Jumat 05 Oct 2018 17:53 WIB

Penting Pengumpulan Data Kegempaan di Palu dan Donggala

Terdapat tiga mekanisme yang menyebabkan gempa dapat menimbulkan bencana.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Guru Besar Rekayasa Gempa dan Dinamika Struktur FTSP Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Sarwidi.
Foto: Dokumen.
Guru Besar Rekayasa Gempa dan Dinamika Struktur FTSP Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Sarwidi.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Penanggulangan bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, terus dilakukan. Guru Besar Rekayasa Gempa dan Dinamika Struktur FTSP Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Sarwidi mengingatkan, mengumpulkan data kebencanaan tidak kalah penting.

Ia menekankan, perlu menggali sebanyak mungkin data sesar aktif yang menjadi potensi sumber gempa. Juga, perlu digali sebanyak mungkin data potensi tanah bergerak dan pesisir yang berpotensi tsunami.

Tujuannya, untuk menentukan tata ruang bagi pembangunan permukiman mendatang. Lalu, mengurangi kerentanan bangunan di daerah rawan gempa dengan menerapkan konsep pembangunan yang tahan gempa.

"Sadarkan masyarakat dan lakukan simulasi-simulasi darurat bencana gempa," kata Sarwidi saat mengisi tinjauan pakar gempa UII tentang bencana gempa bumi-tsunami di Palu dan Donggala.

Terkait gempa bumi dan tsunami yang terjadi, diperkirakan data kerugian moril maupun materil masih akan terus berubah. Pasalnya, kondisi lapangan yang dinamis dan proses evakuasi korban masih berjalan.

Catatan Sarwidi, daerah Palu dan Donggala memang memiliki sismisitas tinggi, lantaran terdapat banyak sesar tektonik. Daerah itu dilalui sesar tektonik akti yang bergeser sekitar 30-40 milimeter per tahun, yaitu sesar Palu Koro.

Terdapat bekas-bekas jejak kejadian tsunami dan kerusakan banguann gempa dan tanah bergerak di beberapa tempat. Hal itu dikarenakan Indonesia memang berada di atas tiga lempeng tektonik utama dunia yang selalu bergerak.

"Yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik, selain itu terdapat banyak sekali sesar tektonik aktif di darat yang sudah teridentifikasi," ujarnya.

Ia menegaskan, gempa tidak membunuh manusia. Namun, terdapat tiga mekanisme yang menyebabkan gempa dapat menimbulkan bencana mulai goncangan yang kuat, lukuifaksi, dan tsunami.

Gempa berenergi besar, seperti 7,4 skala richter di Palu dan Donggala yang berpusat dangkal, mendekati teluk. Sehingga, goncangan di permukaan sangat kuat dan diperkirakan mencapai MMI IX yang sangat merusak.

Untuk tanah bergerak, bangunan bisa amblas karena daya dukung pasir hilang saat terjadi gempa. Sedangkan, tsunami menghempas pesisir Teluk Donggala dengan kekuatan dan ketinggian puncak di Kota Palu.

"Ketiga hal itu terjadi pada kasus gempa di Palu dan Donggala, sehingga menimbulkan kerusakan yang masif dan benyak korban jiwa," kata pengarah BNPB tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement