Kamis 17 Mar 2011 19:17 WIB

Evaluasi RSBI Bikin Kacau Sistem Pendidikan

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Kebijakan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), M Nuh, yang menghentikan pendirian sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) tahun ajaran 2011/2012, meresahkan para guru, murid dan orang tua. Kebijakan evaluasi RSBI itu dianggap hanya menimbulkan kekacauan sistem pendidikan , sebab seringnya kebijakan yang berubah.

"Saya banyak dikomplain masyarakat yang bertanya mengapa kebijakan pendidikan terus berganti? Khusus evaluasi terhadap RSBI keluhan yang saya terima semakin banyak," terang Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jawa Timur (Jatim), Dr Harun MM, Kamis (17/3).

Evaluasi yang dilakukan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) kepada sekolah berlabel RSBI dinilai Harun merupakan tindakan bijak. Namun, terbukti membuat gejolak di masyarakat. Apalagi ada ancaman sekolah berlabel RSBI bisa diturunkan menjadi sekolah biasa jika tidak lolos prosedur evaluasi.

"Masalah itu berdampak psikologis terhadap siswa. Mereka yang tugasnya belajar jadi ikut kepikiran memperhatikan nasib sekolahnya," ungkapnya.

Menurut Harun, evaluasi RSBI memang harus dilakukan, sebab sejak berdiri lima tahun lalu dibiarkan begitu saja. Namun, pihaknya meminta Kemdiknas untuk menyosialisasikan kebijakan itu kepada seluruh komponen sekolah agar tidak terjadi guncangan jika sampai hasil evaluasi tidak sesuai harapan pihak sekolah.

"Karena ini kebijakan pusat evaluasi harus dilakukan. Hanya jangan sampai proses ini akan mengganggu perkembangan kualitas pendidikan di RSBI," katanya.

Harun memberi solusi agar tidak terjadi kontroversi di masyarakat akan keberadaan RSBI. Pihaknya lebih sreg jika nama RSBI atau SBI diubah menjadi sekolah standard nasional (SSN) plus, sebab lebih realistis. "Lebih baik namanya diganti saja biar tidak terus menimbulkan masalah berkepanjangan," imbuhnya.

Harun mengakui, secara fisik sekolah berlabel RSBI memiliki keunggulan lebih dibanding sekolah umum. Sarana kelas dan laboratorium yang menunjang, prestasi akademik siswa, kurikulum sekolah, hingga siswa yang terpilih hasil seleksi ketat menandakan RSBI memang unggul dibanding sekolah umum.

Ia menengarai, pemberhentian izin pendirian RSBI disebabkan makin menjamurnya sekolah tersebut dan tanpa kontrol ketat, serta belum dipenuhinya alokasi 20 persen rekrutan siswa berprestasi dari keluarga miskin. RSBI yang cenderung eksklusif dan menarik biaya mahal, dinilai Harun sebagai faktor pendorong Kemdiknas mengeluarkan aturan penghentian izin pendirian RSBI.

"Pihak sekolah berlomba mendirikan RSBI sebab bisa lebih mudah dalam mendapat block grant. Bisa jadi alasan itu yang Kemdiknas mengevaluasi keberadaan RSBI," ulas Harun.

Di Jatim sendiri terdapat 164 sekolah berstatus RSBI, yang terdiri 6 SD, 66 SMP, 49 SMA, dan 43 SMK. Saat ini, Dindik Jatim juga menyekolahkan 320 guru RSBI menempuh jenjang pascasarjana di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan Universitas Negeri Malang (UM) sebagai langkah meningkatkan kualitas pendidikan di RSBI.

Evaluasi Kemdiknas, lanjut Harun, tidak akan menghentikan pihaknya untuk terus menggenjot sarana infrastruktur RSBI agar menjadi sekolah unggulan sesuai misinya. Karena jika menghentikan seluruh kegiatan pengembangan pendidikan malah akan mengakibatkan kemunduran kualitas pendidikan di Indonesia.

"Pengembangan pendidikan di RSBI tetap berjalan sesuai rencana. Nanti, akan dikolaborasikan dengan aturan yang ada biar peningkatan mutu pendidikan terus berjalan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement