Rabu 22 Oct 2014 14:00 WIB

Gratis Membaca Ala ‘Pitimoss Fun Library’

Red:

Keluarga Mukti Wiryawan (45 ta hun) selalu me nanti ke da tangan akhir pekan. Setiap akhir pekan, warga Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, ini rutin mem bawa istri dan kedua anaknya berlibur ke taman bacaan Pitimoss Fun Library di Jalan Banda 12S.

Seharian penuh ia dan ke luarganya menghabiskan wak tu untuk membaca berbagai buku di taman bacan yang berdiri pada 2003 ini. "Saya bisa baca buku sepuasnya. Gratis, lagi," ujar lelaki berkacamata ini.

Sudah dua tahun Mukti melakoni hobi membaca buku gratis di Hari Ahad bersama keluarganya. Jika pada hari libur itu tidak bisa berkunjung ke taman bacaan karena ada acara keluarga, ia mengganti jadwal di hari kerja. Di hari kerja, kunjungan ke taman bacaan harus ber modal Rp 1.000 hingga Rp 10 ribu per eksemplar. "Kalau acara keluarga tidak terlalu penting, saya liburan di tem pat ini," kata Mukti.

Sejak berdiri 11 tahun lalu, Pitimoss yang mengoleksi se banyak 80 ribu eksemplar buku ini konsisten melaksana kan program gratis mem ba ca di Hari Ahad. Direktur Piti moss Fun Library Yosrizal San dra mengatakan, program ini dilakukan untuk mening katkan kebiasaan membaca di tengah masyarakat.

"Saya merangsang masya rakat untuk tertarik membaca buku di hari libur," kata Yos rizal, belum lama ini. Respon masyarakat cukup bagus. Sayangnya, animo masya rakat untuk membaca tidak meningkat signifikan, terutama kalangan remaja. Pada 2013 sampai 2014, animo mem baca remaja usia 13 ta hun sampai 17 mengalami pe nurunan hingga 70 persen.

Peningkatan minat baca justru terjadi di kelompok usia dewasa, yaitu mulai 18 tahun sampai 30 tahun. Kelompok ini merupakan kelompok pem baca remaja yang mengalami peningkatan pada 2008 sam pai 2010. "Tahun ini tidak ada peningkatan minat baca ke lom pok remaja," kata lulus an Universitas Islam Bandung (UIN) tersebut.

Indikator penurunan mi nat baca ini adalah dilihat dari makin sedikitnya jumlah ta man bacaan yang ada di Kota Bandung. Sejumlah ta man bacaan terpaksa gulung tikar ka rena pengunjung yang se dikit. Hal tersebut juga terjadi pada taman bacaan Pitimoss. Taman bacaan ini harus me nutup dua cabangnya yang ada di Jalan Ir Djuanda dan Jalan Buahbatu.

Kedua taman bacaan ter sebut, kata Yosrizal, resmi di tutup secara beruntun pada 2012 dan 2013. "Sekarang ha nya tinggal satu ," kata dia. Indikator lainnya yang me nunjukkan penurunan mi nat baca adalah tutupnya taman bacaan binaan Pitimoss yang ada di Kota Bandung.

Hal ini membuat Pitimoss tidak bisa lagi mengirimkan buku tidak terpakai ke taman bacaan binaan. Yang masih bertahan saat ini, kata Yosrizal, hanya taman bacaan di daerah pinggiran Kota Bandung. "Yang masih bertahan ada di ping gir an se perti di Kabupaten Ban dung dan Kabupaten Bandung Ba rat," kata dia.

Penurunan minat baca ka langan remaja dan dewasa terjadi lantaran membanjir nya smartphone di masya rakat. Alat komunikasi cang gih tersebut, kata Yosrizal, te lah mengubah perilaku kalangan remaja dalam memanfaatkan waktu senggangnya.

Sebelum alat cang gih ini me ledak, kalangan remaja, ter utama pelajar SMP dan SMA, menghabiskan waktunya de ngan membaca buku, baik buku novel maupun komik. Kini, kebiasaan tersebut sudah bergeser menjadi ‘mem baca’ smartphone. "Coba kita lihat di angkutan umum, di ta man kota, bahkan di ruang tung gu dokter. Orang tak lagi membaca buku. Me reka asyik dengan smartphone-nya," kata Yosrizal.

Yosrizal mengatakan, peng gunaan smartphone un tuk membaca e-book justru diapresiasi. Namun kenyata an nya, smartphone justru ha nya dipakai untuk bermain, chatting, atau berkicau di media sosial. Ia menilai, hal ini sungguh memprihatinkan." Generasi muda kita tak lagi akrab de ngan buku karena sudah ter kalahkan dengan gadget," ujar Yosrizal.

Ia berharap, pemerintah se gera membuat kebijakan untuk meningkatkan kembali minat baca di kalangan pela jar. Dulu, sekolah selalu memberikan pelajaran menyalin cerita sebagai pekerjaan ru mah. Cara seperti itu me mak sa siswa membaca. Namun, itu masa lalu. Ki ni, tugas seperti itu tidak lagi ada. "Siswa SMA 3 dan SMA 5 yang letaknya dekat de ngan Pitimoss tidak pernah lagi da tang mengerjakan tugas seperti itu," kata Yosrizal. ¦ed: friska yolandha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement