Rabu 20 Aug 2014 12:00 WIB

Menkes Minta Dokter Patuhi PP Aborsi

Red:

JAKARTA -- Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi meminta para dokter mematuhi aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014. PP 61/2014 ini mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat pemerkosaan.

"Seorang dokter harus ikut undang-undang karena dia warga negara," kata Menkes saat jumpa pers, di Jakarta, Selasa (19/8). Menkes mengomentari penolakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terhadap aborsi karena praktik pengguguran kandungan termasuk melanggar kode etik kedokteran.

Nafsiah juga meminta IDI mempelajari PP yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Juli 2014. "Mungkin orang (IDI) yang ditanya belum baca," ujarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Agung Supriyanto/Republika

Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi (kedua kiri) bersama warga berfoto bersama saat Kampanye kesehatan ibu dan anak yang bertema "Survive Five" di kawasan Bundaran HI, jakarta, Ahad (4/5). Kegiatan yang diikuti oleh puluhan ibu dan anak ini bertujuan untuk memastikan semua anak dapat bertahan hidup dan melampaui usia lima tahun.

 

Menkes menjelaskan, PP 61/2014 tidak bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Apalagi, PP yang lahir sebagai amanah UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan itu merupakan undang-undang khusus (lex specialis). Karenanya, dengan prinsip hukum bahwa UU yang bersifat khusus mengesampingkan UU yang bersifat umum (lex specialis derogat legi generalis), tindakan aborsi bukan termasuk dalam kejahatan. "Dengan adanya PP ini, dokter tidak usah khawatir. Kalau dalam keadaan kedaruratan medis dan korban pemerkosaan, itu bisa dilakukan," kata Nafsiah.

PP 61/2014 mengundang kontroversi karena memuat klausul pembolehan pengguguran kandungan dalam dua kondisi, yakni kedaruratan medis dan korban tindak pemerkosaan. IDI menolak menerapkan aturan ini.

IDI beralasan, para dokter terikat oleh sumpah dan kode etik kedokteran yang intinya harus menghargai kehidupan sejak proses pembuahan. IDI juga menilai, PP Aborsi bertentangan dengan KUHP yang memungkinkan dokter yang melakukan aborsi dipenjarakan.

Menkes mengingatkan, publik jangan terjebak istilah PP Aborsi. Sesungguhnya, kata dia, tidak ada aturan yang disebut PP Aborsi. PP 61/2014 adalah peraturan tentang kesehatan reproduksi. PP ini telah lama ditunggu karena amanat UU 36/2009 tentang Kesehatan.

Menurut Nafsiah, semangat dari PP 61/2014 adalah melindungi kesehatan reproduksi sebagai hak dasar perempuan yang menjadi bagian dari hak asasi manusia (HAM). Adapun aborsi tetap merupakan hal yang dilarang di Indonesia. PP 61/2014 hanya memberi pengecualian untuk kasus kedaruratan medis dan korban pemerkosaan.

"Apa betul perempuan itu harus menanggung beban psikologis dan material seumur hidup? Apalagi, kalau anak sudah lahir dan seumur hidup dibenci. Di samping itu, masyarakat juga tidak adil. Kalau si ibu melanjutkan kehamilannya, dia dianggap pelacur atau diceraikan suaminya," kata Menkes. Dalam kapasitas pribadi, Menkes tidak akan melakukan aborsi dan kapasitas profesional sebagai dokter tak akan menyarankan aborsi.

Kendati menuai kritik, kata Menkes, pemerintah tak akan merevisi klausul 'aborsi karena perkosaan' dalam PP 61/2014. Keberatan sejumlah pihak dia anggap sebagai kesalahpahaman. Demi meluruskan persepsi yang keliru itu, kata Menkes, pihaknya sedang bergegas membahas tiga peraturan menteri kesehatan (permenkes) yang akan menjadi penjelas dan landasan operasional PP 61/2014.

Ketiga permenkes itu adalah turunan pasal 36 soal pelatihan dokter yang melakukan aborsi, turunan pasal 45 soal standar fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi, serta turunan pasal 45 mengenai sanksi bagi pihak yang melanggar peraturan aborsi sebagaimana yang diatur PP 61/2014.

Menurut Nafsiah, paktik pengecualian aborsi dalam PP 61/2014 akan berlaku sangat ketat. "PP ini bukan mendorong seks bebas, justru anak muda akan lebih terdorong menjaga alat reproduksinya," kata Nafsiah.

Kepala Bagian Penyusunan Perundang-Undangan Biro Hukum Kemenkes Sundoyo menambahkan, ketiga permenkes akan diterbitkan paling lambat pada akhir September 2014.

Kediv Humas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie mengatakan, sikap Polri akan sesuai dengan pernyataan Kapolri Jenderal Sutarman yang menilai legalisasi aborsi akan berbahaya bagi kehidupan.

rep:wahyu syahputra/c54 ed: eh ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement