Rabu 20 Aug 2014 12:00 WIB

BIO FARMA- Mewujudkan Kemandirian dan Akselerasi Vaksin Melalui FRVN

Red:

PT Bio Farma menargetkan penemuan dan produksi vaksin baru di bawah 15 tahun. Salah satu kemajuan Indonesia yang di akui dunia adalah sebagai negara produsen vaksin, prestasi itu tak terelakan. PT Bio Farma sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memroduksi vaksin tak pernah berhenti dalam berinovasi.

Salah satu strateginya, yakni membentuk Forum Riset Vaksin Nasional (FRVN). FRPV dibentuk pada 2011. Setiap tahun, FRVN menggelar pertemuan guna mengakselerasi lahirnya jenis vaksin baru demi kebutuhan manusia di dunia, khususnya di Indonesia.

Pertemuan FRVN keempat berlangsung di Jakarta 19-20 Agustus 2014. Pertemuan kali ini melibatkan 250 peserta yang terdiri dari para peneliti, industri, dan pemerintah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Aditya Pradana Putra/Republika

Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Iskandar, Staf Ahli Kemenristek Bidang Kesehatan dan Obat Amin Soebandrio, Direktur Jenderal Bina Farmasi Kemenkes Linda Sitanggang, Ketua Umum Harteknas Kemenristek Teguh Raharjo, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Trihono, dan Reviewer Dikti Abdul Salam Sofro berfoto di sela pembukaan Forum Riset Vaksin Nasional ketiga di Jakarta, Selasa (2/7).

 

 

Mereka menggelar forum untuk merumuskan penciptaan vaksin baru dan akselerasi proses produksinya. Menjadi penting FRVN di gelar mengingat penemuan vaksin baru di dunia industri kesehatan merupakan puncak prestasinya. Terlebih lagi, saat ini para pelaku farmasi telah siap mengimplementasikan vaksin hasil riset peneliti Tanah Air.

"Kami berharap penelitian yang saat ini sedang dikembangkan oleh working group dan konsorsium mulai meng arah pada kebutuhan industri, terutama dari sisi peme nuhan persyaratan regulasi (persya ratan CPOB), WHO-TRS, dan kebutuhan pemenuhan pasar vaksin baru" ujar Direktur Utama PT Bio Farma Drs Iskandar MM di tengah FRVN ke–4 di Ja karta, Selasa (19/8).

Optimistis itu muncul karena hasil penelitian dari lima kon sorsium dan tujuh working group yang dilaku kan sejak 2011, mulai mengerucut pada penemuan vaksin baru. Sebagai BUMN farmasi, Bio Farma tak henti mengajak para periset menerapkan hasil risetnya untuk menutupi ke butuhan industri.

Ajakan itu ditujukan untuk mewujudkan kemandi ri an produksi vaksin. Sesuai de ngan tema FRVN ke-4, yak ni "Implementasi Hasil Riset Vaksin Dalam Rangka Kemandirian Vaksin Nasio nal".

Melalui FPVN, maka akan terlihat gambaran implementasi hasil riset dari masingmasing konsorsium. Selain itu, dilakukan pula diseminasi aspek regulasi produk agar riset dan pengembangan vaksin di Indonesia dapat terpola dengan jelas, dan mempunyai strategi implementasi yang baik.

Selama forum berlangsung, konsorsium dan working group akan mengadakan dis kusi dan melaporkan per kem bangannya. Hingga periode keempat, ada dua konsorsium yang menunjukkan kemajuan signifikan dan dalam waktu dekat merilis vak sin Hepatitis B dan Eritro poetin (EPO) ke pasar.

Dirjen Bina Kefarmasian Kemenkes RI Dra Maura Linda Sitanggang Apt PhD meng akui, obat berperan strategis dalam ketahanan nasional. Untuk itu, kemandirian obat dan vaksin harus menjadi ke harusan.

Pihaknya mengapresiasi Bio Farma, di usianya ke-124, BUMN itu menjadi lima industri biologic atau vaksin tertua di dunia. Keberadaan konsorsium juga mendukung global action plan WHO yang merekomendasikan imunisasi vaksin sebagai upaya ketahanan. Linda bersyukur, Indone sia memiliki Bio Farma yang memroduksi vaksin berkesinambungan untuk me menuhi kebutuhan nasional.

Ia pun mengajak para peneliti untuk lebih giat mengeluarkan ide-ide aplikatif, bukan sekadar paper riset. Mengingat, saat ini pemerintah tengah mencanangkan 70 persen produksi biologic national serta 30 persen clinical na tional product di dalam negeri. "Kami bangga produk Bio Farma mendapat predikat prequalified WHO, sehingga produknya dapat digunakan di mancanegara dan menjadi pemain global," tambah Lin da.

Ketua Panitia FRVN ke-4, Erman Tritama menjelaskan, FRVN ke-4 diikuti oleh 165 peneliti yang tergabung dalam lima konsorsium. Masing-ma sing meriset vaksin Hepa titis B, NewTB, Dengue, Vaksin HIV, Eritropoetin (EPO) atau Bio Similar. Pelaksa naan FRVN tahun ini dirangkaikan dengan HUT Bio Farma ke- 124.

Tak ketinggalan, ada tujuh  working group serta lima konsorsium yang berpartisipasi. Mereka terdiri dari Influenza, Malaria, Rotavirus, Stem Cell, PneumococcusAnd Delivery System, Human Papiloma Virus (HPV), dan Kebijakan (policy).

Menteri Riset dan Teknologi RI Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta, MS yang menjadi keynote speaker FRVN ke-4 sangat mengapresiasi perkembangan periset vaksin Tanah Air yang sangat didukung oleh Bio Farma. "Kendala di Indonesia, sudah banyak yang mengakui riset anak bangsa, tapi belum ada yang berani memproduksi massal. Kelemahannya me mang pada sinergi dan koordinasi. Mari kita merombak itu seperti yang dilakukan Bio Farma," cetus Hatta.

Ia memaparkan, data UNICEF, dalam dua tahun terakhir telah terselamatkan se kitar 22 juta balita berkat penemuan vaksin untuk imunisasi. Sayangnya, di Indone sia, dari sekitar 26,4 juta balita masih terdapat 3,9 juta atau sekitar 14 persen di antaranya belum mendapatkan imunisasi dasar.

Untuk menjangkaunya, Ke menristek ikut memacu ke mandirian produksi vaksin. Ke menristek pun mendukung riset konsorsium vaksin de ngan sinergi pusat penelitian IPTEK unggulan. Salah satu nya pusat penyakit tropis di Universitas Airlangga, Sura baya.

"Saya setuju dengan konsorsium yang non-birokratif," jelas Hatta. Sesuai dengan namanya, Forum yang sudah terbentuk sejak tahun 2011 ini, terdiri dari para periset dari ranah akademisi, pemerintah dan industri, khususnya periset dalam bidang vaksin dan bioteknologi. rep:indah/kik/sandy

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement