termahal kesembilan di dunia.

Myeong-dong juga merupakan salah satu distrik perbelanjaan terkemuka Seoul.  Kios-kios casing, tas, sepatu, camilan, dan cenderamata berbau K-Pop dan K-Drama bertebaran di sisi jalan. Merek-merek pakaian dan kosmetik seperti Uniqlo dan Etude House juga menjamur. Banyak merek pakaian kelas atas memadati Myeong-dong.

Di lain hal, wajah-wajah Korea dan keramaian tidak lagi menjadi pemandangan asing di Myeong-dong. Saat menunggu adik dan seorang teman melihat-lihat baju di samping Star 101, saya iseng membeli es krim green tea. Saya mengeluarkan dua ribu won (Rp 24.000), lalu mendapatkan es krim yang sekalipun begitu tinggi, namun tidak goyah. 

Saya masuk ke dalam Star 101, namun saya diminta staf Star 101 untuk menghabiskan es krim di luar. Saya menjilati es krim di luar, selagi mengamati para pengunjung lokal dan turis berseliweran. Ah, Seoul begitu hidup karena sejarahnya yang menggugah dan suasananya yang modern.n 

***

Naik Apa, Habis Berapa?

• Mata uang Korea Selatan adalah won. Sewaktu saya mengunjungi Korea Selatan, 1 won sama dengan Rp 12.

• Garuda Indonesia melayani rute menuju Seoul satu kali setiap harinya. Penerbangan ditempuh kurang lebih dalam 7 jam 10 menit. Maskapai lainnya yang melayani rute ini adalah Asiana Airlines dan Korean Air. Waktu di Seoul dua jam lebih cepat dari Jakarta. • Untuk single visa 90 hari, biayanya sebesar 30 dolar AS. Visa dapat diurus di Kedutaan Besar Republik Korea, Jl HM Thamrin.

• Tiket masuk Gyeongbokgung bagi orang dewasa sebesar 3.000 won. Anak berusia 7 sampai 18 tahun dikenakan setengah harga dewasa. Anak-anak di bawahnya gratis.

• Tidak dikenakan biaya apabila hendak melihat-lihat deretan gembok di N Seoul Tower. Namun, para pengunjung diharuskan membayar tiket masuk untuk lift dan menjelajahi menara observatorium. Usia 18 tahun ke atas diwajibkan merogoh 20 ribu won, remaja sebesar 16 ribu won, dan anak-anak 3 hingga 12 tahun sebesar 12 ribu won. Tiket masuk tidak berlaku untuk bayi.

• Pengeluaran di Myeong-dong dapat disesuaikan dengan masing-masing individu.

• Lokasi-lokasi di atas dapat dijangkau dengan subway atau kereta bawah tanah. Subway merupakan mode transportasi massal dan biayanya terjangkau. Namun, N Seoul Tower hanya dapat dicapai dengan bus atau kereta gantung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement